Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Abdillah Dardum

Sejarah dan Tradisi Unik Pondok Pesantren Darul Falah Pusat

Agama | Wednesday, 06 Dec 2023, 04:41 WIB

Pesantren Darul Falah Pusat didirikan oleh KH. Iskandar Umar pada awal sekitar tahun 1985 hari sabtu di Desa Bendomungal, Krian, Sidoarjo, Jawa Timur yang sebelumnya bernama Darut Tauhid dan kurang lebih satu tahun dirubah dan ditetapkan oleh Sayyid Muhammad ‘Alawi. Pesantren ini berazazkan Islam Ahlussunnah wal jamaah murni serta bertujuan mencetak kader-kader islam agar menjadi muslim bertaqwa dan berakhlak baik, memahami Al-Quran dan bahasanya, lalu menguasai ilmu sebagai sarana untuk memahami dan mengerti maksud kitab kuning dan mengamalkannya. Beliau mendirikan pondok pesantren atas amanah dari kakeknya yaitu Mbah H. Abdul Latif orang yang terkenal kaya dan dermawan di desa Sidorejo. Pesantren dibangun diatas tanah wakaf milik kakeknya.

Keberadaan pesantren ini segera diberitahukan kepada pihak pemerintah, sekaligus sebagai permohonan izin. Di samping itu juga untuk menghindari fitnah yang mungkin terjadi, barangkali pesantren ini dianggap mengajarkan aliran selain Ahl As-Sunnah wa Al-Jama’ah. Dengan hal tersebut, Pengasuh mengutus pengurus untuk membuat surat termaksud. Diantaranya tercantum aliran dan mazhab yang dianut, jumlah santri, dan tanda tangan Kyai serta tanda tangan Ketua dan sekretaris pondok saat itu. Surat tersebut disampaikan ke Musyawarah Pimpinan Kecamatan Krian, Kantor Urusan Agama Krian, sekaligus Kantor Departemen Agama Sidoarjo. Para santri yang bermukim di pondok ini tidak bersekolah di luar (sekolah formal). Selain itu, santri juga dilarang membawa alat elektronik seperti handphone, dilarang keluar asrama tanpa izin, dan santri harus masih perjaka/perawan (belum pernah berkeluarga). Kitab-kitab yang diajarkan kepada santri dan jama’ah pengajian umum masih klasik dan asli berbahasa Arab tanpa harokat (kitab gundul), bukan kitab terjemah bahasa Indonesia, kemudian dimaknani sendiri dalam bahasa Jawa saat diajarkan.

KH. Iskandar Umar mengembangkan Pondok Darul Falah dari nol (awal). Awalnya dibangunlah mushollah kecil dan asrama santri dengan bangunan yang minim. KH. Iskandar Umar tak pernah gentar dalam membangun dan membentangkan pendidikan Islam. Santri dididiknya dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Perkembangan Pesantren Darul Falah setiap tahunnya semakin meningkat, namun fasilitas masih kurang layak. Untungnya masih ada para dermawan yang menyumbang kepada Pondok Pesantren Darul Falah sehingga dapat terpenuhi.

Walaupun belum bisa dikatakan layak, tetapi bangunan lainnya seperti gedung sekolah, bangunan asrama sudah selesai dibangun dan fasilitas lain mulai terpenuhi.Awalnya, santri Pesantren Darul Falah hanya berasal dari desa setempat saja, akan tetapi seiring berjalannya waktu dengan ketegaran dan kerelaan ia dalam membimbing santri, para orangtua banyak yang mempercayakan putra-putrinya untuk dididik dan diasuh dalam berlatih ilmu agama di Pondok Pesantren Darul Falah. Karena jumlah santri kian melonjak, maka mempengaruhi dalam prosedur pembelajaran di Pondok Pesantren Darul Falah.

Mulanya, pembelajaran dilaksanakan di dalam bilik secara bersama-sama, tetapi sekitar tahun 1987 M dimulailah proses pembelajaran dengan menggunakan sistem kelas. Sistem kelas dinilai dapat memperlancar bagi pengajar dan pengasuh dalam memetakan/mengelompokkan kemampuan santri. Materi yang diajarkan dalam Pesantren Darul Falah adalah bimbingan agama Islam yang juga mencakup pustaka (kitab) klasik.

