Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sarah Fauziah

Penanganan Banjir di Gedebage Memerlukan Pendekatan Menyeluruh

Info Terkini | Friday, 05 Jan 2024, 06:11 WIB

Di awal musim hujan tahun ini, di bagian timur Kota Bandung yaitu Gedebage masih menjadi langganan banji. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung telah berupaya mengurangi dampak banjir dengan membangun kolam retensi Gedebage. Pj Wali Kota Bambang Tirtoyuliono menyatakan bahwa kolam tersebut belum optimal, meskipun sudah berhasil menurunkan frekuensi dan intensitas air.

Pemkot Bandung juga tengah memperbaiki crossing dan gorong-gorong di Jalan Soekarno-Hatta sebagai upaya tambahan. Namun, pembangunan kolam retensi baru di segmen Jalan Soekarno-Hatta ke arah Jalan Rumah Sakit belum terlaksana karena masih menunggu kejelasan kepemilikan tanah.

Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM), Didi Ruswandi, menyatakan bahwa wilayah Gedebage dilalui oleh dua sungai, yaitu Sungai Cipamulihan dan Sungai Cinambo. Kolam retensi Gedebage saat ini hanya dapat mengakomodir parkir air dari Sungai Cipamulihan, sementara Sungai Cinambo belum mendapatkan penanganan serius. Melihat kondisi ini, pembangunan kolam retensi baru di Jalan Rumah Sakit dianggap penting sebagai tempat parkir air dari Sungai Cinambo. Rencananya, lahan yang akan dijadikan kolam retensi tersebut seluas 600 meter persegi.

Solusi Banjir di Gedebage

Apakah Upaya tersebut akan menuntaskan persoalan banjir di Gedebage?

Persoalan banjir di Gedebage memerlukan penanganan secara menyeluruh dan harus memperhatikan banyak aspek agar masalah banjir dapat terselesaikan secara holistik.

Hal pertama yang layak diperhatikan adalah peninjauan ulang tentang RTRW Kota Bandung. Dadan Ramdan, Direktur Walhi Jawa Barat dari jauh-jauh hari telah menyatakan perlunya peninjauan ulang terhadap RTRW (rancangan tata ruang rancangan tata wilayah) Kota Bandung 2011-2031. Yang mana dalam RTRW Kota Bandung tercantum bahwa Kecamatan Gedebage yang luasnya 980 ha dan kecamatan Rancasari yang luasnya 955 ha ditetapkan sebagai Sub Wilayah Kota (SWK) Gedebage.

Dalam RTRW tersebut, SWK Gedebage diperuntukan untuk perkantoran, pemerintahan, ruang terbuka hijau, dan pemukiman, pesawahan, perdagangan dan jasa dengan pembangunan kawasan Teknopolis yang luasnya 800 Ha (81,69% dari seluruh luas Kecamatan Gedebage) dari luas kecamatan Gedebage seluas 979, 3 Ha. Fakta ini tidak memenuhi dasar keseimbangan pembangunan sehingga perlu ditinjau ulang kembali. (bisnis.com 7/5/2015).

Peninjauan ulang ini tampaknya diabaikan pemerintah. Karena di awal tahun 2024 kita dapati bahwa Kawasan Summarecon (70% luasnya dari Kawasan Bandung Teknopolis) sudah berdiri dengan megah dan persoalan banjir Gedebage menjadi semakin parah.

Lalul mengapa megaproyek ini tetap dilanjutkan padahal telah dikritisi tidak memenuhi dasar keseimbangan Pembangunan? Mengapa pemerintah merelakan masyarakat kehilangan ruang hidupnya? Siapa yang diuntungkan dan dirugikan? Mengapa dampak pembangunan kawasan teknopolis terhadap keberlangsungan ruang, lingkungan dan ekosistemnya serta wilayah sekitarnya, dampak sosial dan ekonominya tidak dipikirkan matang-matang? Apa manfaat Pembangunan itu bagi warga dan pemerintah? Padahal dari aspek ruang dan lingkungan hidup, Kawasan Gedebage merupakan kawasan tempat parkir air, sekaligus berpotensi banjir? Padahal sebelum terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan pun Gedebage sudah terendam banjir. Apalah lagi jika kawasan pertanian berubah menjadi lahan keras?

Maka, pembahasan banjir Gedebage tidak bisa terlepas dari pembahasan RTRW kota Bandung. RTRW Kota Bandug seharusnya mendukung kepentingan masyarakat, bukan hanya kepentingan korporat atau konsumen berkocek tebal. Maka haruslah dihindari pembangunan yang hanya menguntungkan sebagian kecil orang atau entitas tertentu. Jelas bahwa banjir Gedebage tidak bisa selesai hanya dengan kolam retensi, tanpa mengaitkannya dengan RTRW kota Bandung.

Hal kedua yang penting dicermati adalah keterkaitan bencana banjir dengan upaya penanganan sampah. Sebanyak apa pun kolam retensi dibangun, jika penanganan sampah masyarakat termasuk sampah dari pasar induk Gedebage tidak mendapat solusi tuntas, tentu tidak akan menyelesaikan masalah banjir Gedebage. Semua orang dapat melihat dengan kasat mata, bagaimana sampah menumpuk di pasar Gedebage, yang ketika air hujan turun dengan deras, sampah pasar dengan volume besar itu menyumbat saluran air. Maka, mengatasi permasalahan banjir tidak bisa dilepaskan dari penyelesaian sampah masyarakat dan sampah pasar. Kesadaran masyarakat dan para pedagang pasar dalam pengolahan dan pemilahan sampah adalah hal krusial yang memerlukan daya dukung pemerintah dalam pengaturannya.

Sebagai penutup, sinergitas Pemerintah dan Masyarakat adalah hal yang sangat penting diatur dan diperhatikan. Pemerintah perlu membuat sistem yang menyelesaikan persoalan banjir dari akarnya, bukan sekadar menempuh langkah kuratif ketika banjir sudah terlanjur terjadi. Tata kota, perancangan RTRW, penataan lingkungan yang seimbang, penanganan sampah, perbaikan saluran air, pendidikan dan penyuluhan di tengan masyarakat, jelas harus dilakukan secara menyeluruh.

Dan ini memerlukan koordinasi dan kerjasama yang erat antara pemerintah dan Masyarakat. Peran aktif masyarakat dalam menjaga lingkungan, berupaya memberikan masukkan tentang perencanaan kota dan juga berperan dalam mitigasi banjir harus ditingkatkan melalui edukasi dan partisipasi dalam program pengelolaan lingkungan.

Dengan pendekatan menyeluruh ini, diharapkan penanganan banjir di Gedebage bukan hanya bersifat reaktif tetapi juga proaktif dengan mengatasi akar permasalahan yang melibatkan aspek tata ruang, lingkungan, dan kesadaran masyarakat.

Sarah Fauziah Hartono

Bandung

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image