Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Haikal Wiranata

Eksplorasi Kedalaman Makna dan Keindahan Bahasa dalam Buku Puisi Hujan Bulan Juni

Sastra | Friday, 29 Dec 2023, 22:53 WIB

Puisi, sebagai salah satu genre di dalam karya sastra. Puisi bukan sekadar suatu bentuk tulisan, melainkan sebuah pernyataan inti yang mengandung kekayaan emosional, gagasan, dan imajinasi. Sebagai jenis sastra yang unik, puisi memperlihatkan sifat, struktur, dan konvensi-konvensi khusus yang menandainya sebagai wujud seni tulisan yang membedakan diri dari genre sastra lainnya.

Karakteristik yang terdapat dalam puisi menciptakan ruang ekspresif yang mendalam bagi penyairnya. Dengan struktur dan konvensi-konvensi yang khas, puisi menjadi sebuah sarana yang luar biasa untuk mengungkapkan perasaan, ide, dan imajinasi dengan cara yang sangat berbeda. Penyair dapat menggunakan puisi sebagai alat untuk menyampaikan pengalaman mereka menjadi kata-kata yang indah dan penuh makna.

Puisi itu selalu berkembang dari waktu ke waktu karena evolusi selera dan perubahan konsep keindahan (Riffaterre, 1978: 1). Maka dari itu puisi memiliki 2 arti yang berbeda dari pada masanya. Puisi menurut pengertian lama adalah Puisi itu karangan yang terikat, terikat oleh banyak baris dalam tiap bait (kuplet/strofa, suku karangan), banyak kata dalam tiap baris, banyak suku kata dalam tiap baris, rima dan irama (Wirjosoedarmo, 1984: 51). Dan Para penyair baru dalam era modern menghasilkan puisi tanpa mengikat diri pada aturan formal seperti yang umumnya diterapkan dalam puisi tradisional.

Meskipun demikian, pertanyaan muncul mengenai mengapa karya mereka masih disebut sebagai puisi. Jawabannya terletak pada pemahaman bahwa aturan formal hanyalah alat bantu untuk mencapai keindahan dalam puisi, bukan inti sebenarnya dari puisi itu sendiri. Penyair memiliki kebebasan untuk menulis dan menggabungkan elemen-elemen estetika yang mereka pilih. Elemen-elemen estetika ini dipilih dengan tujuan untuk mengekspresikan pengalaman batin mereka. Para penyair Angkatan 45 memilih sarana kepuitisan yang berupa diksi atau pilihan kata secara tepat, pilihan kata yang dapat memberikan makna seintensitas mungkin, yang dapat merontgen ke putih tulang belulang, kata Chairil Anwar (Jassin, 1978: 136).

Dalam masyarakat pengalaman menyukai puisi tidak selalu umum. Walaupun banyak orang menikmati keindahan puisi, tidak sedikit pula yang merasa kesulitan dalam memahami atau memberikan makna pada isi puisi. Oleh karena itu, kajian mendalam terhadap sebuah puisi menjadi langkah penting untuk memfasilitasi pemahaman dan penafsiran yang lebih baik.

Melalui kajian puisi, seseorang dapat memperoleh pandangan yang lebih mendalam terkait dengan struktur, gaya, dan makna yang tersembunyi di dalam setiap bait. Analisis terhadap puisi membantu membuka pintu wawasan, merinci makna-makna yang mungkin terlewatkan pada pembaca awam, dan meresapi keindahan serta kedalaman yang ingin disampaikan oleh penyair. Sehingga, kajian puisi tidak hanya menjadi langkah pendukung bagi para pecinta puisi, tetapi juga menjadi jalan untuk menjembatani kesenjangan pemahaman bagi mereka yang baru memasuki dunia puisi.

Seperti kalimat diawal puisi juga termauk kedalam karya sastra. Karya sastra sendiri memiliki arti yaitu suatu bentuk seni yang berkembang dari daya imajinasi yang melibatkan kehidupan sehari-hari dan seorang pengarang. Ini merupakan ekspresi kreatif seorang pengarang, yang menciptakan karya untuk menyampaikan ide dan gagasan yang berasal dari pengalaman hidupnya. Dalam proses penciptaannya, pengarang menggunakan bahasa sebagai bahan utama untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan pandangannya terhadap berbagai aspek sosial yang menjadi bagian dari realitasnya.

