Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image azim hanif

Pemikiran Politik Islam Hasan al-Banna

Pendidikan dan Literasi | Wednesday, 27 Dec 2023, 19:56 WIB
Hasan al-Banna

Hasan al-Banna dilahirkan di Desa al-Mahmudiyah yang berada di wilayah al-Bahirah, di kawasan pedalaman Mesir, pada bulan Sya'ban 1324 H, bertepatan dengan bulan September 1906 M. Daerah kelahiran Hasan al-Banna dikenal sebagai daerah delta. Ayahnya bernama Syekh Ahmad Abdur Rahman al-Banna, seorang ulama yang hafal Al-Quran, Keulamaan ayahnya dikenal juga dalam bidang ilmu Hadis. Selain itu, dalam tugas kemasyarakatan, ayahnya dikenal sebagai imam masjid serta pegawai syariah di desanya.

Masa kecil Hasan al-Banna dilalui dengan belajar tahfizh Al-Quran yang dipelajari langsung melalui ayahnya. Ayahnya yang banyak memberikan pendidikan dasar keagamaan kepada Hasan al-Banna. Demikianlah suasana keberagamaan yang meliputi Hasan al-Banna dalam pendidikan ayahnya. Sementara itu, pendidikan dasar formal dilalui Hasan al- Banna di Madrasah Diniyah al-Rashad. Madrasah tersebut dikelola oleh pemerintah. Pada usia 12 tahun, ia pernah menyaksikan praktik zikir Tarekat al-Hasafiyah dan menangkap kesan tentang kelapangan hati dan kesalehan orangtua serta kerendahan hati orang muda. Sejak itu nama Syekh Hasafiyah, guru Tarekat tersebut, melekat kuat di dalam hatinya.

Ikatan al-Banna dengan Tarekat Hasafiyah menanamkan pengaruh dalam dirinya, betapa erat hubungan antara pemimpin dengan pengikutnya. Dalam memoarnya, dia menguraikan bagaimana salah seorang guru pertamanya mengajarkan kepadanya cara menilai ikatan spiritual dan emosi yang dapat tumbuh antara murid dan guru. Berkat hubungannya dengan sufi dia senantiasa menghargai tasawuf, selama hal tersebut tidak mengandung bid'ah yang menurut Muslim skripturalis sering mengotori praktik dan keyakinan sufi. Al-Banna tidak pernah mengutuk tasawuf, tetapi justru menyerukan perubahan sufi yang salah jalan dan menyerukan pembersihan sufi dari noda.

Sikap Hasan al-Banna seperti ini menyebabkan Azyumardi Azra menegaskan bahwa Hasan al-Banna adalah kulminasi dari neo-Salafisme. Analisis tersebut didasarkan kepada kemampuan Hasan al-Banna dalam meneguk semangat Salafisme yang dikemas dengan gaya yang tidak kuno. Sementara itu, sikapnya tidak mudah mengutuk tasawuf serta kemampu annya merumuskan bahasa tasawuf dalam konteks kekinian menyebabkan Hasan al-Banna dapat juga disebut sebagai seorang neo sufi.

Dasar pendidikan formal yang diterimanya di Madrasah al-Rashad dilanjutkan ke Madrasah al-Idadiyah di al-Mahmudiyah. Selanjutnya, la melanjutkan pendidikannya ke Dar al-Mu'allimin di Damanhur pada tahun 1920. Di sekolah inilah ia menyelesaikan hafalan Al-Quran yang telah dimulai sejak bersama ayahnya. Pada waktu itu ia belum genap berusia 14 tahun.

Pada tahun 1923, Hasan al-Banna melanjutkan pendidikan formalnya ke Sekolah Tinggi di Dar al-Ulum, Kairo, Sekolah ini bertujuan untuk membina guru agama. Selama belajar di Kairo, keterlibatannya dengan Tarekat Hasafiyah tidaklah terputus, la tetap terlibat dengan tarekat ini melalui cabang Kairo. Namun salah satu hal yang menarik diperhatikan adalah bahwa selama di Kairo, Hasan al-Banna banyak terlibat dengan perkembangan pemikiran atau situasi politik yang sedang melanda Mesir.

