Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HeryWibowo

Membangun Bangsa Melalui Strategi Perubahan Perilaku

Eduaksi | Sunday, 02 Jan 2022, 15:21 WIB

Satu isu yang tidak akan pernah lekang oleh zaman adalah isu pembangunan. Hal ini dikarenakan pembangunan bangsa dan negara adalah proses yang terus berkelanjutan sepanjang peradaban manusia ada. Maka, sepanjang pemerintahan sebuah negara ada, maka tugas mereka adalah tidak berhenti untuk mensejahterakan seluruh warga negaranya.

Namun demikian, hari ini dunia tidak lagi mengenal istilah one man show, ataupun superman, atau superleader. Tantangan pembangunan terlalu berat untuk diselesaikan satu orang. Bahkan jika bicara pada konteks bidang ilmu, hari ini tidak ada satu bidang ilmupun yang mampu menyelesaikan beragam permasalah sosial dan upaya pemenuhan kebutuhan sosial masyarakat. Kompleksitas permasalahan begitu rumit, sehingga jejaring dan koneksivitas keilmuan menjadi keniscayaan. Maka tepat kiranya kredo yang disarikan dari buku Etos Hijau Generasi Pembaru (Wibowo, et al., 2021), yaitu sukses bangsa adalah akumulasi dari sukses individu. Maknanya inilah era kerjasama, sinergi dan kolaborasi. Inilah era sharing economy, atau bahasa mudahnya; “ketika dapat dipanggul Bersama-sama, kenapa harus digotong sendirian?”.

Maka tantangan bersamanya adalah bagaimana mendorong warga negara memandang ke arah visi yang sama? Bagaimana membangun perilaku yang selaras dengan pembangunan? Bagaimana strategi mendorong sebanyak mungkin anggota masyarakat membangun perilakunya ke arah yang selaras dengan visi bangsa?

Maknanya, semakin seiring sejalan perilaku masyarakat dengan visi pembangunan, maka seyogianya bangsa ini semakin dekat dengan cita-cita kemerdekaan dan kesejahteraan yang diharapkan. Semakin mampu dorong berperilaku searah ini digaungkan maka semakin dekat Negara mencapai visi kemerdekaannya.

Pemasaran Sosial

Pemasaran Sosial atau Social Marketing adalah penggunaan prinsip-prinsip dan tehnik-tehnik marketing untuk mempengaruhi sejumlah target tertentu untuk secara sukarela menerima, menolak, memodifikasi atau meninggalkan perilaku tertentu untuk manfaat/maslahat dari individu, kelompok, ataupun masyarakat secara keseluruhan (Kotler, Roberto, & Lee, 2002). Hari ini mungkin terminologi pemasaran sosial (social marketing), belum terlalu banyak dikenal public. Publik secara umum lebih mengenal istilah pemasaran bisnis, atau pemasaran komersial. Namun sejatinya keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.

Apakah perbedaan antara pemasaran sosial dan pemasaran komersial (Kotler, Roberto, & Lee, 2002)? Berikut penjelasan singkatnya, (1) Pemasar sosial fokus untuk ‘menjual perilaku’, dimana para pemasar bisnis/pemasar komersial berfokus untuk menjual produk komoditas barang dan jasa. (2) Sektor pemasaran komersial memprosisikan aktivitas pemasarannya dengan berkompetisi dengan perusahaan lain, dimana sektor pemasaran sosial berkompetisi dengan “perilaku lama yang perlu diubah” dan sejumlah manfaat yang seyogianya dapat diterima oleh penerima manfaat. (3) Keberhasilan utama dari ‘penjualan’ pada aksi pemasaran komersial adalah keutungan atau laba bagi pemegang saham/kesejahteraan individu/kelompok. Sementara ukuran keberhasilan ataupun kesuksesan dari program pemasaran sosial adalah kesejahteraan bersama dari masyarakat.

Maka, tidak ada salahnya diantara program-program pemerintah/swasta ataupun sekolah diarahkan pada program perubahan perilaku yang mendukung kesuksesan pembangunan. Tidak ada salahnya para guru dan dosen penggerak secara berkesinambungan terus meningkatkan kualitas kecakapan belajar mengajarnya untuk membangun perilaku positif dan produktif. Mengarahkan peserta didik untuk meninggalkan perilaku yang bertolak belakang dengan visi pembangunan. Memodifikasi perilaku belajarnya agar lebih efektif dan efisien dalam membangun pemahaman ilmu baru, ataupun menyempurnakan literasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan kompetensi yang disyaratkan. Meninggalkan perilaku lama yang tidak produktif seperti bermalas-malasan, tidur-tiduran, menyebarkan hoaks, mengunggah konten nyinyir/kebencian dll. Ragam hal tersebut merupakan pekerjaan rumah bangsa yang seringkali terlupakan. Padahal aksi bermanfaat dari pemasaran sosial dapat mulai dilakukan dari level terkecil, orang tua kepada anaknya, teman pada komunitasnya, guru kepada muridnya, ketua RT kepada warganya, sampai pada pemerintah pada rakyatnya.

Membangun aksi pemasaran sosial, secara umum merupakan bentuk dari pembangun sosial, yaitu pembangunan yang berfokus bukan pada hal-hal yang nampak (tangibles), namun ke hal-hal yang tidak kasat mata (intangibles). Ini adalah proses pembangunan yang berfokus pada sisi mentalitas, pola pikir, ataupun cara pandang. Inilah dimensi pembangunan yang sulit secara langsung diukur, namun melalui periode tertentu akan dapat dirasakan hasilnya secara nyata.

Bangsa ini telah banyak berlatih melakukan aksi pemasaran sosial sepanjang masa pandemi setahun sampai dua tahun kebelakang. Maka, hari ini saatnya, aksi perubahan perilaku diarahkan pada beragam aktivitas lainnya seperti membangun perilaku kewirausahaan, kebiasaan yang mendorong kecakapan kretivitas dan inovasi, membangun tingkah laku empati sosial dan lain-lain. Inilah momentum untuk melengkapi dimesi pembangunan untuk membangun maslahat bagi masyarakat yang lebih besar, melalui aksi pemasaran sosial yang berfokus pada inovasi dan kreativitas tinggi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image