Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fira Azkiya Fikriyah

Penerapan Kaidah Fiqhiyah Dalam Transaksi Keuangan

Agama | Tuesday, 16 Jan 2024, 23:04 WIB
kaidah-kaidah fiqhiyah

A. PENDAHULUAN

Pentingnya memahami maksud-maksud ajaran Islam (maqashid al-syari'ah) secara menyeluruh menjadi dasar bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam upaya memahami ajaran tersebut, qawa'id fiqhiyyah menjadi elemen krusial yang tidak dapat diabaikan. Para ahli ushul dan fuqaha sepakat bahwa pemahaman terhadap qawa'id fiqhiyyah sangat diperlukan untuk melaksanakan ijtihad dan melakukan pembaruan pemikiran dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam masalah ibadah, muamalah, dan penentuan skala prioritas.

Adanya qawa'id fiqhiyyah menjadi landasan yang sangat penting, terutama dalam menghadapi perubahan zaman dan kompleksitas kehidupan modern. Banyak kaidah fikih yang memiliki ruang lingkup dan cakupan lebih sempit, hanya berlaku di cabang-cabang fiqih tertentu, dan dikenal sebagai al-qawaid al-fiqhiyyah al-khashshah atau al-dhawabith oleh sebagian ulama.

Pentingnya pemahaman mendalam terkait prinsip-prinsip hukum Islam dalam transaksi keuangan terletak pada upaya menciptakan lingkungan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Dengan memahami makna keadilan dan etika, harapannya transaksi keuangan dapat menjadi sarana untuk mencapai kesejahteraan bersama, bukan sekadar alat untuk keuntungan pribadi. Dalam konteks ini, artikel ini akan membahas beberapa kaidah fiqqiyah yang esensial dan relevan dalam konteks transaksi keuangan, serta bagaimana implementasinya dapat memberikan dampak positif pada masyarakat dan ekonomi secara luas.

B. PEMBAHASAN

Kaidah-kaidah fiqih yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan hukum yang berkenaan dengan masalah keuangan syariah antara lain sebagai berikut

1. تَابِعٌ اَلتَّابِعُ اَلتَّابِعُ

Artinya: “Pengikut itu adalah pihak yang mengikut”. Kaidah fiqhiyah ini memiliki makna bahwa apabila suatu perkara diikuti oleh suatu aspek lain, maka aspek tersebut dianggap sebagai pengikut dari perkara yang diikuti. Dalam konteks akidah, kaidah ini menunjukkan bahwa aspek atau konsep yang muncul setelah suatu peristiwa atau pokok hukum dianggap sebagai bagian yang terikat pada peristiwa atau pokok hukum tersebut.

Contoh penerapan kaidah ini dalam transaksi keuangan dapat dilihat pada prinsip-prinsip keuangan Islam. Misalnya, dalam transaksi jual beli, hukum atau syarat yang muncul setelah perjanjian jual beli tetap terikat pada perjanjian tersebut. Misalnya, jika setelah perjanjian jual beli terjadi perubahan harga atau syarat pembayaran, maka perubahan tersebut dianggap sebagai bagian yang terikat pada perjanjian asal, selama tidak ada ketentuan yang mengharuskan perubahan tersebut. Dengan kata lain, prinsip ini menekankan kontinuitas dan mempertahankan aspek-aspek yang muncul setelah suatu peristiwa atau perjanjian diambil. Ini dapat membantu menjaga kestabilan dan kepastian dalam transaksi keuangan.

2. إعمال الكلام أولى من إهماله

Artinya: “Memfungsikan ucapan lebih baik daripada mengabaikannya” . Kaidah fiqhiyah ini mengacu pada prinsip bahwa penerapan atau pelaksanaan kata lebih diutamakan daripada mengabaikannya. Dalam konteks akidah, kaidah ini pentingnya menaati janji, perjanjian, atau komitmen yang diucapkan, serta tidak mengakhiri amal perbuatan sesuai dengan perkataan.

Dalam transaksi keuangan, prinsip ini dapat diterapkan dengan berbagai cara, seperti:

a. Pelaksanaan Kontrak dan Perjanjian Jika dua pihak sepakat untuk melakukan suatu transaksi keuangan atau perjanjian, maka kewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut lebih diutamakan daripada mengabaikannya. Contohnya, jika seseorang setuju untuk membayar pinjaman pada tanggal tertentu, penting bagi mereka untuk memenuhi janji tersebut.

b. Keterbukaan dan Kepatuhan, Dalam transaksi transparansi dan kepatuhan terhadap aturan dan regulasi hukum sangat penting. Menjaga kepercayaan dan integritas dalam keuangan seringkali melibatkan pelaksanaan apa yang telah diucapkan atau dijanjikan, seperti pembayaran pajak yang sesuai, atau mematuhi aturan peraturan keuangan.

