Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ery chandra

Riba dalam Kegiatan Pasar

Eduaksi | Wednesday, 05 Jan 2022, 12:22 WIB

Umum kita jumpai dalam kegiatan pasar terjalan transaksi jual beli barang, sayur-mayur, perabotan rumah tangga, dan segala kebutuhan yang di perlukan oleh masyarakat. Dari judul yang di pilih tentang Riba dalam kegiatan pasar ialah penyampaian dari penulis tentang hukum riba dalam kegiatan di pasar (Muamalah). Dalam hal ini penulis mengajak pembaca sama-sama belajar untuk memahami hukum riba maupun dalam hal mencegah nya.

Sejarah Riba

Sejarah awal timbul hukum riba yaitu Orang Yahudi yang mengharamkan riba sesama mereka tetapi menghalalkannya jika dilakukan pada pihak lain. Hal inilah yang mendorong umat Yahudi memakan riba dari pihak lain dan menurut Al-Qur'an perbuatan semacam ini dikatakan sebagai hal memakan riba. Menurut Muhammad Assad, dalam The Message of the Qur'an dinyatakan, bahwa setelah dibebaskan oleh Nabi Musa SAW. dari belenggu perbudakan Fir'aun, bangsa Yahudi mendapatkan berbagai kenikmatan hidup. Tetapi sesudah itu, terutama setelah masa Nabi Isa SAW., bangsa Yahudi mengalami malapetaka dan kesengsaraan dalam sejarah mereka. Salah satu sebabnya adalah karena mereka suka menjalankan praktek riba dan memakan harta manusia secara batil. Dalam kitab orang yahudi sendiri (Taurat dan Zabur) telah dilarang praktek-praktek riba. Allah SWT. berfirman,

"Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih." (QS.An-Nisa: 160-161)

Pengertian

Secara etimologi, kata "ar-riba" bermakna zada wa nama', yang berarti bertambah dan tumbuh. Dalam Al-Qur'an, kata "ar-riba" beserta berbagai bentuk derivasinya disebut sebanyak dua puluh kali, delapan diantaranya berbentuk kata riba itu sendiri, kata ini digunakan dalam al-qur'an dengan bermacam-macam arti, seperti tumbuh, tambah, menyuburkan, mengembang, dan menjadi besar dan banyak. Sedangkan secara terminologi, riba secara umum didefinisikan sebagai melebihkan keuntungan (harta) dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi jual beli (muamalah) atau pertukaran barang yang sejenis dengan tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan tersebut.Yang mana termaktub dalam sejarah awal haramnya riba dari kaun yahudi yang melakukan kegiatan riba dengan pihak lain (selain kaum yahudi) melebihkan keuntungan yang bukan untuknya.

Dasar Hukum

Berikut ini adalah dasar hukum riba, Allah SWT berfirman:

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Al Baqarah: 275).

Pada ayat di atas telah jelas dasar hukum riba adalah haram. Yang mana dari sejarah orang yahudi terdahulu yang melakukan transaksi menguntungkan lebih untuk dirinya namun merugikan besar untuk konsumennya yang termasuk perbuatan dzolim.

Sedangkan dasar hukum riba dari hadist yang diriwayatkan Ahmad yang artinya: "Dari Sa’id bin Zaid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: “Sesungguhnya riba yang paling buruk adalah merusak kehormatan seorang muslim tanpa hak, dan sesungguhnya rahim dijalinkan oleh Ar Rahman, barangsiapa yang memutuskannya niscaya Allah mengharamkan baginya syurga.” (Ahmad, bab Musnad Said bin Zaid, no 1564).

Pada dalil hadist yang di riwayatkan Ahmad pula menerangkan tentang haramnya riba ialah memakan hak orang lain (Riba).

Dalam kegiatan pasar seperti kegiatan jual-beli pasti ada yang berbau riba. Contoh hal-hal yang menimbulkan riba dalam kegiatan pasar ialah seperti pedagang yang mengubah takaran timbangannya maupun pula seperti pedagang yang mengambil untung yang tidak sewajarnya.

Kesimpulan

Hukum riba muncul pada sejarah awal orang Yahudi, dimana orang Yahudi yang mengharamkan riba sesama mereka tetapi menghalalkannya jika dilakukan pada pihak lain. Secara etimologi, kata "ar-riba" bermakna zada wa nama', yang berarti bertambah dan tumbuh. Sedangkan secara terminologi, riba didefinisikan sebagai melebihkan keuntungan (harta) dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi jual beli (muamalah) atau pertukaran barang yang sejenis dengan tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan tersebut. Dalam al Qur’an surah An-Nisa ayat 160-161 itu menjelaskan mengenai riba. Adapun yang menjelaskan mengenai dasar hukum riba yaitu surah Al-Baqarah ayat 275. Salah satu contoh riba dalam kegiatan pasar yakni ada pada kegiatan jual-beli seperti contoh yang sudah dijelaskan di atas.

Saran

Saran yang bisa penulis sampaikan dari hal konteks Riba dalam kegiatan pasar ialah kita harus lebih lagi bijak baik jadi pedagang maupun pembeli , bagi pedagang haruslah bisa menerapkan perdagangan yang baik sesuai tuntunan dari Nabi kita Muhammad SAW penerapan mualamah nya , ingat bahwasannya berlaku curang seperti menyetel timbagan yang tidka akurat dan juga yang menjual barang dagangan nya tidak sesuai dengan harga jual yang tidak umumya (mengambil untung sangat besar) , perbuatan tersebut termasuk dzolim dan Haram (Dosa) pabila kita mengamalkan nya sama halnya kita termasuk orang2 Yahudi bodoh mau berbuat dzolim (Dosa). Begitu juga bagi pembeli haruslah lebih jeli dan teliti dalam membeli barang (Bermuamalah), pabila menemukan pedagang yang curang baiklah juga peran kita untuk saling mengingatkan.

Daftar Pustaka

Al-Jaziri, Abdurrahman Kitab al-Fiqh 'ala Mazahib al-Arba'ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1972.

Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest, A Study of Prohibition of Riba and its

Contemporary Interpretation, Leiden: E.J. Brill, 1996.

Dr. Hardiwinoto, Kontroversi Produk Bank Syariah dan Ribanya Bunga Bank, Semarang: Penerbit Amanda Semarang, 2018.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image