Mengatasi Banjir Bandang dan Kerawanan DAS
Info Terkini | 2023-12-07 13:14:10Mengatasi Banjir Bandang dan Kerawanan DAS
Banjir bandang menerjang Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Sebanyak 12 orang dilaporkan hilang dan seorang warga mengalami luka berat atas peristiwa tersebut. Banjir bandang kian sering di kawasan Danau Toba akibat kerusakan hutan. Bahkan Presiden Joko Widodo sebelum terjadi bencana telah menekankan pentingnya reboisasi atau menanam pohon di kawasan itu untuk penyelamatan hutan gundul.
Betapa mengerikan banjir bandang di Humbang Hasundutan. Beberapa rumah, tempat ibadah, dan ladang rusak tertimbun material yang berupa pasir, kerikil dan batu ukuran besar serta kayu dan limbah hutan.
Banjir bandang akibat kerawanan daerah aliran sungai (DAS) yang rusak parah. Kondisi DAS yang tidak ada bangunan Sabodam dan jaring baja ( ring net barriers ) menyebabkan batu-batu besar meluncur hebat dari bukit lalu menerjang perkampungan.
Banjir bandang dari bukit atau gunung menyebabkan aliran debris yang terdiri dari lumpur,pasir,kerikil, batu besar dan sampah mengalir dengan kecepatan yang tinggi dan destruktif. Salah satu penanggulangan pergerakan aliran debris dapat dilakukan dengan sabodam. Namun, konstruksi sabodam membutuhkan waktu konstruksi yang lama, serta biaya dan material yang tidak sedikit, serta kurang aplikatif untuk daerah terpencil.
Sebenarnya konstruksi sipil Sabodam dibangun dengan tujuan pencegahan dan pengendalian aliran debris. Seiring dengan tuntutan kemajuan teknologi, maka diperlukan juga pengembangan teknologi alternatif pengendalian aliran debris/ sedimen yang lebih murah, lebih cepat, lebih baik, lebih ramah lingkungan.
Untuk itu bisa digantikan oleh konstruksi flexible barrier (jaring baja ) yang dapat dijadikan alternatif untuk menangani bahaya aliran debris, karena strukturnya yang lebih sederhana, waktu konstruksi yang lebih cepat, serta lebih bersahabat untuk diterapkan di daerah terpencil.
Contohnya bisa dilihat pada konstruksi flexible barrier pertama di Indonesia. Jaring pengendali tersebut digunakan untuk mengendalikan banjir aliran sedimen yang berasal dari Gunung Semeru. Namun komponen struktur didatangkan langsung dari Swiss, melalui perusahaan Geobrugg AG. Dimasa mendatang konstruksi diatas sebaiknya dibuat di dalam negeri dengan rekayasa bahan baku logam atau baja buatan lokal.
Dimasa mendatang ancaman banjir bandang terhadap kawasan atau kota yang letaknya di bawah bukit atau di lereng gunung akan semakin sering terjadi. Apalagi banjir bandang merupakan indikasi kerawanan DAS semakin besar sehingga banjir bandang berpotensi terus menerjang jika tidak ada solusi cepat yang terintegrasi.
Banjir bandang terus menghantui masyarakat daerah yang memiliki banyak DAS. Kondisinya diperparah oleh kondisi ekosistem DAS yang rusak dan manajemen banjir belum menjadi perhatian serius. Apalagi morfologi DAS di hulu memiliki sensitivitas aliran air rata-rata sangat tinggi. Akibatnya sungai-sungai kecil atau anak sungai dengan kemiringan yang curam sering terjadi banjir bandang (flash flood) dengan stream power yang besar dan dalam tempo yang relatif singkat.
Kondisinya bertambah buruk karena banjir bandang juga diikuti dengan erosi besar di DAS dan juga sedimentasi yang besar di sistem jaringannya. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) perlu menyiapkan langkah khusus untuk membantu penanganan darurat banjir bandang di berbagai daerah.
Pertama membuka akses konektivitas secepatnya khususnya jalan yang masih tergenang dan tertutup lumpur. Untuk penanganan permanen, dilakukan normalisasi sungai dengan pengerukan, perbaikan alur sungai dan pembuatan tanggul sungai dengan struktur permanen.Kebijakan pembangunan sungai yang selama ini menekankan aspek hidrologi murni dengan berbagai proyek infrastruktur untuk meluruskan aliran sungai, ternyata kurang efektif untuk mencegah banjir.
Metode pembangunan sungai yang dijalankan selama ini dilakukan di tanah air kurang berbasis ekohidrologi.Pembangunan sungai di negara industri maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara Eropa telah mengalami tiga tahap pengelolaan sungai, yaitu tahap pembangunan sungai (river development), tahap mengalami dan mempelajari dampak pembangunan sungai yang dilakukan sebelumnya (impact of river development) dan tahap restorasi atau renaturalisasi sungai-sungai yang telah dibangun sebelumnya (river restoration).
Metode pembangunan sungai tahap pertama pada umumnya menekankan aspek hidrologi murni, sehingga cenderung mengalami kegagalan dan menimbulkan bencana alam berulang kali. Metode ini kurang mempertimbangkan aspek ekologi dan dampak yang akan terjadi setelah pembangunan. Metode ini telah mengubah kenampakan alami dan alur alamiah sungai menjadi buatan yang berbentuk trapesium dengan alur relatif lurus. Sedangkan metode pembangunan pada tahap terakhir bersifat integral yang berbasis ekohidrologi.
Bencana banjir bandang dan tanah longsor mestinya bisa diantisipasi sehingga tidak menelan korban jiwa dan harta benda. Untuk mengantisipasi itu dibutuhkan sistem peringatan dini dan personel khusus yang mesti terjun langsung di lapangan dan dilengkapi perangkat pendukung berupa data spasial serta perangkat lainnya.
Tipologi permukiman sangat penting untuk identifikasi karakteristik keteraturan permukiman sehingga dapat dirancang mitigasi banjir bandang dan longsor yang paling sesuai dengan kondisi permukiman tersebut.
Indonesia sangat rawan bencana hidrometeorologi. Untuk mitigasi bencana diatas diperlukan analisa dan pengolahan data meteorologi, klimatologi dan geofisika dengan teknologi terkini. Yakni teknologi big data beserta perangkatnya. Dalam bidang meteorologi, data dihasilkan dari peralatan digital maupun konvensional.
Dalam bidang meteorologi informasi dihasilkan berdasarkan analisa seorang prakirawan ataupun pengolahan sistem komputasi yang diolah dari data meteorologi. Informasi meteorologi sangat berguna untuk antisipasi datangnya bencana. (TS)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.