Ketika itu, Mesir sedang mengalami ketidakmenentuan politik. Itu ditandai dengan selalu terjadinya pertikaian antara kelompok-kelompok politik yang ada. Persoalan lain adalah westernisasi yang mencengkeram begitu kuat. Dalam situasi itulah pematangan pikiran Hasan al-Banna berproses.

Pada masa remaja al-Banna, Dunia Islam sedang mengalami stagnasi kepemimpinan khilafah, yaitu Kerajaan Turki Usmani tidak lagi mampu menjalankan roda pemerintahan yang stabil. Situasi memuncak dengan runtuhnya khilafah Turki Usmani dan diproklamasikannya Republik Turki modern sekuler oleh Mustafa Kemal Ataturk pada tanggal 2 Maret 1924 M atau bertepatan 26 Rajab 1342 H.

Justru dari persoalan khilafah ini, maka dapat dilihat bahwa persoalan mendasar yang terjadi di Dunia Islam adalah terjadinya disintegrasi pemahaman dan pengalaman di Dunia Islam. Masyarakat Muslim terpesona dengan bentukan budaya Barat. Dalam struktur pemerintahan itu dapat dilihat secara nyata pada kasus Turki, di mana terjadi upaya untuk menggeser hukum Allah dan menggantikannya dengan hukum wadh'iy (buatan manusia).

Hal ini tentu tidak dapat diterima oleh Muslim tradisional. Hasan al-Banna sendiri berada pada posisi yang menolak hukum bentukan manusia. Hal-hal yang banyak mendasari pemikirannya dari sudut politis adalah bahwa Dunia Islam berada dalam belenggu kolonialisme. Mesir sendiri ketika itu berada dalam belenggu kolonialisme Inggris. Hal ini berdampak pada kondisi sosial budaya Mesir dan banyak mengikis budaya masyarakat Mesir yang islami. Dalam pandangan al-Banna sendiri, para ulama Mesir tidak mampu membendung arus pasang peradaban Barat yang melanda Islam. Hal itu menurutnya menyebabkan munculnya gerakan putus asa yang mendirikan "Partai Politik Munafik", karena mereka bukannya dimotivasi oleh semangat memerdekakan diri dari Inggris melainkan sebaliknya memberikan loyalitas pada Inggris. Partai-partai yang dimaksudnya adalah Partai al-Wafd yang menolak dakwah al-Jama’ah al-Islamiyah, Partai al-Ahrar al-Dusturiyah, serta Partai al-Sa’diyyah.

Kondisi di atas menyebabkan hilangnya wibawa politik umat Islam. Al-Banna memikirkan perlunya gerakan penyadaran umat. Untuk itu, ia memerlukan orang yang sepaham dengannya. Al-Banna menemukan orang sependapat dengan dia di Dar al-Ulum al-Azhar, Sekolah Tinggi Hukum dan perpustakaan Salafiyah. Salah seorang kenalan barunya adalah ulama al-Azhar, Syekh Yusuf al-Dajwi, yang mendirikan organisasi yang dimaksudkan untuk kebangkitan Islam. Kepada al-Barına dia mengatakan bahwa keselamatan individu hanya dapat diharapkan dengan berpegang pada Islam.

Gagasan pertama al-Banna untuk program aksi melibatkan pembentukan organisasi yang dipimpin oleh ulama yang akan mengilhami kebangkitan Islam. Dia menerima tanggapan simpatik dari Muhibuddin al-Khatib, pembaru Suriah yang mengelola perpustakaan-perpustakaan Salafiyah, menerbitkan jurnal mingguan untuk pembaruarı Islam yang bernama al-Fath dan ikut mendirikan Asosiasi Pemuda Muslim (YMMA).

