Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Siapa Golongan Yang Anti Persatuan Nasional?

Politik | Friday, 27 Oct 2023, 09:36 WIB

Bangsa Indonesia sedang berhadapan dengan situasi sulit. Bukan saja karena kehancuran perekonomian nasional dan sistem politik, tetapi juga kehancuran sosial budaya dan meluasnya sentimen yang hendak memecah-belah bangsa.

Ancaman ekstremisme hampir terjadi setiap hari, entah itu memang hendak dilakukan oleh ekstremis atau ada skenario politik di belakangnya. Sementara itu, pertikaian antara kelompok, perkelahian dan kenakalan remaja atau pelajar, residu politik CEBONG VS KADRUN yang terus menerus terjadi sejak 2014 dan 2019.

Kebebasan berkeyakinan juga sedang terganggu. Ada segelintir kaum fasis reaksioner, yang sama sekali tidak punya kontribusi terhadap pendirian bangsa ini, telah berusaha memaksakan kemutlakan keyakinannya kepada mayoritas. orang-orang Ahmadiyah dianggap haram di republik ini, meskipun mereka sudah tinggal di bumi nusantara sejak ratusan tahun. bahkan beberapa gereja dipersulit izin pembangunannya karena khawatir permutadan.

Kejadian paling memilukan dan terus terjadi sejak 1966 adalah Phobia-Sosialisme. bahwa ada narasi mempelajari Teori Sosialisme bisa murtad menjadi seorang atheis, itu adalah pernyataan konyol. Jika bercermin kepada siapa pendiri republik ini, adakah golongan yang bisa menyangkal bahwa tidak satupun dari pendiri Republik Indonesia ini yang tidak terpengaruhi oleh sosialisme. Sebut saja: Bung Karno, Bung Hatta, Amir Sjarifuddin, Tan Malaka, Sjahrir, dan masih banyak lagi. Bisakah kita menyangkal bahwa kaum sosialis punya peranan besar dalam perjuangan mencapai Indonesia merdeka dan mempertahankan kemerdekaan.

Benar apa yang pernah dikatakan Bung Karno saat memberikan pidato di depan peserta Pembukaan Kursus Kilat Kader Nasakom, 1 Juni 1965, sebagai berikut:

“ Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, saya ucapkan atas nama seluruh bangsa Indonesia, dan proklamasi Kemerdekaan itu dipertahankan oleh seluruh Rakyat Indonesia zonder phobi-phobian, zonder ada perpecahan diantara kita dengan kita.”

Pernyataan Bung Karno itu sudah sangat jelas: siapapun yang terlibat dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, terlepas apapun ideologinya, mereka harus disebut pejuang republik Indonesia. Jadi, siapapun yang berbicara sosialisme-phobia untuk menyingkirkan peranan pejuang kemerdekaan, bukan saja mereka telah melecehkan sejarah perjuangan bangsa dan para pendiri Republik, tetapi telah menjadi unsur reaksioner yang menghendaki perpecahan dan bubarnya Republik Indonesia ini. Tinggalperangkat aparat keamanan dan Jokowi memilih: mau memihak segelintir pemecah belah bangsa itu ataukah memihak persatuan nasional?

Sudah menjadi jelas pula, setidaknya bagi kami, bahwa pihak-pihak yang selalu menyulut perpecahan nasional adalah pihak-pihak itu juga: fasis reaksioner. Kelompok inilah yang menyebarkan kebencian anti-ahmadiyah dan anti kelompok minorirtas; mereka pula yang selalu menutup gereja-gereja; mereka pula yang dibayar orba untuk memukul gerakan pro-demokrasi di tahun 1996-1999; mereka pula yang selalu meneriaakkan berdirinya negara berdasarkan agama (jelas anti-pancasila dan anti NKRI); dan, mereka pula yang selama ini menyebarkan sosialisme phobia.

Kelompok reaksioner ini adalah agen imperialisme. Bukankah ketika bangsa Indonesia berjuang keras melawan kolonialisme, ada pula segelintir orang yang bekerja dengan penjajah belanda dan menebarkan perpecahan di bangsa kita. Sekarang ini, ketika kita sedang berusaha keras untuk bangkit melawan penjajahan baru (imperialisme), kelompok semacam ini kembali berusaha mengacaukan persatuan kita dan mempromosikan kesempitan berfikir. Imperialisme dan segala bentuknya termasuk NEOLIBERALISME yang merugikan sistem ekonomi bangsa dan negara adalah musuh Kaum Marhaen dan wajib diganyang!

Terakhir, untuk menutup editorial ini, saya kutip perkataan Bung Karno yang disitir dari pemimpin besar Amerika, Abraham Lincoln: "a nation divided against it self cannot stand".

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image