Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Pinkan Maliha Yasmin

Problematika Penipuan Penggalangan Dana

Kabar | 2023-12-29 22:38:18

Pernahkah kamu bertemu mahasiswa yang meminta waktumu sebentar untuk membeli voucher atau minumannya dengan dalih penggalangan dana peduli kanker atau autis? Orang-orang tersebut biasa berkeliling di sekitar kita, seperti di lingkungan pendidikan atau universitas, kemudian ke tempat-tempat umum seperti stasiun kereta, mall, terminal, ataupun bandara. Namun, ternyata Gramedia pun dijamah oleh mereka untuk meraih keuntungan.

Tahukah kalian bahwa penggalangan dana tersebut tidak selalu benar, dan beberapa justru melakukannya sebagai sarana penipuan? Oknum-oknum mengatasnamakan penyakit-penyakit tersebut untuk memunculkan rasa iba pada diri kalian agar membeli produk yang mereka jual. Produk tersebut berbagai macam jenisnya, ada yang berbentuk makanan seperti coklat dan kurma, atau minuman seperti kopi, serta voucher restoran yang tidak bisa terpakai. Mereka menjual produk-produknya dengan harga yang fantastis, mulai dari Rp.50.000 hingga Rp. 200.000 per produknya.

“Saat itu welcome saja karena saya pikir uangnya akan bermanfaat untuk orang lain,” ujar Adistia Fadhillah, yang merupakan korban penipuan penggalangan dana ini bahkan sebanyak tiga kali.

Adis yang memiliki hati yang baik dan memiliki karakter yang dermawan, tentu akan langsung membeli produknya dan berkeinginan untuk membantu anak yang berkebutuhan khusus atau yang terjangkit kanker, tanpa ia ketahui bahwa kebaikannya justru dimanfaatkan oleh penipu yang tidak bertanggung jawab.

“Saat itu saya sedang menunggu, kemudian datang dua orang, perempuan dan laki-laki, datang dan memperkenalkan diri dan menjelaskan kalau sedang mengumpulkan dana bantuan anak-anak pengidap kanker. Ditawari untuk ikut berdonasi dan dijelaskan kalau nanti akan dapat buku kecil berisi diskon di berbagai resto, cafe, dan hotel di daerah Bandung. Tapi ternyata ada minimal dana untuk donasinya. Ga inget pastinya, tapi sekitar Rp.100.000 sampai Rp. 150.000. Selain menerima secara cash, mereka juga terima melalui transfer bank. Selesai berdonasi juga diminta untuk foto.” Jelas Adis mengenai kronologinya.

Gramedia Kota Bandung

Penelusuran kemudian dilakukan di beberapa spot yang diduga sebagai sarang terjadinya penipuan tersebut. Di Gramedia Kota Bandung, ditemukan dua penipu perempuan yang sedang menawarkan vouchernya. Voucher tersebut ditawarkan dengan harga Rp.150.000, kemudian mereka terus menerus memuji calon korban dengan mengatakan cantik atau baik, sehingga mampu menarik perhatian dan meluluhkan hati korban. Pelaku pun menunjukkan akun media sosial komunitasnya agar mendapatkan keyakinan dari korbannya.

Namun, menurut kesaksian dari satpam atau pihak keamanan di Gramedia, ia mengaku bahwa dirinya justru tidak pernah melihat pelaku penipuan tersebut disana. Padahal cukup jelas dan sudah banyak korban penipuan tersebut yang terjadi di Gramedia.

Nggak pernah ada, Neng, disini mah. Nggak ada yang kaya gitu.” Ujarnya.

Namun untungnya untuk saat ini beberapa satpam di kawasan tertentu telah mengawasi dan cukup melarang adanya aktivitas penipuan tersebut, salah satunya di stasiun Kereta Api Bandung. Pihak keamanannya menyatakan bahwa banyak penumpang yang terganggu kenyamanannya, maka dari itu saat ini tim keamanan stasiun Kereta Api Bandung telah melarang dan mengusir komunitas tersebut jika memasuki daerah keamanannya.

Kurangnya ketegasan dari pihak keamanan dan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai macam-macam penipuan adalah salah satu alasan mengapa penipuan ini masih menjamur dan bergerak bebas hingga saat ini. Adis sendiri sebagai korban berharap agar pihak keamanan mampu lebih tegas dan lebih ketat dalam mengawasi penipuan semacam ini di daerah keamanannya.

“ Harapannya petugas keamanan dimanapun dapat lebih aktif lagi mengamati dan menjaga orang-orang dari aktivitas-aktivitas yang terindikasi penipuan.” Tuturnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image