Hal lain yang memengaruhi pemikiran al-Banna adalah realitas situasi ekonomi dan sosial di Mesir. Akibat penjajahan Inggris, kondisi rakyat Mesir mengalami kesemrawutan. Muncul kesenjangan antara golongan kaya dan miskin. Sementara itu di bidang sosial muncul degradasi sosial dan moral. Pemuda dan rakyat Mesir pada umumnya sudah meninggalkan ajaran Islamnya dan silau terhadap capaian peradaban Barat yang dibawa Inggris. Itulah situasi politik yang kemudian menggugah al-Banna untuk aktif dalam kegiatan penyadaran umat Islam.

Menjelang akhir studinya di Kairo, al-Barina menyusun memorinya pada tahun 1927. Sementara itu, pelajaran berharga yang didapatnya selama belajar di Kairo adalah kemampuan mengorganisasi massa dan mengerahkan mereka dalam kegiatan penyadaran umat melalui khotbah di masjid sampai ke kedai kopi.

Pada tahun 1928, ia mendirikan organisasi al-Ikhwan al-Muslimun yang memiliki kemiripan dengan gerakan YMMA. Al-Banna mendirikan organisasi ini karena tidak puas terhadap YMMA yang hanya terjebak pada persoalan politik. Dalam memimpin al-Ikhwan, ia memadukan konsep guru sosial dengan guru sufi. Sebagaimana pernyataannya bahwa guru sufi memiliki keterbatasan pengaruh di masyarakat, sementara guru sosial tidak. Justru itulah yang harus dipadukannya.

Tujuan final yang digarisi oleh Ikhwan pembentukan Khilafah (negara) yang terdiri dari kesatuan negara-negara Muslim yang merdeka dan berdaulat. Azyumardi Azra mengatakan, "Kekhalifahan ini harus didasarkan sepenuhnya pada ajaran Al-Quran. Tujuan kekha- lifahan adalah untuk mencapai keadilan sosial dan menjamin kesempatan yang memadai bagi semua individu Muslim. Meski menekankan kesamaan dan keadilan, Hasan al-Banna menentang keras "perjuangan kelas" ala Marxisme.

Namun sebagai suatu gerakan, al-Ikhwan juga mengalami masa fitnah. Pada tahun 1948, al-Ikhwan dibubarkan oleh Pemerintah Mesir. Pembubaran itu berawal dari kesenjangan koordinasi gerakan ini dengan Pemerintah Mesir ketika itu. Puncaknya adalah terbunuhnya al-Banna pada 14 Rabi’ul Akhir 1367 H, bertepatan dengan 12 Februari 1949 M.

Hasan al-Banna banyak menuliskan pemikirannya dalam bentuk buku ataupun risalah. Di antaranya: al-'Aqâ id, Ushül al-'Isyrin, Majmű át al-Rasail. Kitab yang terakhir ini memuat beberapa makalah atau risalah yang ditulisnya, yang ditujukan secara khusus buat kepentingan al-Ikhwan. Ketiga buku ini merupakan buku-buku utama yang menjadi panduan bagi pengikut al-Ikhwan sampai sekarang.

Hasan al-Banna sebenarnya bukan seorang pemikir yang menelurkan gagasan-gagasan keislamannya melalui konsep-konsep yang teoretis. la menelurkan pemikirannya langsung dalam bentuk gerakan. Oleh karena itu, karakteristik pemikirannya hanya dapat dilihat dengan jelas dengan memahami pola gerakan Hasan al-Banna. Corak dari gerakan Hasan al-Banna difokuskan pada menghidupkan hakikat iman kepada Allah SWT., iman kepada hari kiamat, dan memelihara dengan sungguh-sungguh segala yang diturunkan dari Allah SWT.

Dengan demikian, terlihat bahwa sebenarnya karakteristik pemikiran Hasan al-Banna adalah bercorak salafiyah. Ia mengikuti manhaj (metode) yang dipakai oleh kalangan salaf yang menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman ilmiah dan amaliah.

Daftar pustaka

Azyumardi, A. (t.th). Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme Modernisme Hingga Post Modernisme. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina.

Muhammad Iqbal, A. H. (2013). Pemikiran Politik Islam . Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP.

Nasution, H. (t.th). Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image