Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Imam Marshall

ZAKAT ID (NPWZ) UNTUK ERA BARU ZAKAT DI INDONESIA

Agama | Sunday, 09 Jan 2022, 23:23 WIB

Diawali dengan Baznas Card atau Kartu Baznas untuk memudahkan Badan Amil Zakat tingkat Kota dan Kabupaten (Baznas Kota atau Kabupaten) dalam mendistribusikan beras, kini kartu tersebut mulai berubah fungsi sedikit demi sedikit mengikuti kemudahan teknologi dalam akses pelayanan publik. Zakat yang notabenenya merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat untuk berzakat maka harus segera ditunaikan.

Dengan prinsip berbagi dan saling tolong menolong maka seharusnya zakat dinilai tepat sebagai salah satu cara termudah dan terstruktur dalam mengentaskan kemiskinan dimana Pemerintah hanya perlu melakukan kontrol kebijakan dan pengawasan agar kegiatan hulu dan hilir dari zakat ini berjalan baik dan dapat mencapai targetnya yaitu mengentaskan kemiskinan. Apa saja proses hulu ke hilir tersebut? Yaitu proses pengumpulan data (pendataan), pengumpulan dana zakat, pengelolaan data dan dana zakat dan pendistribusian dana zakat.

Sebagai negara dengan mayoritas penduduknya adalah muslim maka sudah seharusnya zakat ini dapat mengurangi kemiskinan dalam rentangan waktu lima sampai dengan sepuluh tahun mendatang jika dikoordinasikan dengan baik. Data Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) menunjukkan presentasi penduduk miskin dan tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 10,14% atau sebanyak 27,54 juta penduduk Indonesia berstatus miskin (Juli 2021) dan sebanyak 9,1 juta orang per Agustus 2021. Artinya penduduk yang tidak termasuk kategori miskin adalah sekitar 89% dari jumlah total populasi Indonesia dan sekitar 95% dari jumlah total populasi Indonesia adalah orang yang aktif bekerja.

Jika dibuat asumsi dimana 30 juta orang dari 231 juta orang yang beragama islam adalah penduduk miskin yang perlu ditolong maka sekitar 200 juta orang penduduk muslim lainnya hanya dengan berinfaq dapat membantu 30 juta orang ini. Apalagi jika yang dilakukan adalah zakat yang merupakan ibadah wajibnya umat muslim.

Seandainya hanya sekitar 150 juta orang saja dari penduduk muslim Indonesia yang benar-benar wajib berzakat maka jumlah ini masih dapat membantu atau meringankan beban keuangan atau ekonomi untuk 30 juta orang miskin untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan. Setiap tahunnya akan dikumpulkan zakat fitrah menjelang Hari Raya Idul Fitri dengan asumsi Rp 40.000,- setiap orangnya maka dengan 150 juta muzakki akan dapat dikumpulkan dana zakat sebesar Rp 6 Triliun.

Nilai ini jika dibagi untuk 30 juta orang miskin maka setiap orangnya akan mendapatkan Rp 200.000,-. Nilai ini masih dikategorikan kecil untuk setiap individu, namun jika 200 juta penduduk muslim Indonesia benar-benar berzakat nilai zakat yang diterima mustahiq juga akan lebih besar.

Hal ini hanya sebatas asumsi, karena dalam praktek lapangannya, pemberian zakat ini hanya diberikan kepada mustahiq (asnaf delapan) dan biasanya diberikan per Kepala keluarga bukan per orang. Tentu nilai atau dana zakat yang akan didapatkan juga jauh lebih besar. Nilai ini akan terus membesar jika zakat maal, zakat hasil pertanian dan perikanan serta zakat lainnya dikumpulkan secara kolektif kepada Baznas.

Untuk mengelola dana zakat yang sangat banyak tersebut maka Baznas harus memiliki lembaga dan program yang tangguh yang dapat mengelola hulu ke hilir setiap transaksi zakat yang akan terjadi. Bazcard atau Kartu Baznas yang telah ada kini mulai bertransformasi menjadi Kartu Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) atau Zakat ID. Dulu Bazcard hanya untuk mustahiq sebagai upaya memudahkan mustahiq dalam mengambil hak zakat mereka di kantor Baznas Kota atau Kabupaten. Namun kini NPWZ diperuntukkan untuk muzakki dan juga mustahiq dimana Baznas dapat mengontrol apakah seseorang itu wajib dan berhak menjadi muzakki atau mustahiq. Namun NPWZ ini hanya bersifat wacana walaupun model Kartu NPWZ-nya dapat dijumpai di pencairan foto google tapi implementasinya masih minim.

Jika NPWZ diterapkan secara nasional, dikelola melalui satu pintu atau satu sistem terpadu maka akan banyak pihak yang akan diuntungkan, pertama kemudahan dan kenyamanan muzakki dalam berzakat, karena saat ini masih banyak muzakki yang enggan untuk berzakat di Baznas, muzakki lebih nyaman berzakat di Mesjid terdekat dimana ia tinggal atau karena paksaan kantor yang mana otomatis memotong gaji untuk zakat.

Kedua, Baznas menjadi badan atau lembaga besar penghimpun dana masyarakat non-bank yang kredibel dalam melakukan pengelolaan uang zakat walaupun ada potensi berupa godaan korupsi yang besar jika tidak diawasi dan dikontrol dengan baik. Ketiga, Bank Syariah Indonesia akan menjadi bank penampung dan pendistribusi zakat dimana secara tidak langsung juga akan memberikan dampak dalam perkembangan bank Syariah di Indonesia. Keempat, mutashiq menjadi mudah dan nyaman dalam mengakses dana zakat yang memang diperuntukkan untuk mereka tanpa harus mengantri ke Kantor Baznas ataupun masuk dokumentasi Baznas atau LAZ yang sebenarnya kurang berkenan bagi para mustahiq.

Jika pengelolaan ini dilakukan dengan baik, dikontrol dan diawasi dengan ketat maka percepatan pengentasan kemiskinan itu akan lebih mudah. Walaupun tantangan dalam pengaplikasian NPWZ masih wacana tapi KNEKS telah membuat suatu konsep yang menyerupai NPWZ dalam pengumpulan, pengelolaan dan pendsitribusian zakat. Menurut penulis, dana zakat harus dikelola secara Nasional dimana Baznas Kota dan Kabupaten sebagai frontliner dalam pengumpulan data muzakki dan mustahiq. Layaknya NPWP, NPWZ ini diharapkan mampu menjadi sistem zakat yang baik.

Indonesia memiliki cara yang berbeda dengan Brunei Darussalam dan Malaysia dalam pengelolaan zakatnya, Indonesia tidak tersentral pada Baznas Pusat, kemudian banyaknya LAZ yang dapat mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, sedangkan Brunei bersifat satu pintu, hanya dikelola oleh Majlis Ugama Islam Brunei dan setiap tahunnya selalu memiliki kelebihan dana zakat. Zakat di Malaysia diatur oleh Dewan Agama Islam ditiap negeri bahagian. Banyak para ahli dan pakar yang berpendapat bahwa potensi zakat di Indonesia sangat besar walaupun juga diikuti oleh tantangan yang besar juga, namun tantangan ini dapat diminimalisirkan dengan kebijakan dan manajemen yang baik, baik melalui Baznas itu sendiri ataupun Pemerintah Indonesia. Diharapkan dengan implementasi NPWZ ini dapat mengentaskan kemiskinan, menjaga transaksi atau kegiatan zakat dalam suatu transaksi yang aman dan nyaman bagi semua pihak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image