Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HeryWibowo

Membersamai Kemerdekaan Belajar (Bagian 01)

Gaya Hidup | Monday, 03 Jan 2022, 10:32 WIB

Selama kurang lebih dua tahun ini, dunia pendidikan Indonesia telah dan sedang terus menerus mengalami transformasi. Transformasi yang dimaksud dalam tulisan ini bahkan dapat disebut dengan disrupsi, karena melibatkan perubahan yang cukup massif, krusial dan komprehensif dari banyak dimensi.

Wacana “Pendidikan baru” digaungkan tanpa henti dengan kredo “belajar merdeka”. Maksudnya adalah siswa dan mahasiswa hari ini diberikan “kemerdekaan belajar’ yang seluas-luasnya demi meraih kompetensi berbasis minat pembelajar ataupun kebutuhan industry/kewirausahaan. Proses pembelajaran lintas bidang ilmu juga dimungkinkan untuk membuka ruang belajar yang lebih sesuai dengan tuntutan dunia industri.

Tidak henti2nya pemerintah, khususnya pihak Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menggaungkan wacana kampus merdeka, kurikulum merdeka, guru penggerak, dosen sebagai inspirator, kebebasan memilih sendiri pola dan lokasi belajar dll. Namun, ketika sejenak kita berpikir, maka timbulah sejumlah pertanyaan (retoris). Transformasi pendidikan seperti apa yang sedang dilakukan Indonesia, dan kemanakah sebenarnya arah pembelajaran siswa dan mahasiswa kita? Sudahkah hal ini sama-sama dipahami oleh pemangku kepentingan Pendidikan dan termasuk para pendidik itu sendiri?

Tafsir.

Tafsir tentang merdeka belajar, muncul dari berbagai pihak. Salah satunya adalah yang termaktub dalam buku Merdeka Belajar: Menjadi Manusia Autentik karya (Sudarma, 2021) yang menjelaskan poin-poin utama sebagai berikut: (1) Setiap anak memiliki potensi yang berbeda, (2) Setiap zaman memiliki tantangan, hambatan dan kebutuhan yang berbeda, (3) Anak perlu diberi kesempatan membuat jalan cerita dan sejarahnya masing-masing karena dimasa depan mereka akan hidup di zaman yang berbeda dengan pendidiknya, (4) Tugas Pendidikan adalah memfasilitasi potensi peserta didik dengan kebutuhan sehingga peserta didik mampu beradaptasi dan hidup layak secara optimal, selanjutnya (5) Adalah imperialis dan kolonialis, jika kita mengajarkan ide, gaya dan budaya hidup kita kepada anak-anak yang akan menghadapi zaman yang berbeda dengan para pendidiknya kelak, sehigga tugas negara adalah memberikan ruang kemerdekaan baik Merdeka Belajar maupun Merdeka Mengajar. Tafsir ini secara umum menjelaskan bahwa ‘kemerdekaan yang dimaksud’ adalah membebaskan dari belenggu pendidikan satu arah/doktrinasi dan tanpa kebebasan milih topik pembelajaran.

Pembelajaran (Muhaimin dalam (Nurhidayati, 2020)) terkait dengan bagaimana (how to) membelajarkan peserta didik atau bagaimana membuat peserta didik dapat belajar dengan mudah dan terdoorng oleh kemamuannya sendiri untuk mempelajari apa (what to) yang diaktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan (needs) pesert didik. Filosofi ini, sudah termaktub kiranya dalam skema belajar merdeka yang digaungkan pemerintah Indonesia setahun ini.

Pada sisi lain, -khususnya dalam pendekatan agama- pendidikan atau Tarbiyah (Asifuddin, 2012) adalah suatu proses menciptakan perubahan positif yang bertahap dan terus menerus, baik dalam hal ilmu maupun amal perbuatan, dalam semua aspek kehidupan manusia, sehingga manfaatnya dapat dipetik oleh yang bersangkutan maupun oleh orang lain, baik di dunia maupun di akhirat. Sehingga hasilnya adalah karakter yang menghasilkan respon/perilaku otomatis yang tertampilkan di dunia nyata. Misalnya setelah menempuh pembelajaran, para pembelajar akan ‘otomatis’ berpikir analitis dan solutif ketika menghadapi masalah, berperilaku sopan santun kepada siapa saja, berpikir penuh perhitungan ketika menghadapi potensi resiko dan lain-lain.

Namun tentunya, segala perubahan kapabilitas, kompentensi atau karakter baik yang dicitakan tersebut, bukanlah sulap yang instan. Dibutuhkan proses ‘pendampingan, monitoring dan serta evaluasi yang melekat’ untuk memastikan teraihnya target luaran yang diharapkan. Diperlukan momen kebersamaan untuk terus berjalannya proses perubahan pola pikir, pola sikap dan pola perilaku ke arah yang lebih baik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image