3. لا بيعتان في بيعة

Artinya: “tidak ada 2 penjualan dalam satu penjualan” . Kaidah fiqhiyah ini adalah prinsip hukum Islam yang mengandung makna bahwa dalam satu transaksi jual beli, tidak boleh terdapat dua penjualan yang terpisah. Artinya, barang yang dijual harus jelas dan tidak ambigu, sehingga tidak ada unsur ganda atau penjualan dalam satu paket yang dapat menimbulkan keraguan atau ketidakjelasan. Penerapan kaidah ini terkait dengan akidah (keyakinan) karena mencerminkan prinsip kejujuran, keadilan, dan kecermatan dalam bertransaksi, yang merupakan nilai-nilai fundamental dalam ajaran Islam. Kaidah ini juga berhubungan dengan konsep transparansi dan keadilan dalam aktivitas ekonomi.

Contoh penerapan kaidah ini dalam transaksi keuangan dapat ditemukan dalam pembelian barang atau jasa. Misalnya, seseorang tidak boleh menjual satu barang dengan menyisipkan barang lain yang tidak disetujui oleh pembeli. Hal ini untuk memastikan bahwa transaksi tersebut jelas dan adil, tanpa adanya penipuan atau kebingungan terkait dengan apa yang sebenarnya dibeli atau dijual.

4. أحل الله البيع وحرم الربا

Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Kaidah fiqhiyah ini menyatakan bahwa Allah menghalalkan praktik jual beli dalam Islam, memperbolehkan perdagangan dan penukaran barang atau jasa selama memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Contohnya adalah seseorang dapat melakukan transaksi jual beli yang sah dan sesuai syariah, tanpa melibatkan unsur penipuan atau ketidak jelasan. Di sisi lain, kaidah ini juga menekankan larangan terhadap riba atau bunga dalam transaksi keuangan. Allah mengharamkan praktik ini karena dianggap tidak adil dan merugikan. Oleh karena itu, umat Islam dihimbau untuk menghindari transaksi yang mengandung unsur bunga atau keuntungan tambahan yang tidak adil, seperti pinjaman dengan bunga atau investasi yang melibatkan riba.

Contoh penerapan kaidah ini pada transaksi jual beli, penting untuk memastikan bahwa transaksi tersebut dilakukan dengan itikad baik, tanpa unsur penipuan, dan barang atau jasa yang diperdagangkan harus jelas dan sesuai dengan syariah. Hindari praktik riba dalam transaksi keuangan, seperti membayar atau menerima bunga dalam pinjaman atau investasi. Sebaliknya, Islam mendorong konsep bagi hasil (mudharabah) atau jual beli dengan sistem syariah yang tidak melibatkan bunga.

5. الأصل في المعاوضات الإباحة

Artinya: “Prinisp dasar dalam negoisasi adalah diperbolehkan”. Kaidah fiqhiyah ini memiliki kaitan prinsip dengan dasar dalam hukum Islam yang menyatakan bahwa segala sesuatu dianggap halal (dibolehkan) kecuali ada dalil yang menunjukkan sebaliknya. Dalam konteks akidah, prinsip ini mencerminkan pemahaman bahwa Allah memperbolehkan segala sesuatu kecuali yang dilarang secara tegas dalam Al-Qur'an atau Hadis. Oleh karena itu, dalam transaksi keuangan, segala bentuk kegiatan bisnis dianggap halal kecuali ada bukti atau dalil yang menunjukkan bahwa transaksi tersebut haram.

Dalam transaksi keuangan, prinsip ini dapat diterapkan dengan berbagai cara, seperti:

a. Jual Beli. Sebagian besar transaksi jual beli dianggap halal, kecuali barang yang haram seperti alkohol atau babi. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan suatu barang, maka transaksi tersebut dianggap sah.

b. Investasi Saham. Investasi dalam saham dianggap boleh, selama perusahaan yang sahamnya dibeli tidak terlibat dalam aktivitas haram seperti perjudian, minuman keras, atau produksi barang haram lainnya.

C. PENUTUP

Melibatkan prinsip-prinsip hukum Islam dalam transaksi keuangan, seperti yang telah dibahas sebelumnya, membawa dampak besar pada terbentuknya lingkungan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Penerapan kaidah fiqhiyyah dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk masalah keuangan, menjadi langkah krusial menuju masyarakat yang lebih baik. Pentingnya menekankan kejujuran dalam setiap transaksi, menjaga kontinuitas dan kepastian, serta menghindari praktik riba adalah nilai-nilai inti dalam Islam yang tercermin dalam kaidah-kaidah fiqhiyyah. Hal ini tidak hanya membangun kepercayaan dalam aktivitas ekonomi tetapi juga menciptakan fondasi bagi kesejahteraan dan kesejahteraan masyarakat.

D. REFERENSI

Ibrahim Penerbit, (2019)AL-QAWA`ID AL-FIQHIYAH (KAIDAH-KAIDAH FIQIH) n.d.

Rafsanjani, (2018)KAIDAH-K AIDAH FIQH (QAWA'ID AL-KULLIYAH) TENTANG KEUANGAN SYARIAH n.d.

QAWAID FIQHIYYAH 11-12 KAidah al-Muaawadhot.pptx

QAWAID FIQHIYYAH 13 -14 Kaidah Riba n Gharar.pptx

QAWAID FIQHIYYAH 9-10 Kaidah Besar selain 5.pptx

Fira Azkiya Fikriyah-Prodi Akuntansi Syariah-STEI SEBI

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image