Penelitian Nasib Gerakan Boikot Produk Mendukung Israel
Bisnis | Tuesday, 21 Nov 2023, 17:52 WIB Penelitian dampak gerakan boikot terhadap produk yang diasosiasikan mendukung Israel menampilkan kondisi masyarakat Indonesia yang mendukung Palestina dan gerakan boikot produk yang diasosiasikan mendukung Israel. Hasilnya, terdapat dua faktor yang berpengaruh signifikan yaitu gerakan boikot terhadap produk dan karakter konsumen Indonesia. Dampak gerakan boikot signifikansi dan periode berlangsungnya tergantung dari strategi perusahaan untuk meyakinkan konsumen Indonesia bahwa perusahaan yang diasosiasikan benar-benar tidak mendukung Israel dan adanya faktor produk pengganti dengan kualitas setara.
Penelitian ini dilakukan antara tanggal 19-21 November 2023 satu bulan lebih setelah serangan Israel ke Palestina 7 Oktober 2023. Penelitian ini melibatkan 105 responden yang tinggal di kota-kota besar dan kota lainnya di Indonesia dengan beragam latar belakang ekonomi melalui penyebaran kuesioner. Sebagian besar 75% responden tinggal di Jabodetabek, sisanya tinggal di Jogja, Malang, Lampung, Surabaya dan kota lainnya di Indonesia.
Hasil penelitian mengenai dampak gerakan boikot produk yang diasosiasikan mendukung Israel diantaranya sebanyak 99% responden mengetahui serangan Israel ke Palestina sejak 7 Oktober 2023. Sedangkan mengenai Fatwa MUI tentang larangan membeli produk yang mendukung Israel 100 % responden mengetahui fatwa ini. Hal ini menunjukan bahwa informasi fatwa MUI berhasil diterima oleh semua responden.
Lebih spesifik mengenai kegiatan yang dilakukan oleh responden dalam mendukung Palestina paling tinggi sebanyak 94% mendoakan kaum muslimin, kebaikan dan kemerdekaan Palestina. Menariknya aksi nyata dalam mendukung Palestina 87% melakukan gerakan boikot produk yang diasosiasikan mendukung Israel. Aksi ini diatas donasi bantuan kemanusiaan (82,5%) dan aksi bela Palestina (55,3%). Hasil terkonfirmasi dari 96% responden setuju atau mendukung gerakan boikot. Hasil lainnya mengenai keyakinan bahwa gerakan boikot berdampak terhadap berdampak pada perusahaan yang diasosiasikan mendukung Israel sangat tinggi mencapai 95% responden. Keyakinan ini lebih dilandasi oleh subjektifitas dari masing-masing responden.
Berdasarkan daftar perusahaan yang dirilis oleh BDS Movement, sebuah gerakan adalah kampanye global untuk melakukan Boikot, Divestasi, dan Sanksi terhadap Israel dari segi ekonomi dan politik agar mengakhiri pendudukan dan kolonisasi Israel terhadap tanah Palestina, kesetaraan hak warga Palestina di Israel, dan menghormati hak pulang pengungsi Palestina. Terdapat 98% responden pernah membeli atau menggunakan produk yang dianggap mendukung Israel dimana lima besar produk yang pernah dibeli yaitu 87% diantaranya pernah membeli produk Unilever seperti pasta gigi Pepsodent, sedangkan 78,6% responden pernah membeli produk Danone seperti Aqua dan Nestle seperti Nescafe. Sedangkan 70% responden pernah membeli produk McDonald’s dan Pizza Hut sebesar 56%.
Dampak dari gerakan BDS khususnya gerakan boikot ternyata sebanyak 95% tidak akan membeli lagi produk yang diasosiasikan mendukung Israel dan hanya 5% yang akan membeli. Padahal, satu bulan sebelum serangan Israel ke Palestina 7 Oktober 2023 sebanyak 62% responden pernah membeli atau menggunakan produk yang dianggap mendukung Israel. Artinya mereka merupakan pengguna yang masih terikat erat dengan produk-produk tersebut. Namun terjadi perubahan drastis sebesar 5 % yang awalnya tidak membeli kemudian berubah menjadi 18% yang masih membeli produk-produk tersbut. Tersisa 82 % responden tidak membeli lagi produk yang dianggap mendukung Israel sejak serangan Israel ke Palestina 7 Oktober 2023.
Lebih mendalam lagi penelitian ini menggali alasan pembelian kembali produk yang diasosiasikan mendukung Israel sebanyak 47% menyatakan bahwa tidak ada produk sejenis yang bisa menggantikan. Artinya, boikot produk-produk yang diasosiasikan mendukung Israel di Indonesia pada jangka panjang tidak memberikan dampak signifikan terhadap perusahaan dan hanya berlangsung singkat. Di sisi lain, peluang produk lain yang memiliki kualitas setara baik lokal maupun dari negara lain akan menjadi pilihan konsumen. Jika tidak ada maka konsumen akan menunjukan loyalitasnya ke produk yang sempat di boikot.
Menilik penghasilan responden, sejumlah 27% kelompok menengah dengan penghasilan diatas Rp 10 juta rupiah perbulan, sedangkan responden dengan penghasilan perbulan antara Rp 5 juta-10 juta mencapai 21 % sisanya. Responden dengan penghasilan diatas Rp 5 juta perbulan bisa lebih luas dalam menentukan pilihan pembelian produk yang bisa jadi memiliki kualitas sama baiknya dengan produk yang diboikot namun memiliki harga lebih mahal. Sedangkan untuk responden dengan penghasilan dibawah 5 juta bisa berubah pilihan produknya dengan kembali membeli produk yang awal diboikot karena harga lebih murah sebanyak 7% dan karena adanya promo sebesar 10%.
Kerja-kerja komunikasi publik untuk perusahaan yang berusaha menepis asosiasi dukungan terhadap Israel membuat 23% responden kembali membeli produk yang menyatakan tidak mendukung Israel. Terakhir, temuan menarik bahwa sejumlah 2 % responden netral terhadap serangan Israel ke Palestina namun tidak ada yang mendukung Israel. Hasil ini memberikan perspektif baru bahwa ternyata ditengah gencarnya berbagai aksi mengecam dan boikot terhadap produk Israel masih terdapat masyarakat yang bersikap netral. Hasil ini bisa menjadi sedikit keberhasilan atas upaya pembentukan opini publik di media sosial yang dilakukan oleh Israel.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.