Memaksimalkan Peran Ekonomi Digital dalam Pengembangan Industri Halal Indonesia
Khazanah | 2023-11-01 07:26:56Azwar
Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar, Indonesia
ASEAN Investment Report 2018 mendefinisikan ekonomi digital sebagai aplikasi teknologi dan internet dalam produksi dan perdagangan barang/jasa. Definisi lain menyebutkan bahwa paduan kata tersebut menunjukkan bagian dari ekonomi nasional yang berasaskan teknologi digital dengan bisnis model berdasarkan barang/jasa digital. Sementara itu, ekonomi Islam digital didefinisikan sebagai bagian dari ekonomi Islam yang mendukung industri halal melalui platform digital, baik yang dapat meningkatkan penjualan maupun efisiensi produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan.
Pertumbuhan ekonomi digital dapat dilihat melalui pertumbuhan dua subsektor, yaitu e-commerce dan fintech. Keduanya menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan selama beberapa tahun terakhir. Menurut data dari Statista, nilai transaksi e-commerce retail di Indonesia melalui penjualan online di Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dari USD 5,8 miliar pada tahun 2016 menjadi USD 16,5 miliar pada tahun 2022. Sementara itu, berdasarkan laman Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) pada November 2018, terdapat 37 anggota yang tergabung dalam AFSI sejak didirikan pada bulan Oktober 2017. Anggota AFSI tidak hanya terdiri dari fintech syariah, tetapi juga termasuk institusi, akademisi, dan asosiasi yang memiliki aktivitas terkait fintech syariah.
Indonesia memiliki populasi terbesar keempat di dunia dan sering diproyeksikan menjadi pasar terbesar untuk perdagangan digital di Asia Tenggara. Selama beberapa tahun, Indonesia telah mengalami kemajuan dalam digitalisasi, sebagaimana tercermin dari meningkatnya pengguna internet. Laporan We Are Social mencatat, jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 212,9 juta pada Januari 2023. Meski demikian, We Are Social juga mencatat, terdapat 63,5 juta penduduk di tanah air yang belum terkoneksi internet pada awal 2023. Kecepatan internet Indonesia juga masih tertinggal dibanding negara tetangga. Laporan Speedtest Global Index menunjukkan sejumlah kota besar Indonesia masuk dalam peringkat terbawah di Asia Tenggara dalam hal kecepatan unduh (download) via mobile internet.
Kekuatan dan Kelemahan
Kekuatan ekonomi digital di Indonesia sesungguhnya terletak pada pertumbuhan jumlah Muslim yang tinggi, baik pada tingkat nasional maupun global, pertumbuhan transaksi digital dan industri fintech syariah yang terus meningkat, dan perluasan sektor dari e-commerce & e-travel ke edukasi, kesehatan, dan teknologi finansial. Begitu juga, investasi start up digital terus meningkat dan terdapat ketertarikan investor asing terhadap start up digital nasional, sisi infrastruktur telekomunikasi yang kondisinya terus membaik, keberadaan tingkat lulusan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia yang relatif tinggi, menjadi kekuatan dari sisi internal.
Meski memiliki kekuatan, ekonomi digital Indonesia juga memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya, kurangnya kemampuan ekonomi digital saat ini dalam merespon permintaan dan pasar, ketimpangan paparan teknologi digital antarwilayah, terutama daerah perkotaan dan pedesaan, serta masih kurangnya literasi produk dan branding halal. Begitu juga, biaya dan akses internet yang masih relatif mahal plus belum merata, belum adanya standar kurikulum dan pendidikan untuk ekonomi digital, dan minimnya profesional di bidang ekonomi digital, menjadi kelemahan yang penting untuk diperbaiki.
Peluang dan Tantangan
Peluang ekonomi digital di Indonesia terdapat pada dukungan pemerintah terhadap industri ekonomi digital yang sudah cukup baik. Dukungan ini juga terlihat dengan telah tersedianya peta jalan, strategi, dan kebijakan pemerintah terkait dengan industri ekonomi digital yang diusung oleh Kementerian dan Lembaga terkait (E-Commerce Roadmap). Bank Indonesia memiliki Fintech Office, mendukung inovasi melalui Regulatory Sandbox dan mengeluarkan regulasi terkait fintech melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Sementara itu, OJK mengeluarkan regulasi POJK Nomor 77/ POKL.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan POJK Nomor 13/POJK.02/2018 mengenai Inovasi Keuangan Digital di Sektor Keuangan.
