Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Absarina Marsya Sabrina

Keironisan dalam Semangkuk Sup

Kuliner | Wednesday, 20 Dec 2023, 15:55 WIB

Di dunia ini mungkin tidak ada orang yang tidak menyukai hidangan sup. Sup dikenal sebagai hidangan yang mudah dicerna dan berkhasiat, bahkan beberapa orang menjadikan sup sebagai comfort food mereka. Dapat diketahui bahwa hidangan sup banyak sekali jenisnya, mulai dari soto ayam yang berasal dari Indonesia sampai tom yum yang berasal dari Thailand, kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan hidangan lezat tersebut. Namun, apakah kalian tahu bahwa ada beberapa tempat yang menjual dan menyajikan sup yang berisi sirip hiu? Sup sirip hiu diketahui merupakan hidangan asal Tionghoa yang biasanya disajikan saat acara-acara seperti perjamuan atau pernikahan. Memang mengejutkan dan membingungkan bagi beberapa orang yang baru mengetahui adanya hidangan tersebut. Mengapa menjadikan sirip hiu sebagai bahan dari hidangan sup?

20 Hidangan Sup Terbaik di Dunia Pada Tahun 2022. Foto : seasia

Hidangan sup sirip hiu mungkin tidak asing lagi bagi kaum kelas atas di beberapa negara. Walaupun harganya terbilang sangat mahal, masih ada orang yang tidak ragu untuk membelinya. Hal itu dikarenakan mereka percaya bahwa sup sirip hiu memiliki khasiat tertentu, diantaranya adalah menghaluskan kulit, menambah energi, mencegah penyakit hati, serta mengurangi kolesterol. Namun nyatanya itu semua tidak benar. Khasiat dari sup sirip hiu tersebut hanyalah mitos belaka, bahkan tidak ada satupun peneliti yang memberikan kejelasan khasiat dari sirip hiu itu sendiri.

Ilustrasi hidangan Sup Sirip Hiu. Foto : Thermos

Fakta yang lebih mengejutkannya adalah daging hiu ternyata mengandung banyak zat yang berbahaya bagi tubuh. Seperti yang dikatakan dr. Sepriani Timurtini Limbong, hiu adalah hewan yang berada di posisi tertinggi dalam rantai makanan. Oleh karena itu, hiu memiliki kemungkinan mengonsumsi banyak racun yang terakumulasi di dalam tubuh mangsa-mangsanya. Salah satu racun yang terkandung dalam daging hiu adalah merkuri. Memang benar bahwa hampir semua ikan dan hidangan laut mengandung merkuri dan hiu termasuk ke dalam kelompok hewan laut yang mengandung kadar merkuri tinggi. Paparan merkuri dari mengonsumsi hidangan yang mengandung merkuri tinggi seperti sirip hiu dapat menyebabkan masalah kesehatan serius. Beberapa diantaranya adalah gangguan persarafan, gangguan perkembangan janin, masalah kulit, masalah ginjal, dan bahkan sampai penyakit degeneratif otak.

Ilustrasi Merkuri dalam Rantai Makanan. Foto : Infografik - Dicky

Dapat kita pahami bahwa mengonsumsi sirip hiu sangat berdampak buruk bagi tubuh manusia. Di sisi lain, hal itu juga merugikan hiu. Karena ada oknum atau kelompok yang melakukan perburuan sirip hiu untuk kepentingan pribadinya. Mungkin kalian berpikir bahwa itu hal yang wajar selayaknya nelayan yang menangkap ikan-ikan di laut untuk diperjualbelikan dan dijadikan banyak jenis hidangan yang tidak asing bagi kita. Namun sayangnya, perburuan sirip hiu bukan hal yang dapat kita remehkan. Para pemburu sirip hiu melakukan hal yang sangat kejam bagi hiu, mereka menangkap hiu, memotong siripnya secara langsung atau hidup-hidup, lalu dengan teganya melepaskan hiu tersebut kembali ke lautan.

Para pemburu sirip hiu mendapat keuntungan yang sangat banyak karena menjual sirip hiu dengan harga yang tinggi. Di saat para pemburu mendapat keuntungan, banyak hiu yang dilepaskan di laut setelah kehilangan siripnya mendapatkan kerugian yang sangat besar. Karena dengan melepaskan hiu tanpa siripnya ke laut lepas dapat membuat mereka tidak bisa bertahan hidup di habitatnya, sehingga lambat laun mereka pun akan kehilangan nyawanya. Hal ini membuat populasi hiu terus menurun dan dapat menyebabkan keseimbangan ekosistem laut terganggu.

Foto Seekor Hiu yang Telah Diambil Siripnya. Foto : BAWA

Sharks Research Institute memperkirakan setidaknya ada 73 hingga 100 juta hiu yang mati setiap tahunnya karena diambil siripnya. Beberapa jenis hiu berperan seabagai predator puncak dalam rantai makanan di ekosistem laut dan keberadaan mereka pun berguna bagi keseimbangan ekosistem laut, karena hiu memiliki kecenderungan untuk memangsa ikan-ikan yang sakit, tua, atau lemah untuk mengurangi tersebarnya penyakit di dalam suatu ekosistem lautan. Gangguan keseimbangan ekosistem laut akibat populasi hiu yang menurun tidak hanya berdampak bagi lingkungan, kesejahteraan nelayan ikan kecil dan udang juga dapat terpengaruhi. Hal ini dikarenakan dengan hilangnya hiu dari rantai makanan dapat menyebabkan proses reproduksi ikan berukuran sedang yang merupakan mangsa dari hiu meningkat sehingga menyebabkan krisis populasi ikan yang ada di bawah rantai makanannya. Lantas mengapa masih ada kelompok tertentu yang memburu sirip hiu?

Foto Proses Pemotongan Sirip Hiu. Foto : Istimewa

Direktur Program MSC Indonesia, Hirmen Sofyanto mengatakan bahwa “Untuk memperkuat persyaratan MSC lebih lanjut, semua perikanan yang melibatkan perikanan hiu akan diwajibkan memiliki kebijakan sirip yang melekat secara alami (Fin Naturally Attached/FNA), tanpa pengecualian.” Dengan adanya kebijakan terkait larangan perburuan sirip hiu, telah terjadi perubahan dalam cara menangkap ikan dan mengelola sumber daya laut. Walaupun tentunya belum dapat berubah secara menyeluruh, hal tersebut sudah sepatutnya kita syukuri.

Mulai dari perburuan sirip hiu dalam proses pengumpulan bahan, sampai dengan menjadikannya hidangan yang siap dikonsumsi, sup sirip hiu sudah menimbulkan banyak dampak negatif untuk berbagai pihak. Dalam hal ini, menghindari mengonsumsi hidangan yang terkandung sirip hiu merupakan jalan terbaik yang perlu kita ambil. Mungkin terlihat sepele bagi beberapa pihak, namun kita harus selalu waspada terhadap hal ini agar kesehatan kita tetap terjaga dan di sisi lain dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem lautan serta kesejahteraan nelayan ikan kecil dan udang.

 

 

 

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image