Menurut beberapa jurnal Karya sastra adalah sebuah kreativitas dari seorang pengarang dalam mengungkapkan sebuah ide, gagasan, pikiran, dan perasaan yang ada pada dirinya, sehingga menjadi sebuah karya sastra yang penuh inspirasi dan makna (Saprudin, 2022:20). Sedangkan menurut Istiqomah (Istiqomah, 2014:1), karya sastra adalah pengejawantahan kehidupan, hasil pengamatan sastrawan atas kehidupan sekitarnya.

Karya sastra bukan hanya sekadar susunan kata-kata, melainkan juga suatu wujud seni yang menggambarkan kerumitan pikiran manusia dan memberikan dimensi tambahan pada interpretasi realitasnya. Melalui penggunaan bahasa, pengarang mampu menciptakan suatu dunia imajiner yang memungkinkan pembaca atau pendengar untuk merasakan dan memahami pengalaman yang disampaikan dalam karya tersebut.

Bahasa, sebagai alat ekspresi utama, menjadi jembatan antara pikiran pengarang dan pemahaman pembaca. Dengan kata-kata yang dipilih dengan cermat, pengarang mencoba menggambarkan nuansa emosional, keindahan, atau kekacauan yang terdapat dalam realitas sosialnya. Selain itu, karya sastra juga dapat menjadi cermin sosial yang merefleksikan berbagai aspek kehidupan, memberikan sudut pandang yang unik terhadap berbagai isu atau peristiwa yang terjadi.

Karya sastra memiliki beberapa genre seperti puisi, pantun, dongeng, novel, cerpen atau cerita pendek. Dapat disimpulkan bahwa karya sastra adalah sebuah karya seni yang lahir dari ide, pemikiran, dan pengamatan keadaan sekitar dari para penciptanya. Dengan menggunakan kreativitas serta imajinasi pengarangnya. Buku kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Jokopranomo juga salah satu karya sastra yang bergenre puisi.

Karya sastra juga dapat menumbuhkan karya seni budaya kreatif lainnya. Karena sastra tidak hanya memiliki nilai estetika tapi memiliki nilai inspiratif yang memicu kreativitas dalam seni budaya lainnya. Hal seperti ini sangat sering terjadi jika berada di lingkungan atau komunitas yang bergerak dalam dunia Sastra. Seperti salah satu Komunitas terbesar dan eksis yang berada di Jakarta yaitu Salihara. Komunitas Sastra Salihara, merupakan komunitas sastra yang paling produktif menjalankan program-program yang telah disusunnya. Banyak macam program yang telah komunitas ini jalankan berupa pertunjukan (performance), pameran (exhibition), dan juga studi mengenai seni dan budaya. Oleh karena itu, lingkungan yang berkembang di dunia sastra memiliki potensi besar untuk menginspirasi dan menumbuhkan kreativitas dalam seni budaya lainnya.

Dalam dunia sastra, ide-ide baru dan perspektif unik seringkali muncul, memberikan dorongan bagi seniman dan budayawan untuk menciptakan karya-karya yang inovatif dan mencerminkan kekayaan ekspresi manusia. Sebagai hasilnya, interaksi antara sastra dengan bentuk seni budaya lainnya dapat menciptakan kolaborasi yang produktif dan menghasilkan karya-karya seni yang mendalam dan beragam. Hal itu juga ditegaskan oleh (Putera Manuaba, 2019;37-47) bahwa komunitas sastra yang eksis, tidak hanya memproduksi karya sastra, melainkan juga memproduksi karya-karya lain, serta aktivitas seni budaya kreatif lainnya

Puisi Hujan Bulan Juni adalah karya dari Sapardi Djoko Damono yang ditulis pada tahun 1989. Setelah beberapa tahun, karya ini diterbitkan oleh Grasindo pada tahun 1994 dan dicetak ulang pada tahun 2013 sebagai buku kumpulan puisi (versi 1994 yang diperkaya dengan sajak-sajak dari tahun 1959). Selain itu, puisi Hujan Bulan Juni juga diadaptasi menjadi musik oleh Duet Reda Gaudiamo dan Ari Malibu dalam album berjudul Hujan Bulan Juni (1990). Tak hanya berhenti di sana, puisi ini juga diubah menjadi komik oleh Mansyur Daman. Kemudian, dengan kreativitas Sapardi Djoko Damono, puisi ini berubah menjadi sebuah novel yang diberi judul Hujan Bulan Juni, disingkat sebagai HBJ. Novel HBJ pertama kali diterbitkan pada Juni 2015 oleh Gramedia, dan buku setebal 135 halaman ini telah menjadi topik hangat dalam dunia sastra, terutama dalam konteks transformasi karya. Pada tahun 2017, Hujan Bulan Juni mengalami transformasi lagi menjadi film layar lebar yang disutradarai oleh Reni Nurcahyo dan Hestu Saputra.