Namun demikian, tantangan yang harus dihadapi adalah regulasi pemerintah belum mengakomodasi pertumbuhan start up digital yang sangat pesat dan regulasi-regulasi dari berbagai lembaga dirasa kurang harmonis serta belum terkoordinasi dengan baik. Tantangan lainnya adalah regulasi terkait perlindungan konsumen di sektor digital yang masih kurang dan terdapat isu-isu cybercrime dan cyberattack yang belum teratasi.
Strategi dan Program
Dalam mewujudkan visi menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah di dunia, ekonomi Islam digital yang terdiri dari ekonomi digital dan pengembangan industri 4.0 berperan sebagai enabler dalam industri halal. Oleh karena itu, untuk mengembangkan ekonomi digital Islam di Indonesia, sejumlah strategi dan kegiatan dapat dilakukan.
Pertama, meningkatkan literasi digital dan halal value chain bagi pelaku ekonomi Islam digital melalui pameran, kompetisi, dan forum di daerah-daerah potensial. Untuk mengembangkan industri halal melalui teknologi digital, para pelaku usaha perlu memiliki literasi digital, terutama untuk mengakses teknologi finansial sebagai alternatif sumber pembiayaan dan e-commerce sebagai tempat untuk memperluas pasar. Usaha meningkatkan literasi digital ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan program literasi digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika atau pemangku kebijakan terkait lainnya. Selain itu, sebagai bentuk dukungan lanjut dari pengembangan usaha digital Islam, para pelaku industri dapat diberikan fasilitas mentoring, coaching, dan inkubasi bisnis.
Kedua, meningkatkan investasi dalam pendidikan dan pelatihan teknis dan kejuruan (vokasi) yang terkait dengan TIK. Namun, karena sebagian besar perusahaan di Indonesia adalah UMKM, perusahaan-perusahaan tersebut cenderung kurang mampu melakukan pelatihan. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah harus berperan aktif dengan memfasilitasi para pelaku UMKM untuk meningkatkan kapabilitas digital.
Ketiga, mendorong transformasi digital bagi UMKM untuk memperkuat national halal value chain mengingat pertumbuhan transaksi digital, terutama transaksi melalui mobile dan industri fintech syariah yang terus meningkat. Di antaranya, dengan mengembangkan online marketplace dan sistem pembayaran halal. Saat ini, bertransaksi secara digital melalui e-commerce atau online marketplace merupakan gaya hidup dan kebutuhan seluruh masyarakat. Akan tetapi, belum banyak marketplace yang berspesialisasi untuk menjual produk (barang/jasa) halal dan bertransaksi secara syariah. Selain itu, marketplace konvensional juga jarang sekali memberikan perhatian khusus terhadap kehalalan sebuah produk, termasuk kesesuaian transaksi dan model bisnisnya dengan syariah Islam. Oleh karenanya, sangat penting untuk mengembangkan marketplace halal, baik dari segi produk maupun sistem pembayaran. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun marketplace halal (yaitu marketplace yang secara spesifik menjual produk halal serta menggunakan transaksi dan sistem pembayaran yang sesuai dengan syariah Islam). Dapat pula, dengan mengembangkan marketplace halal melalui kolaborasi dengan marketplace konvensional (misalnya dengan menempatkan fitur-fitur yang membantu konsumen untuk mengetahui kehalalan sebuah produk pada marketplace konvensional; sistem pembayaran sesuai syariah seperti e-money syariah, go-pay syariah dan ovo-syariah; serta fitur-fitur lainnya yang relevan);
Keempat, mendukung penguatan keuangan, regulasi, dan ekosistem yang sesuai syariah dalam ekonomi digital. Di antaranya, dengan membangun atau menyediakan fasilitas inkubator yang dapat memfasilitasi tumbuhnya perusahaan start up yang dapat memperkuat national halal value chain dan memiliki cakupan global.
Kelima, menyediakan panduan usaha digital dan panduan kepatuhan syariah yang dapat diakses oleh publik. Peningkatan skala usaha dan kemanfaatan industri syariah memerlukan panduan untuk menentukan standar kehalalan sebuah produk (barang/jasa) serta transaksi/model pembiayaan yang sesuai syariah. Panduan ini dapat membahas berbagai hal, mulai dari kualifikasi produk digital, karakteristik perusahaan, hingga pendanaan usaha yang sesuai dengan syariah Islam. Panduan usaha digital dan panduan kepatuhan syariah ini akan memotivasi para pelaku usaha untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan nilai-nilai syariah.
Seluruh strategi dan program ini diharapkan dapat membantu optimalisasi dan pengembangan industri halal Indonesia menuju pusat halal di dunia melalui optimalisasi dan maksimalisasi peran ekonomi digital. Semoga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.