Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naila Aqilah Gustamal

Cemburu dalam Hubungan: Memahami, Mengatasi, dan Menguatkan

Eduaksi | Friday, 01 Dec 2023, 15:41 WIB

Cemburu adalah ketika seseorang merasa ada ancaman terhadap hubungan yang mereka hargai atau kemungkinan kehilangan sesuatu yang mereka inginkan, yang sering dikaitkan dengan perasaan posesif, takut, dan tidak aman. Beberapa ahli berpendapat bahwa cemburu merupakan hal yang wajar dalam suatu hubungan (Buunk & Sharpsteen, dalam Baron & Bryne, 1997 sebagaimana dikutip oleh Yulianto, 2009).

Cemburu tentu tidak terjadi begitu saja, tetapi ada beberapa tahapan yang membentuknya seperti yang dipaparkan oleh White dan Mullen (dalam Brehm, 1992 dikutip oleh Yulianto, 2010):

1. Primary appraisal: Tahap awal di mana seseorang menyadari adanya ancaman terhadap hubungan mereka, contohnya melihat pasangan bermesraan dengan orang lain.

2. Secondary appraisal: Individu mengevaluasi tingkat keparahan ancaman dan konsekuensi potensial, termasuk penilaian terhadap komitmen dalam hubungan dan daya tarik saingan.

3. Reaksi emosional: Melibatkan respons emosional terhadap ancaman, yang bisa mencakup kemarahan, ketakutan, kesedihan, dan rasa tidak aman.

4. Coping: Individu menggunakan strategi untuk mengatasi kecemburuan, mulai dari komunikasi hingga perilaku merusak seperti mengendalikan pasangan.

5. Hasil coping: Tahap terakhir mengevaluasi dampak strategi coping pada individu dan hubungan.

Cemburu adalah emosi yang kompleks yang dapat memengaruhi kehidupan individu secara signifikan. Sementara beberapa dampak positif, yang lain dapat memiliki dampak negatif.

● Secara positif: Cemburu tidak selalu berbahaya. Dalam beberapa situasi, cemburu dapat berfungsi sebagai pendorong untuk perbaikan hubungan atau kemajuan pribadi. Menurut David B. Adams (dalam Hart & Legerstee, 2010) seorang ahli psikologi sosial, cemburu dapat menjadi sinyal bahwa seseorang peduli terhadap hubungan mereka. Menurut Adams, dengan mengatasi cemburu secara konstruktif, seseorang dapat memperkuat ikatan emosional dan memperbaiki komunikasi dengan pasangannya.

● Secara negatif: Namun, cemburu yang berlebihan dapat memiliki konsekuensi negatif yang signifikan. Menurut (Tyas, 2022), cemburu berlebihan dapat merusak hubungan dan membuat seseorang selalu curiga, cemas, dan melihat sisi negatif dari segala hal dan dapat menyebabkan kurangnya rasa percaya diri, kesedihan, kemarahan, stres, bahkan depresi.

Selain pada individu atau diri sendiri, cemburu tentu juga berdampak pada hubungan.

● Dampak positif cemburu dalam hubungan: John M. Gottman (1999), seorang psikolog relasi, terkenal karena penelitian yang dia lakukan tentang interaksi pasangan. Gottman menyatakan dalam bukunya yang terkenal "The Seven Principles for Making Marriage Work" bahwa cemburu dapat berfungsi sebagai sinyal kepedulian dalam suatu hubungan. Jika diungkapkan secara sehat dan diatasi bersama, cemburu dapat memicu komunikasi yang lebih baik, lebih memahami satu sama lain, dan ikatan yang lebih kuat antara pasangan.

● Dampak negatif cemburu pada hubungan: Dalam bukunya "The Jealousy Cure: Learn to Trust, Overcome Possessiveness, and Save Your Relationship", ahli psikologi klinis Robert L. Leahy (dikutip oleh Bigelow, 2018) mengingatkan bahwa cemburu yang tidak terkendali dapat merusak hubungan. Leahy mengatakan bahwa cemburu yang berlebihan dapat menyebabkan konflik, menimbulkan ketidakpercayaan, dan mengakhiri hubungan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Glenna Hunter dan August Stockwell (2022) kecemburuan dapat diatasi melalui pendekatan penguatan diferensial perilaku alternatif. Ini melibatkan menyadari pemicu respons cemburu dan menggantinya dengan perilaku alternatif yang memenuhi kebutuhan yang mendasarinya. Sebagai contoh, individu dapat meminta lebih banyak waktu berkualitas dari pasangannya daripada terlibat dalam perilaku cemburu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image