Sengketa Waris Bagian Saudara Seibu
Agama | 2023-11-13 15:01:56Konflik sering terjadi dalam kekeluargaan , terutama pada saat pembagian waris , masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak terima akan bagian yang sudah ditentukan hakim , banyak dari mereka menyelesaikannya dengan meminta kesepakatan terhadap ahli waris yang lain atau ke pemuka agama.
“Kalo ke pengadilan hanya memperpanjang masalah saja” ujarnya , masyarakat berasumsi bahwa pengadilan adalah jalan terakhir jika masalah mereka tidak dapat terselesaikan seperti ketika terjadinya musyarakah , pasti banyak dari kita berpikir ”kenapa saudara kandung tidak dapat bagian sedangkan saudara seibu mendapatkan bagian ? apakah ini adil? “.
Musyarakah terjadi apabila seorang memiliki saudara seibu yang lebih dari satu dan pewaris tidak memiliki anak laki-laki atau beberapa anak perempuan dan saham habis terbagi kepada ahli waris yang lain sedangkan saudara kandung pewaris tidak mendapatkan bagian saham karena kehabisan, hal ini dapat menimbulkan banyak sekali problema.
“Apakah saudara seibu itu kedudukannya lebih utama dari saudara kandung pewaris? Dan bagaimana jikalau saham saudara seibu dibagi rata dengan saudara kandung pewaris?".
Permasalahan musyarakah ini pernah terjadi pada zaman kekhalifahan sayidina Umar bin Khattab r.a lalu sayidina Umar r.a memvonis :”saudara kandung tidak mendapatkan hak waris sedikitpun .“ , pada tahun berikutnya ada seorang ahli waris yang protes mengatakan :” Wahai Amirul Mukminin, sungguh mustahil bila ayah kami dianggap keledai atau batu yang terbuang di sungai. Bukankah kami ini anak seorang ibu?", lalu sayidina Umar menanggapi pernyataan ahli waris dan membuat keputusan yakni saudara seibu tetap mendapatkan seperenam dan tidak memandang laki-laki atau perempuannya. (Fathur Rahman 1975).
Tertera dalam KUH Perdata dalam pasal 1066 yang berisi “ Ahli waris boleh menuntut haknya ke pengadilan, dan bagi ahli waris yang lain harus menerima tuntutan tersebut.”, selagi tuntutan tersebut tidak merugikan ahli waris yang lain dan bagi ahli waris harus menerima secara lapang dada apa yang diputuskan oleh hakim. Saudara kandung pewaris tidak diperbolehkan mengambil hak waris saudara seibu seutuhnya, hanya karena beraasumsi bahwa saudara seibu tidak sedarah.
Berdasarkan KUH Perdata dalam pasal 881 ayat (2) bahwa “Seorang ahli waris tidak seyogyanya merugikan ahli waris yang lain.”, ketentuan ini diberlakukan jika ada dari pihak ahli waris yang merasa dirugikan.
Polemik ini dapat dicegah dengan cara :
1. Mendidik anak sejak usia dini , karena pada usia ini paradigma anak-anak baru terbentuk , jika paradigma anak salah maka sulit sekali untuk merubahnya.
Maka dari itu sangat penting sekali bagi orang tua memperhatikan perilaku anaknya.
2.Memperkuat tali silaturrahmi antar kerabat , karena silaturrahmi dapat meminimalisir terjadinya konflik dalam keluarga.
Akar dari permasalahan ini adalah sedikitnya pengetahuan dan sifat egois yang sudah tertanam dalam diri seseorang.
Referensi : buku ilmu waris karangan Drs.Fathur Rahman 1975.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.