Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Erlina Nur Azizah

Karakteristik Kepemimpinan Negara

Politik | Monday, 10 Jan 2022, 12:24 WIB

Penulis : Erlina Nur Azizah

Kepemimpinan nasional Indonesia di tengah percaturan internasional pada saat ini sangat penting kita cermati bersama di tengah-tengah berjalannya demokrasi liberal dan transparansi. Berjalannya demokrasi yang ditandai adanya pelaksanaan pemilihan langsung,sistem ini dipilih sebagai suatu memilih pemimpin baik nasional maupun daerah yang dianggap representatif.Praktik memilih pemimpin secara langsung ini sesungguhnya mulai diadopsi pada tahun 2004. Pemilihan secara langsung ini dimaksudkan sebagai mekanisme warga negara untuk menentukan sendiri pemimpin yang dianggap lebih cakap,jujur dan dapat dipercaya.Sistem ini menurut para pengamat merupakan suatu bentuk perkembangan yang positif dibandingkan sistem yang terdahulu,karena telah mampu merubah panggung politik Indonesia.Menurut Donald K Emmerson mengemukakan; panggung politik pada masa orde baru hanya dikuasai sekelompok kecil elit di Jakarta.Proses di panggung politik relatif tertutup dan tidak melibatkan interaksi dengan” penonton atau rakyat”,bahkan para aktor politik itu tidak banyak peduli apakah aktingnya tersebut disukai atau tidak oleh “penonton atau rakyat” (Jawa Pos 3 januari 2011). Setelah pemerintah reformasi berhasil melaksanakan pemilihan langsung pada tahun 2004 yang ditandai dengan terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudoyono,dunia luar langsung merespon positif dengan berjalannya sistem demokrasi.Dengan telah terpilihnya kepemimpinan nasional yang tepat, Indonesia dapat menempati posisi terhormat di dunia internasional.

A. Kepemimpinan dan Perubahan Sosial

Peran dan fungsi kepemimpinan menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki adalah bagaimana pemimipin dapat melakukan perubahan sosial yang berarti bagi kemajuan sebuah bangsa, merubah nasib rakyat dari keterpurukan hidup kepada kelayakan hidup (better life) sebagai manusia, dari keterpurukan ekonomi kepada perekonomian yang meningkat, sehingga hajat hidup rakyat dapat meningkat dengan baik, dari ketimpangan sosial (social inequality) pada keseimbangan hidup yang layak (social equality), dari banyaknya buta hurup menjadi melek baca kepada kecerdasan yang bermakna, dari pendidikan yang dibangun dapat menumbuhkan SDM yang handal, unggul dan tangguh, dari gizi buruk kepada nilai gizi yang sehat dan kesehatan yang lebih layak, dari kekumuhan kepada kebersihan dan kelayakan hunian menuju kedamaian, keadilan dan kesejahteraan rakyat. Jadi, tuntutan perubahan itu meliputi berbagai aspek, baik sosial, ekonomi, politik, budaya, pendidikan, sains dan teknologi, kesehatan, lapangan pekerjaan dan lain-lain.

Jika para pemimpin tidak mampu melakukan perubahan-perubahan yang berarti dalam membangun kesejahteraan rakyat yang lebih layak, sebaiknya berpikirlah, ‘tidak usah tampil menjadi pemimpin’ apalagi dengan memaksakan diri tanpa ada kemampuan mental dan intelektual serta leadership yang tangguh. Pemimpin dituntut memiliki sikap mental yang berani dalam menegakkan undang-undang demi harkat dan martabat bangsa.

B. Kepemimpinan Visioner

Kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan yang dapat merekonstruksi serta memproyeksikan Rencana Strategis Jangka Panjang ke depan. Ada tahapan perioritas yang harus diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan rakyat. Negara dan pemerintahan perlu membangun visi dan misi negara, sehingga arah kehidupan bangsa Indonesia dari sudut Ipoleksosbudhankamnas (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional) terjabarkan secara nyata serta menjadi kebijakan para pemegang kekuasaan dalam penyelenggaraan negara. Kepemimpinan visoner harus dapat menjawab dan merubah keadaan serta mampu mengembalikan harkat dan martabat bangsa.

C. Kepemimpinan Berbasis Kompetensi

Kepemimpinan berbasis kompetensi pada dasarnya adalah kepemimpinan yang didasarkan kualitas mental dan intelektual serta nilai akademik yang tangguh dan unggul sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, ‘the right man on the place’ (orang yang berkualitas secara akademik dan leadership ditempatkan secara tepat dan proporsional). Penempatan jabatan pada posisi strategis yang berdasar kompetensi dan keahliannya akan membawa misi perubahan, keberkahan dan keselamatan, namun manakala sebaliknya akan berakibat buruk serta menjadi bumerang terhadap keadaan.

