Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yudhi Hertanto

Pelupuk Fajar Harapan di 2022

Curhat | Monday, 03 Jan 2022, 13:37 WIB
ilustrasi: republika.co.id

Status pandemi masih diperpanjang. Temuan varian baru menjadi persoalan baru. Seolah tak kunjung selesai. Ekonomi yang berkeliaran membutuhkan mobilitas. Problematika yang tidak mudah masih menghantui.

Publik yang mulai percaya diri karena vaksinasi, namun patut waspada. Hidup kita di tahun ini jelas tidak semeriah kisah perselingkuhan dalam serial drama Layangan Putus. Sekilas justru nampak serupa dengan alur film Don't Look Up.

Bahwa semesta kehidupan kita, dipenuhi dengan kisah pertautan kepentingan kelompok, yang berupaya mempertahankan kekuasaan dengan segala daya, termasuk mengesampingkan fakta ilmu pengetahuan yang sudah terbuka.

Tulisan ini jelas bukan resensi film ataupun sinopsis drama, melainkan kajian reflektif yang perlu dipertajam untuk menemukan arah dan tujuan kita di tahun dengan shio macan ini, bukan pula kalkulasi dengan pendekatan astrologi.

Menariknya, National Geographic (1/2022) menebalkan fokus tema di 2021 yang terkait pada tiga hal besar, (i) pandemi masih terus menjadi momok peradaban manusia modern, (ii) perubahan iklim sebagai potensi persoalan di masa akan datang, (iii) konflik sosial mengemuka.

Pada tingkat internasional keseluruhan persoalan tersebut hadir melalui berbagai bentuk derivatif. Pandemi menghadirkan sisi ketimpangan, memicu friksi ketegangan sosial, diperparah situasinya akibat ancaman perubahan iklim.

Sementara di level nasional, pandemi menjadi sebuah frasa yang senada dengan kegelisahan bagi kelompok rentan.

Di sisi lain, sebagian pihak sibuk berhitung kuasa jelang tahun pemilihan. Tidak ada yang terlalu dini dalam politik.Bagaimanapun ditengah gejolak hidup yang layaknya roller coaster di 2021, kita semakin tangguh untuk berhadapan dengan perubahan yang mendadak. Pandemi adalah tahun pelajaran, meski tidak selamanya manis terasa.

Di permulaan 2022, kita memupuk harapan dan semangat untuk bangkit, keluar dari situasi keterpurukan, kembali pulih. Termasuk pulih dalam frame kehidupan sosial, ditengah senyapnya rasa keadilan dan nurani kebenaran.

Para elit harus mengasah sensitivitas kemanusiaan, melihat publik bukan hanya sebagai objek perhitungan suara, melainkan menjadi subjek merdeka, sesama warga bangsa.

Kita mafhum bila aktor politik memainkan peran besar dalam pengambilan kebijakan publik, tidak seharusnya mengabaikan suara publik demi kepentingan dirinya. Meski hal itu nampak muskil.

Sebagaimana cerpen, Pelajaran Pertama Bagi Calon Politisi, Kuntowijoyo, 2003, "...politik memang tentang menang-kalah, timbul-tenggelam, datang-pergi".

Kecurangan, kebohongan adalah balutan yang sempurna pada realitas politik kekinian, tapi disitulah wajah kemanusiaan kita dipertaruhkan. Sekali lagi, selamat mengawali babak baru.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image