Keindahan dalam makna puisi bisa bervariasi tergantung pada pendapat pembaca. Ada yang mungkin merasa bahwa rangkaian kata dalam sebuah puisi sangat indah, sementara pembaca lain mungkin berpendapat sebaliknya, bahwa puisi tersebut tidak menarik. Bahkan, ahli sastra pun bisa memiliki pandangan yang berbeda tentang keindahan atau estetika suatu karya, terutama ketika membahas puisi. Puisi, sebagai bentuk karya sastra, mengandung sejumlah kata-kata yang bisa diartikan dengan berbagai makna. Oleh karena itu, keindahan yang terdapat dalam suatu puisi tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang mutlak atau pasti. Hal ini berlaku juga untuk puisi "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono, sebuah puisi yang sering dikutip dan bahkan dijadikan bagian dari undangan pernikahan.

Sajak-sajak Sapardi merupakan sajak yang lembut dan sederhana Kekuatannya terletak dalam kesederhanaan liris dalam menyajikan masalah manusia yang universal. Kata-kata biasa, sehari-hari, ditangan Sapardi menghasilkan metafor baru, juga imaji lembut dan indah. Inilah yang menjadi kekhasan Sapardi, dengan gaya bahasa yang digunakannya Sapardi mampu menyajikan adegan-adegan dramatis karena benda-benda yang biasa kita pandang sebagai benda mati bisa melakukan dialog dan tindakan. Seperti yang terdapat dalam puisinya yang berjudul Percakapan Malam Hujan. Gaya bahasa personifikasi yang digunakan dalam puisi ini sangat menarik

Berikut adalah interpretasi penulis untuk puisi Hujan Dalam Komposisi,. Hujan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai titik-titik air yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa hujan adalah sebuah proses atau dalam ilmu pengetahuan alam hujan dijelaskan sebagai sebuah siklus. Penulis mencoba menerjemahkan puisi ini dengan menghubungkan makna dari hujan yang berarti siklus dengan sebuah siklus yang lain yang memiliki kesamaan esensi. Kalau hujan adalah sebuah siklus yang diawali dari proses penguapan di bumi akibat panas matahari, sehingga uap terkumpul di udara lalu mengalami pemadatan kemudian membentuk awan lalu bergerak akibat hembusan angin dan selanjutnya membeku hingga pada akhirnya mengalami presipitasi yang disebut jatuhnya air ke bumi dan terjadi hujan. Maka penulis menghubungkan siklus tersebut dengan siklus kehidupan yang seperti roda berputar Kadang posisinya di atas kadang di bawah. Sama halnya dengan hujan yang berawal dari bumi kemudian mengudara dan kembali lagi ke bumi

Hujan Bulan Juni dapat dipandang sebagai isyarat bahwa pertentangan atau paradoks bagi Sapardi Djoko Damono juga menjadi kekuatannya yang khas. Hal ini tercermin dari pemakaian kata-katanya yang begitu sederhana, namun menyimpan makna yang begitu mendalam. Hujan Bulan Juni adalah sebuah paradoks. Mengapa demikian? Berikut adalah tafsiran sederhana makna denotatifnya. Secara tekstual hujan bulan Juni adalah hujan yang turun di bulan Juni. Di Indonesia, bulan Juni adalah bukan musim penghujan, melainkan musim kemarau (meskipun untuk saat ini, hal ini bisa saja terjadi karena adanya efek global warming), tapi mengapa bulan yang tidak produktif dengan hujan malah disebut Hujan Bulan Juni? Inilah letak paradoks itu, di mana terdapat pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. (

Windusari, 2014)

Daftar Pustaka

Manuaba, Ida Bagus Putera (2019). Komunitas Sastra, Produksi Karya, dan Pembangunan Karakter. https://e-journal.unair.ac.id/MOZAIK/article/view/10563

Windusari, T. (2014). Gaya bahasa kumpulan puisi hujan bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama.

Darmadi, D. M. (2018). Semiotika dalam Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono. Jurnal Membaca Bahasa dan Sastra Indonesia, 3(1), 1-8.

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. London: Indiana of University

Press.

Wirjosoedarmo. 1984. Pengantar Bahasa dan Sastra. Jember: PT

Intan.

Pradopo, R. D. (1978). Pengertian, hakikat, dan fungsi puisi. Modul, 1, 1-42.

Purnomo, M. H., & Kustoro, U. (2018). Transformasi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 13(2), 329-340.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image