D. Kepemimpinan Berbasis Imtak

Kepemimpinan berbasis imtak (iman dan takwa) adalah modal dasar yang kuat dalam membangun suatu pekerjaan (work building). Ibarat sebuah bangunan, maka fondasi yang kuat itu sangat menentukan kokohnya sebuah bangunan, apabila fondasi bangunan itu kurang kuat, maka kondisi bangunan tersebut bisa rapuh dan roboh. Begitu juga manusia, apabila memiliki iman dan takwa yang kuat dan tangguh, maka sikap hidup dan pola pikirnya tegak lurus (istiqomah) dan tidak dapat dipengaruhi oleh gerakan syaithoniyah yang selalu membuat orang was-was dan ragu (QS. An-Naas: 1-6).

1. Kepemimpinan Birokrasi Negara

Kepemimpinan birokrasi dapat didefiniskan sebagai suatu proses mempengaruhi para pegawai untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dan mengarahkan organisasi agar lebih kompak dan kondusif, dengan cara menerapkan konsep, nilai, etika, karakter, pengetahuan dan ketrampilan. Fenomena Kepemimpinan Birokrasi

• Pemimpin birokrasi bekerja belum digerakkan oleh visi misi masih berpatokan pada peraturan yang kaku

• Pemimpin birokrasi mengendalikan kewenangan formal, kekuasaan jadi kekuatan dalam menggerakkan bawahan

• Pemimpin birokrasi masih memiliki kompetensi rendah, hal ini disebabkan pola promosi kurang memperhatikan kompetensi pejabat yang diangkat

• Lemahnya akuntabilitas pemimpin birokrasi

Di Indonesia, fenomena pimpinan yang bukan pemimpin masih banyak ditemukan pada organisasi birokrasi pemerintahan. Hal ini terjadi karena sistem promosi kepegawaian birokrasi kita, seperti diindikasikan Kwik Kian Gie (2003), masih belum sepenuhnya berdasarkan keahlian (merit-based promotion), tetapi masih diwarnai oleh hubungan kepartaian (spoil) atau keluarga (nepotism), sistem karir (career), prestasi kerja (performance), atau bahkan perlindungan (patronage) (Sianturi, 1984). Jadi jangan heran, kalau pada suatu lembaga pemerintah ditemukan seorang kepala unit yang hanya bisa memerintahkan ini-itu, tanpa tahu bagaimana seharusnya memimpin pegawainya.

Terdapat sepuluh karakteristik kepemimpinan birokrasi (transaksional) dalam lingkup organisasi pemerintahan sebagai berikut:

1. Berdasarkan transaksi: Kepemimpinan birokrasi bertindak atas dasar transaksi atau pertukaran antara jabatan dan kinerja, gaji dan pekerjaan, kerja keras dan bonus, dsb.

2. Kejelasan aturan: Pedoman dan aturan pelaksanaan tugas dan pekerjaan disusun secara jelas dan ditetapkan untuk ditaati oleh setiap pegawai..

3. Orientasi pada pengawasan: Mengawasi dan memantau tugas dan pekerjaan secara ketat dalam rangka mencapai tujuan jangka pendek.

4. Anti perubahan: Menolak setiap perubahan yang berasal dari luar sistem organisasi karena khawatir akan merusak tatanan kelembagaan yang telah ditetapkan.

5. Orientasi pada jabatan dan kekuasaan: Mengembangkan budaya kekuasaan, loyalitas pada atasan, hierarki hubungan atasan-bawahan, dan komunikasi bottom-up

6. Fokus pada pekerjaan: Mengarahkan pegawai untuk fokus pada penyelesaian tugas dan pekerjaan, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri.

7. Kewenangan atasan mutlak: Tidak ada pemberdayaan pegawai karena kewenangan untuk mengambil keputusan mutlak pada pimpinan.

8. Pembatasan kreatifitas pegawai: Pegawai diatur dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan, sehingga mereka tidak dapat mengembangkan kreatifitas dan inovasi.

9. Individualitas kerja: Kerja sama antar pegawai tidak dianjurkan, sehingga muncul persaingan tak-sehat dan saling curiga-mencurigai di antara mereka.

10. Disharmoni organisasi: Hierarki kekuasaan, formalitas hubungan, komunikasi bottomup, dan absennya kerjasama antara pegawai mengakibatkan ketidak-kondusifan organisasi.

Penulis adalah Mahasiswa Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image