Aplikasi Kaidah Fiqhiyah Alyaqinu La Yuzalu Bissya dalam fatwa DSN MUI
Agama | 2023-11-17 15:34:22APLIKASI KAIDAH FIQHIYAH ALYAQINU LA YUZALU BISSYAK DALAM FATWA DSN MUI
Pendahuluan
Kaidah fiqhiyah atau prinsip-prinsip hukum Islam, adalah seperangkat aturan atau pedoman yang digunakan oleh para ulama untuk menetapkan hukum Syariah dalam situasi yang mungkin tidak diatur secara eksplisit dalam Al-Qur'an atau Hadits. Aturan-aturan ini dimaksudkan untuk memberikan kerangka pemahaman yang lebih komprehensif tentang prinsip-prinsip hukum Islam dan untuk memfasilitasi penyelesaian permasalahan hukum yang muncul. Salah satu kaidah fiqiyah yang paling terkenal adalah Maqasid al-Syariah yang menitikberatkan pada maksud atau tujuan syariat.
Prinsip ini menekankan bahwa hukum Islam harus melindungi lima prinsip atau kepentingan mendasar: agama, kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda. Aturan-aturan ini membantu para ulama menafsirkan hukum Syariah untuk mencapai tujuan tersebut.
Definisi Kaidah Al yaqinu la yuzalu bisyak
الْيَقِيْنُ لَا يُزَالُ بِالشَّكِّ “Yang pasti tidak mudah hilang karena keraguan” atau keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan. Aturan ini menempati tempat yang sangat penting dalam Islam mengenai fiqh dan lain-lain. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa aturan ini mencakup tiga perempat atau bahkan lebih topik fiqh. Al-Yaqin secara bahasa berarti ilmu, tidak diragukan lagi, sedangkan Asy-Syakk dapat diartikan sebagai sesuatu yang membingungkan.
Dalam kaitan ini, Islam mengajarkan bahwa keimanan, khususnya mengenai akidah (keyakinan inti), memberikan landasan yang kokoh bagi kehidupan seorang muslim. Kaidah fiqiyah ini menekankan bahwa keyakinan yang tertanam dalam pikiran seseorang tidak bisa dihapuskan atau digantikan oleh keraguan biasa. Sepanjang sejarah hukum Islam, para ulama telah mengembangkan aturan-aturan ini sebagai jawaban terhadap tantangan dan pertanyaan yang mungkin muncul di benak individu. Dengan memahami bahwa keyakinan merupakan salah satu unsur pokok keimanan, kaidah ini menekankan agar keyakinan yang kuat tidak mudah tergoyahkan, meski bisa saja muncul keraguan.
Dalam kaidah ini, akan difokuskan pada furu’ (cabang) dalam hal transaksi jual beli dan investasi pada aset keuangan.
Penerapan kaidah
Berikut 3 implementasi kaidah Al yaqinu la yuzalu bisyak dalam fatwa DSN MUI:
1. Fatwa tentang investasi saham
fatwa DSN-MUI NO: 135/DSN-MUI/V/2020 membahas berbagai aspek terkait dengan transaksi saham dalam Islam, termasuk prinsip-prinsip syariah yang harus dipatuhi dalam transaksi saham, definisi saham syariah, akad-akad yang terkait dengan transaksi saham, serta pandangan ulama tentang hukum saham dan transaksi dalam syariah Islam. Fatwa ini juga memberikan pedoman tentang syirkah musahamah dalam perseroan terbatas, hak dan tanggung jawab pemegang saham, serta penyelesaian perselisihan. Selain itu, fatwa ini juga menekankan pentingnya kejujuran, keadilan, dan menghindari transaksi yang dapat merugikan orang lain. Sehingga dapat diyakinkan bahwa investasi saham halal untuk dilakukan apabila sesuai dengan prinsip – prinsip syariat islam.
2. Fatwa tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) NO: 69/DSN-MUI/VI/2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara bertujuan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan pasar keuangan syariah di Indonesia dengan adanya instrumen investasi berbasis syariah. Para ulama juga memberikan pandangan bahwa kebijakan pemerintah dan dana mobilisasi harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah, serta fatwa tentang surat berharga syariah negara mengatur prinsip-prinsip syariah dalam penerbitan dan penggunaan SBSN.
3. Fatwa tentang jual – beli emas secara tidak tunai
Berdasarkan fatwa DSN-MUI Nomor: 77/DSN-MUI/V/2010 Jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah, hukumnya boleh (mubah, ja’iz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang).
Batasan dan Ketentuan:
1. Harga jual (tsaman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu perjanjian meskipun ada sperpanja-ngan waktu setelah jatuh tempo.
2. Emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan jaminan (rahn).
3. Emas yang dijadikan jaminan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak boleh dijualbelikan atau dijadikan obyek akad lain yang menyebabkan perpindahan kepemilikan.
Penutup:
Definisi Kaidah Al yaqinu la yuzalu bisyak الْيَقِيْنُ لَا يُزَالُ بِالشَّكِّ “Yang pasti tidak mudah hilang karena keraguan” atau keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan. Dalam kaitan ini, Islam mengajarkan bahwa keimanan, khususnya mengenai akidah (keyakinan inti), memberikan landasan yang kokoh bagi kehidupan seorang muslim. Penerapan kaidah ini dalam fatwa DSN-MUI berkesimpulan bahwa transaksi jual-beli emas tidak tunai, investasi surat berharga, dan investasi saham dapat diperbolehkan dalam islam dan dapat diyakinkan kehalalannya selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat islam.
Daftar Pustaka
69 Surat Berharga Syariah Negara. (n.d.). https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa/?s=surat%20berharga%20syariah%20negara&post_types=all
DEWAN SYARIAH NASIONAL. MAJELIS ULAMA INDONESIA National Sharia Board-lndonesian Council of Ulama. (n.d.). https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa/?s=saham&post_types=all
Jual-Beli Emas Secara Tidak Tunai. (n.d.). https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa/?s=emas%20tidak%20tunai&post_types=all
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.