Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image nura defriani

Mengenal Tedak Siten, Sebuah Tradisi Unik Masyarakat Jawa Tengah

Sastra | Saturday, 27 Jan 2024, 16:46 WIB

Prosesi masuk ke dalam kurungan ayam

Upacara adat yang dilaksanakan oleh anak bayi berusia 7-8 bulan yang kakinya belum pernah menginjak tanah biasa dikenal dengan upacara tedak sinten atau turun tanah. Istilah tedak siten diambil dari kata tedak yang artinya melangkah dan siten yang berasal dari kata siti berarti tanah. Dapat disimpulkan bahwa upacara adat tedak siten ini mempunyai arti melangkah dibumi atau tanah. Hal ini dipercayai dapat menjaga keutuhan berlangsungnya upacara adat tedak siten yang akan dilakukan oleh bayi. Dengan demikian bayi yang nantinya akan melakukan prosesi tedak siten ini, akan dijaga oleh kedua orang tuanya agar tidak menginjakan kakinya ketanah sebelum berumur 7 bulan guna berlangsungnya upacara kebudayaan ini.

Masyarakat Jawa Tengah mempercayai tujuan upacara ini merupakan wujud perwakilan dari doa orang tua dan para sesepuh agar kelak sang anak bisa hidup mandiri dibumi. Dalam upacara adat tedak siten, tentu saja para sesepuh dan orang tua akan menghadiri acara ini dengan tujuan memberikan doa doa yang baik untuk keberhasilan atau masa depan sang bayi kelak. Dengan adanya prosesi tersebut, diharapkan sang bayi akan mendapatkan berkah dari doa orang tua atau sesepuh untuk masa depannya kelak. Oleh karena itu, salah satu prosesi yang ada dalam upacara tedak siten sebagai wujud penghormatan biasa disebut dengan sungkeman.

Kita sudah tidak asing lagi dengan kata sungkeman. Kata sungkeman berasal dari bahasa jawa yang memiliki arti sujud sebagai tanda bakti. Setiap upacara adat rata-rata menyelipkan prosesi sungkeman sebagai tanda penghormatan dari orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua. Prosesi sungkeman menjadi salah satu hal yang utama dalam upacara adat. Rata-rata setiap upacara adat yang menyimbolkan rasa syukur seperti pernikahan, siraman dan lain-lain, prosesi sungkeman selalu ada sebagai wujud bakti kepada orang tua atau sesepuh yang ada.

Susunan acara kedua dalam upacara adat tedak siten adalah meniti jadah. Meniti jadah berasal dari bahasa jawa dimana kata meniti berarti menjalani dan jadah berarti jenang atau semacam bubur yang terbuat dari beras ketan. Dalam prosesi meniti jadah, ada 7 jenang dengan urutan dan warna yang berbeda, yang kemudian disusun dari warna yang paling gelap kepaling terang. Susunan jenang tersebut menggambarkan masalah hidup yang semula gelap menjadi terang. Tujuan dari prosesi meniti jadah mendoakan agar sang anak kelak dalam menjalani masalah atau ujian hidup berakhir dengan adanya titik terang atau jalan keluar.

Susunan acara ketiga dalam upacara adat tedak siten adalah bayi akan disuruh menaiki dan menuruni tangga dari tebu wulung. Tangga tebu wulung ini berisi tujuh anak tangga (dinamakan pitu dalam bahasa Jawa) dan melambangkan pitulung, atau pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Prosesi ini dipercayai sebagai bentuk harapan orang tua kepada sang anak agar kelak saat mencapai kesuksesannya tetap mempunyai sifat rendah hati. Tebu wulung merupakan tebu hitam yang sering digunakan dalam ritual adat jawa karena dipercayai sebagai simbol kemantapan hati.

Susunan acara keempat dalam upacara adat tedak siten adalah masuk kekurungan ayam. Dalam prosesi ini anak bayi akan dimasukan kedalam kurungan ayam kemudian didalamnya anak bayi akan disediakan beberapa mainan untuk nantinya dipilih. Filosofi dari prosesi ini adalah menyatakan bahwa orang tua memberi kebebasan sang anak dalam memilih jalan hidupnya kelak. Barang-barang yang diletakan dalam kurungan pada prosesi ini memiliki artinya masing-masing dengan kata lain, semacam penuntun bagi bayi dalam memilih pekerjaan nanti.

Susunan acara kelima dalam upacara adat tedak siten adalah siraman. Pada prosesi siraman, anak bayi akan dimandikan dengan air kembang kemudian digantikan pakaiannya. Masyarakat percaya bahwa prosesi ini bertujuan agar raga dan jiwa sang anak tetap bersih. Siraman menjadi salah satu prosesi upacara adat yang mempunyai banyak simbol didalamnya. Salah satunya yaitu sebagai bentuk harapan agar sang anak dapat mengharumkan nama keluarga.

Susunan acara keenam dalam upacara adat tedak siten adalah menyebar udik-udik. Lain dari beberapa prosesi acara sebelumnya yang dilakukan oleh sang anak, kali ini adalah prosesi yang dilakukan oleh kedua orang tua, yakni menyebar udik-udik atau uang logam. Prosesi ini memiliki filosofi sebagai wujud harapan agar sang anak kelak memiliki sifat dermawan. Dengan menyebar udik-udik atau uang logam yang telah disiapkan, juga menjadi harapan agar para tamu senantiasa mendoakan yang baik-baik kepada keluarga sang anak.

Susunan acara yang terakhir adalah doa dan foto bersama keluarga dan para tamu disertai dengan potong tumpeng. Hal ini menjadi salah satu prosesi acara yang hampir ada disetiap upacara adat. Pemotongan tumpeng menjadi salah satu simbol rasa syukur kelancaran berjalannya acara. Dengan adanya doa dan foto bersama juga dapat mempererat hubungan kekeluarga satu sama lain.

Masyarakat Jawa memiliki tradisi dan budaya yang beragam, salah satunya adalah tradisi tedak siten yang masih bertahan sampai saat ini. Selain prosesinya yang masih mudah untuk dilaksakan bagi sebagian masyarakat, persyaratan untuk melakukan upacara adat tersebut juga masih terbilang relevan dengan kehidupan masyarakat zaman sekarang. Tradisi tedak siten ini termasuk upacara adat yang masih popular dikalangan masyarakat Jawa Tengah. Dengan terus dilestarikannya tradisi adat ini menjadi upaya agar anak dapat mengenal tradisi adat daerah sejak dini. Serta dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat lainnya agar tidak meninggalkan dan tetap melestarikan tradisi adat dearah lainnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image