Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Pakai Air Tanah Kenapa Harus Izin?

Info Terkini | Monday, 20 Nov 2023, 23:25 WIB

Pakai Air Tanah Kenapa Harus Izin?

Oleh: Dhevy Hakim

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan terbaru mengenai perizinan penggunaan air tanah dan sungai melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023. Kepmen yang diteken pada tanggal 14 September 2023 ini berisikan mengenai Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah. Polemik pun muncul di ruang publik. Pasalnya adanya aturan ini secara otomatis mewajibkan warga untuk meminta izin khusus dari pemerintah jika ingin menggunakan air tanah padahal air tanah dari sumur mereka sendiri. (BBCNewsIndonesia, 31/10/2023)

Kebijakan pemerintah ini juga mendapatkan tanggapan dari pengamat planologi dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mempertanyakan bagaimana Kementerian ESDM melakukan pengawasan penggunaan air tanah, solusi dari pemerintah jika ingin masyarakat beralih dari air tanah ke PAM sekaligus mempertanyakan apakah pemerintah dapat menjamin kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air PAM.

Adapun dari Plt Kepala Badan Geologi ESDM, Muhammad Wafid, merilis pernyataan resmi yang menjabarkan lebih lanjut maksud dari keputusan menteri mengenai perizinan penggunaan air tanah bukanlah untuk membatasi masyarakat dalam penggunaan air tanah tapi atas pertimbangan keberlanjutan sumber daya air bawah tanah.

Namun, benarkah pernyataan tersebut? Ataukah hanya klaim sepihak saja?

Mencermati isi daripada Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 disebutkan kewajiban untuk meminta izin dalam penggunaan air tanah dan sungai ditujukan kepada beberapa pihak, diantaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, berlaku untuk individu, kelompok masyarakat, instansi pemerintah, badan hukum, atau lembaga sosial yang menggunakan air tanah dan sungai minimal 100.000 liter per bulan. Hal ini berlaku juga pada air tanah yang digunakan untuk kebutuhan pokok sehari-hari serta pertanian di luar sistem irigasi yang sudah ada. Artinya rumah tangga ataupun para petani yang menggunakan air tanah atau sungai yang melebihi 100.000 liter per bulan wajib mengajukan perizinan.

Kedua, berlaku untuk penggunaan air untuk kepentingan penelitian, kesehatan, pendidikan, dan pemerintah.

Ketiga, aturan ini juga berlaku pada penggunaan air tanah untuk taman kota, rumah ibadah, fasilitas umum, serta instansi pemerintahan pun harus mendapatkan izin.

Keempat, pihak-pihak yang mendapatkan bantuan sumur bor/gali untuk penggunaan air tanah secara berkelompok yang berasal dari pemerintah, swasta, atau perseorangan juga harus mengantongi izin Kementerian ESDM.

Miris sekali, di tengah masyarakat merasakan beban hidup semakin berat justru pemerintah mempersulit untuk mendapatkan air bersih. Air sebagai kebutuhan pokok yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari semestinya dipermudah bahkan difasilitasi oleh negara.

Sebagaimana amanat konstitusi yang tertuang pada pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” semestinya menjadi kebutuhan umum. Negara yang mengelola sedemikian rupa lalu dikembalikan untuk kemakmuran rakyatnya.

Dengan adanya kewajiban meminta izin sejatinya telah menyalahi hak rakyat itu sendiri. Di samping itu ketimpangan terlihat nyata disaat rakyat sulit mendapatkan air bersih saat kondisi masyarakat dihadapkan pada kemarau panjang, negara justru memberi izin perusahaan tertentu untuk mengelola air. Juga memberi izin kepada pihak-pihak yang jelas-jelas menggunakan air dalam jumlah sekala besar seperti industri ataupun restoran dan hotel berbintang lima.

Adapun mengenai alasan demi keberlangsungan sumber daya air bawah tanah, alasan ini kontradiksi dengan banyaknya perizinan yang diberikan pemerintah terhadap pembukaan hutan untuk tambang batubara maupun perkebunan kelapa sawit. Jika alasannya untuk menjaga cadangan air di bawah tanah, semestinya yang paling tepat korelasinya adalah dengan kelestarian lingkungan. Akar tumbuhan sebagai mesin yang diciptakan oleh Allah SWT untuk menyimpan air di dalam tanah semestinya dijaga dan dilestarikan, bukan malah diizinkan untuk ditebangi dan dirusak. Oleh karenanya keputusan menteri tersebut haruslah dicabut.

Jika ditelaah semua kenyataan ini adalah dampak daripada diterapkannya sistem kapitalisme. Kenapa demikian? Sebab, carut marutnya masalah penggunaan air berawal dari konsep kepemilikan yang salah. Kapitalisme tidak mengenal adanya kepemilikan umum. Kepemilikan individu lah yang diakui oleh sistem ini. Individu di dorong untuk mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Walhasil, mereka yang memiliki modal yang terus kaya sedangkan individu tidak bermodal akan kalah dalam pertarungan bisnis maupun kepemilikan.

Negara hanyalah sebagai regulator semata. Bahkan, sekalipun undang-undang mengamanatkan negara untuk mengelola sumber daya alam yang berlimpah seperti air, nyatanya diserahkan juga kepada swasta. Jelas sekali terjadi kapitalisasi air. Swasta tentu tidak mungkin mau mengelola tanpa mendapatkan keuntungan. Akhirnya, rakyat yang semestinya menikmati air secara gratis haruslah membeli dengan harga yang tidak murah.

Berbeda dengan Islam, Islam memiliki konsep yang jelas mengenai kepemilikan yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Air yang jumlahnya melimpah seperti mata air pegunungan, air sungai, air danau, air payau, air rawa, air laut dll termasuk dalam kepemilikan umum.

Sebagaimana sabda rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis riwayat abu Dawud, “Kaum muslimin bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam 3 hal yaitu; air, padang, dan api.”

Syariat Islam mengatur mengenai kepemilikan umum dimana pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara. Artinya haram bagi swasta untuk mengelola apalagi membelinya. Kalaupun negara melibatkan swasta sifatnya hanyalah mempekerjakan dengan diganti dengan upah. Sehingga dari kepemilikan umum ini rakyat dapat menikmati secara gratis. Jika pun membayar harganya sangatlah murah karena rakyat hanya seperti mengganti biaya operasionalnya saja. Seperti air pegunungan untuk air minum, air danau sebagai sumber air bersih PDAM misalnya dapatlah dinikmati rakyat.

Adapun air tanah, yakni air sumur ataupun bor maka hukum kepemilikannya mengikuti hukum kepemilikan tanah. Islam mensyari’atkan tanah yang jelas pemiliknya termasuk dalam kepemilikan individu. Oleh karenanya individu itulah yang memiliki hak sepenuhnya. Individu tidak perlu meminta izin kepada negara dalam penggunaannya apalagi mewajibkannya izin. Terkecuali kondisi tertentu seperti musim kemarau dan kebetulan sumur individu tersebut yang paling berlimpah airnya maka negara boleh mengaturnya dengan baik sehingga semua rakyat masih dapat memperoleh air bersih

Demikianlah pengaturan air di saat syariah Islam diterapkan. Insyaallah, mendatangkan keadilan dan kesejahteraan bagi semua warga negaranya baik muslim dan non muslim. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image