Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andien Sasikirani

Perilaku Seksual dapat Membuat Hubungan Menjadi Lebih Erat?

Eduaksi | Monday, 01 Jan 2024, 20:17 WIB

Perilaku seksual sebagai wadah bagi seseorang untuk menyalurkan rasa cinta dan sayang kepada pasangannya, biasanya yang melakukan perilaku seksual adalah orang yang terikat dalam hubungan percintaan. menurut Sarwono Perilaku seksual adalah bentuk perilaku yang disebabkan oleh hasrat (keinginan seksual) yang dapat terjadi dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Yulianto, 2020). Perilaku seksual terdapat dalam bentuk fisik maupun nonfisik perilaku seksual memiliki banyak arti sesuai dengan agama, ras dan norma yang berlaku dimasyarakat dan batasan perilaku seksual juga berbeda-beda. Lalu apakah perilaku seksual dapat membuat hubugan menjadi lebih erat? Yuk simak artikel berikut.

PeopleImages" />
Sumber Gambar:iStock, Credit: PeopleImages

Ternyata berhubungan intim bukan satu-satunya perilaku seksual loh! dikutip dari Alfiyah, Walker menyatakan bahwa tahapan perilaku seksual pranikah ada 5, yaitu touching, kissing, necking, petting, dan intercourse, hasil penelitian menyatakan jika dibandingkan dengan hubungan seksual, necking adalah perilaku seksual yang paling sedikit dilakukan remaja (Yulianto, 2020). Tahapan perilaku tersebut biasa dilakukan oleh remaja yang sedang menjalin hubungan percintaan, World Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan remaja sebagai orang yang berusia antara 15 dan 24 tahun, melakukan perilaku seksual pranikah (Yulianto, 2019). Mereka biasanya melakukan perilaku seksual seperti mencium pipi, berpegangan tangan, berpelukan, berhubungan seksual dan berciuman bibir.

Remaja laki-laki biasanya lebih berani untuk melakukan perilaku seksual dibandingkan dengan remaja perempuan, kenapa ya?

Hal ini dikarenakan remaja laki-laki mempunyai keberanian dan hasrat yang tinggi dibandingkan remaja perempuan, laki-laki juga tidak memperdulikan harga dirinya karena sudah ditutupi oleh hasrat, sedangkan remaja perempuan sangat peduli dengan harga dirinya, akibatnya, harga diri remaja perempuan tidak bisa menjadi alat ukur untuk tahapan perilaku seksual (Mayasari & Hadjam, 2000). Agama dan norma masyarakat yang berlaku di tempat tinggal remaja juga sangat berpengaruh untuk remaja dalam melakukan perilaku seksual, misalnya pasangan di daerah A kissing sudah menjadi hal yang biasa, tetapi bagi pasangan di daerah B kissing sudah dalam tingkatan yang tinggi dalam perilaku seksual.

Sumber Gambar: iStock, Credit: Karelnoppe

Remaja yang melakukan perilaku seksual didasarkan rasa ingin dimana tidak adanya pemaksaan, perilaku seksual tidak hanya dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan percintaan. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa pengguna internet tinggi dapat melakukan perilaku seksual lebih banyak daripada pengguna internet rendah. Ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa pengguna internet yang memiliki intensitas pengguna internet lebih besar memiliki waktu yang lama untuk mengakses situs web yang berisi konten pornografi. Penggunaan situs web yang berisi pornografi berlebihan dapat berdampak pada perilaku seksual pranikah remaja (Rohmadini et al., 2020).

Pola asuh orang tua dapat menyebabkan remaja melakukan perilaku seksual, Penelitian Setiyati membuktikan pola asuh otoriter orang tua dengan remaja yang melakukan perilaku seksual bersifat positif, semakin otoritatif pola asuh orang tua maka semakin besar kemungkinan anak melakukan perilaku seksual (Yulianto et al., 2022). Dimana pada pola asuh otoritatif anak ditekan untuk tunduk dan patuh kepada orang tua dan selalu diberi larangan oleh orang tuanya, tentu saja pola asuh ini dapat menimbulkan dampak negatif yaitu anak menjadi lebih pendiam dan cenderung menutup diri. Pola asuh otoritatif sangat bagus bagi anak dan orang tuanya dimana anak diberi kebebasan dengan adanya batasan dari orang tuanya, pola asuh ini dapat menimbulkan dampak negatif dimana anak mulai menyepelekan orang tua dan dapat melakukan perilaku seksual.

Jadi perilaku seksual dapat membuat hubungan menjadi erat, penelitian telah menunjukkan bahwa seks dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap dinamika hubungan romantis (Maxwell & McNulty, 2019). Penelitian ini menunjukkan bahwa seks memang dapat memainkan peran penting dalam membina kedekatan dan koneksi dalam suatu hubungan. Pasangan yang melakukan hubungan seksual akan menjadi lebih erat karena adanya ikatan emosional berupa, rasa saling percaya antara pasangan dan adanya rasa kebahagiaan dan kepuasan antara pasangan yang berhasil disalurkan melalui perilaku seksual, dapat memperkuat hubungan percintaan.

Sumber Referensi

Maxwell, J. A., & McNulty, J. K. (2019). No longer in a dry spell: the developing understanding of how sex influences romantic relationships. Current Directions in Psychological Science, 28(1), 102–107. https://doi.org/10.1177/0963721418806690

Mayasari, F., & Hadjam, N. (2000). Perilaku seksual remaja dalam berpacaran ditinjau dari harga diri berdasarkan jenis kelamin. Jurnal Psikologi, 2, 121–127.

Rohmadini, A. F., Egi, M., & Khansa, N. (2020). Perbedaan perilaku seksual pranikah antara remaja pengguna internet tinggi dan remaja pengguna internet rendah di Tangerang Selatan. Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara.

Yulianto, A. (2019). Premarital sexual behaviors: youth and romantic relationship. Proceedings of the 1st International Conference on Health, 25–28. https://doi.org/10.5220/0009562400250028

Yulianto, A. (2020). Pengujian psikometri skala guttman untuk mengukur perilaku seksual pada remaja berpacaran. Jurnal Psikologi, 18, 38.

Yulianto, A., Putri, A. A., & Moningka, C. (2022). Pengaruh pola asuh orang tua dan jenis kelamin terhadap perilaku seksual pada remaja berpacaran. Buletin Poltanesa, 23(1), 147–152. https://doi.org/10.51967/tanesa.v23i1.1054

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image