Anarkisme Panji Gumilang
Agama | 2023-12-07 11:53:30Al Zaytun sebenarnya tidak baru-baru ini saja menggemparkan masyarakat. Keberadaannya sudah sejak lama disorot. Pesantren yang berdiri pada tahun 1999 ini dianggap telah menyebarkan ajaran sesat, seperti yang disebutkan oleh Ken Setiawan yang merupakan mantan pengurus NII wilayah Indramayu (NII KW-9). Ia bahkan sudah berusaha membongkar kesesatan Al Zaytun kepada masyarakat sejak 2004 silam dengan menyebutkan hubungan nyata Al Zaytun dengan NII. Di sisi lain, MUI dan Kementerian Agama ternyata juga telah meneliti Al Zaytun sejak 2002. Berbagai pihak seperti DPP Forum Advokat Pembela Pancasila dan Negara Islam Indonesia Crisis Center telah melaporkan Panji Gumilang ke Bareskrim Polri atas dugaan penistaan agama. Berdasarkan berita terbaru, Panji Gumilang sendiri telah diperiksa di Bandung dan perkara dinaikkan ke tahap penyidikan.
Anarkisme Islami di Al Zaytun
Tentu kontroversi Al Zaytun tidak lepas dari sosok pemimpinnya, yakni Panji Gumilang.
Menurut Panji Gumilang, pesantren harus diberikan kemerdekaan penuh. Bebas melakukan apa saja di internalnya sendiri sebab menurutnya, seperti itulah esensi utama dari ilmu agama dan manusia yang rahmatan lil ‘alamin. Panji Gumilang merasa tidak harus tunduk terhadap otoritas lain seperti MUI sebab menurutnya, MUI bukan Tuhan maupun nabi.
Apa yang diambil Panji Gumilang sebagai sikap pemimpin Al Zaytun merupakan suatu fenomena yang disebut konsep anarkisme islami dengan sebuah landasan ideologinya, yakni hanya tunduk kepada Allah semata. Konsep ini lahir dari pemahaman literal dari QS. Al-Baqarah ayat 256 yang berbunyi, “Tiada paksaan dalam agama.”
Seorang anarkis pada umumnya memiliki sikap skeptis terhadap ajaran inti agama sebab ideologi ini mulanya lahir sebagai bentuk kritik sosial serta perlawanan terhadap otoritas lebih tinggi seperti rezim penguasa atau pemimpin agama yang korup. Itulah mengapa tindakan seorang anarkis menolak untuk tunduk terhadap ahli agama. Di sisi lain, seorang anarkis tidak segan menggunakan teks agama sebagai alat untuk membenarkan kesesatannya dengan melakukan penafsiran dan model beragama secara sembarangan.
Gelombang Perlawanan Anarkisme
Kebebasan dan kemerdekaan merupakan tujuan utama dari gerakan kaum anarkis. Batasan berupa aturan-aturan dari pemerintah atau otoritas yang lebih tinggi, dianggap menyalahi HAM. Dasar ideologi inilah yang membuat gerakan seorang anarkis cenderung tidak menganggap penting pemerintahan yang sah, bahkan tidak segan melawannya. Perlawanan terhadap kekuasaan otoritas agama dalam sejarah Islam sendiri telah terjadi sejak peristiwa Tahkim, yang kemudian memicu konflik yang lebih luas dan berkelanjutan.
Tentu ini layak untuk dipahami secara lebih jernih, sebab sebagai otoritas yang seharusnya memberikan perlindungan serta teladan bagi masyarakat di bawahnya seperti MUI, Kementerian Agama maupun Pemerintahan Daerah-Pusat juga tidak lepas dari masalah. Sikap Al Zaytun dapat dibaca sebagai bentuk “mosi tidak percaya” sehingga Panji Gumilang merasa perlu merumuskan dan menjalankan sendiri Al Zaytun sesuai dengan apa yang dia anggap sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri.
Namun perlu diingat bahwa dalam ajaran Islam, taat terhadap otoritas yang lebih tinggi yakni pemerintah yang sah maupun ulama merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh kaum muslimin. Baik sistem maupun pejabat pemerintahan yang masih memiliki banyak kekurangan, tidak lantas menjadi landasan pembenaran untuk bertindak anarkis. Sebagai seorang muslim, Panji Gumilang tentu harus taat terhadap teks agama dan apa yang ditetapkan oleh ulama. Juga sebagai lembaga pendidikan, Al Zaytun tentu harus mengikuti aturan pemerintah yang dalam hal ini melalui Kemenag.
Meskipun Al Zaytun nampak belum terbukti mendoktrin atau ingin melakukan makar, namun bila anarkisme yang dilakukan oleh Panji Gumilang tidak segera direspons secara serius oleh pemerintah, tidak menutup kemungkinan akan muncul gelombang anarkisme lain yang lebih besar di berbagai daerah dan tentu berpotensi menimbulkan gesekan sosial yang tidak diinginkan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.