Setelah wafatnya KH. Iskandar Umar Abdul Latif pada tahun 2010 kepemimpinan pesantren dipegang oleh Ibu Nyai Hj. Umi Habibah Iskandar (Istri Romo Yai). Saat ini jumlah santrinya + 653 santri dengan rincian: 175 santri putra, 353 santri putri, dan 125 santri komplek. Serta saat ini mempunyai 127 cabang pesantren yang tersebar di berbagai kota bahkan luar pulau. Seiring berjalannya waktu, Pondok Pesantren Darul Falah Pusat mendirikan sekolah formal dari mulai Playgroup hingga Madrasah Aliyyah (MA). Tujuannya untuk memudahkan sarana pendidikan bagi anak-anak para santri nikah massal dan juga umum. Dari awal berdiri hingga saat ini, banyak sekali perubahan-perubahan positif yang terjadi sehingga dapat membuat Pondok Pesantren Darul Falah Pusat semakin maju pesat dan berkualitas.

Pada akhir tahun 1984 beliau mengajar beberapa kitab yang pernah dipelajarinya di sebuah Mushollah milik kakeknya. Dalam pengajiannya tersebut diikuti oleh warga sekitar dan beberapa santri yang muqim. Selang berganti waktu semakin banyak dikalangan orang tua yang ingin menitipkan anaknya untuk mondok dan mengabdi kepada KH. Iskandar, sehingga semakin bertambah santri yang datang dan fasilitas yang tidak atau kurang mencukupi. Maka, pada sekitar bulan Januari 1985 pondasi awal untuk membangun gedung pondok putra dilaksanakan serta dilanjutkan pada tanggal 24 Agustus 1985, lalu dibangunlah gedung untuk pondok putri yang satu persatu dilengkapi oleh Romo Yai dan sebagian besar merupakan jerih payah santri yang secara ikhlas turut membantu sacara bergotong royong dengan menggunakan tenaganya sehingga terwujudnya suatu bangunan seperti sekarang ini.

Jika pada umumnya, setiap perjodohan atau pernikahan yang biasa terjadi di masyarakat kita, biasanya diawali dengan berpacaran dulu, atau paling tidak ada perkenalan terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke jenjang pernikahan. Sebaliknya, perjodohan yang berlaku di Pondok Pesantren yang mempunyai 140 Cabang berbagai daerah di Jawa Timur dan sekitarnya itu pasangan calon pengantin ditentukan melalui istikhoroh sang kyainya. Calon pasangan pengantin putra-putri yang nota bene berasal dari santrinya sendiri tidak diberi tahu, siapa calon suami atau isterinya.

Pondok Pesantren Darul Falah Pusat di Sidoarjo, Jawa Timur, rutin melakukan nikah massal lima tahun sekali kepada para santri setempat yang ingin membina rumah tangga, tanpa tahu siapa calon pasangannya. Ketua Yayasan Dalilul Falihin Pondok Pesantren Darul Falah Pusat Syaiful Bakri mengatakan pada tahun ini (2022) merupakan yang ketujuh kalinya dilaksanakan nikah massal tersebut. Sejak pertama kali dilaksanakan nikah massal sampai sekarang jumlah pesertanya ialah sekitar 250 pasangan. Para pengantin yang dinikahkan merupakan santri dari pesantren bukan dari luar pesantren dan nikah massal ini tidak ada paksaan dari pihak pesantren.

Yang pasti, setiap calon pasangan harus sudah dinyatakan lulus dengan nilai baik oleh lembaga pendidikan yang ada dalam naungan pesantren. Selain itu, ada kesanggupan dan tidak ada paksaan dari masing-masing calon pasangan untuk menerima siapapun yang akan menjadi pendamping hidupnya. Sementara itu, agar bisa bertemu untuk pertama kalinya dengan pasangan masing-masing, peserta akad nikah tersebut hanya dibekali foto saja. Lewat foto ini, setiap pasangan pengantin baru tahu (kenal) siapa suami atau isterinya. Inipun hanya untuk menghindari terjadinya kekeliruan menggandeng tangan pasangan masing-masing saat dipertemukan yang pertama kalinya.

Ada yang salah tingkah, senyum-senyum saja, bahkan ada yang meneteskan air matanya. Bahkan, ada pula yang wajahnya tampak sumringah ketika detik-detik menjelang ditemui suaminya untuk digandeng tangannya lalu diajak pulang untuk menemui keluarganya masing-masing. Itulah pemandangan yang paling menarik perhatian pengunjung yang terdiri dari seluruh santri, keluarga pengantin, alumni serta para kyai yang memadati area Pondok Pesantren Darul Falah Pusat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image