Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image sucahyo adi swasono@PTS_team

Seruan Perdamaian Bagi Bumi Indonesia Nusantara

Sejarah | Saturday, 14 Oct 2023, 10:16 WIB
Ilustrasi: kemhan.go.id

“Pancasila sebagai dasar negara (philosophischegrondslaag) ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dinyatakan sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka. Sebab, syarat penting sebagai sebuah bangsa adalah: kehendak untuk bersatu (le desir detre ensemble). Dilihat dari proses sejarah pembentukan Pancasila dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan kompromi dan konsensus nasional dari semua golongan masyarakat Indonesia, yang bersepakat untuk membentuk sebuah bangsa dengan DASAR PANCASILA. Maka PANCASILA sebagai Dasar Negara, secara legal formal maupun yuridis formal telah final a legitimate sejak 18 Agustus 1945 ...” (Analisis Historis)

Pembaca yang budiman, sebangsa dan setanah air ...

Keprihatinan kami sebagai salah satu dari sekian anak bangsa atas situasi dan kondisi bangsa dan negara hingga saat ini, menginspirasi kami untuk menuangkan pemikiran di artikel ini dengan tajuk : “Seruan Perdamaian Bagi Bumi Indonesia Nusantara”, boleh jadi akan memberikan kontribusi yang berarti bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan negara.

Apalagi, saat ini kita sedang berhadapan dengan situasi dan kondisi dunia yang menggejala pada ketidakpastian, ketimpangan, dan ketidakseimbangan yang mulai dirasakan oleh hampir seluruh bangsa dan negara di dunia. Polarisasi dua kubu (Kapitalis-Liberalis vs Sosialis-Komunis) yang ditandai oleh persaingan dan perebutan hegemoni ekonomi atau perang dagang telah berlangsung dan berkecenderungan menyeret ke dalam perang senjata, bukan suatu rahasia lagi.

Usai menyeruaknya isu pandemi Covid-19 dengan segala variannya, yang kian memperburuk dan runyamnya situasi dunia dan berimbas terhadap tiap-tiap bangsa dan negara di pelbagai belahan dunia tanpa kecuali, kini menyusul ancaman bencana iklim, yakni El Nino dan Lanina mulai dirasakan dan berpotensi mengancam krisis pangan global. Dan, hal ini pun bukan tak mungkin akan memengaruhi pula terhadap ketahanan dan kedaulatan pangan di negeri ini.

Lebih-lebih, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa guna mencapai ketahanan pangan, yakni terpenuhinya stok kebutuhan pangan negeri ini, diterapkan dengan cara impor dari negara lain, khususnya beras sebagai kebutuhan pangan utama bagi penduduk negeri ini.

Secara historis, Bangsa Indonesia yang dibangun berlandaskan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila, namun tidak mampu mewujudkan bangunan kehidupan yang sehat sebagaimana nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila itu sendiri. Ketimpangan dan ketidakadilan selalu menjadi warna dominan dalam melukis perjalanan bangsa ini. Pancasila yang sebenarnya sarat akan nilai-nilai keseimbangan tidak pernah difungsikan sebagaimana mestinya.

Menghadapi tantangan berat yang kian mencemaskan, bangsa ini harus berbenah, Pancasila harus ditegakkan, Pancasila harus difungsikan sebagai Dasar Negara dengan sebenar-benarnya. Meskipun hal itu akan menggusur tatanan bangsa saat ini yang penuh ketimpangan dan ketidakadilan. Oleh karena itu, di artikel ini perkenankan kami mengemukakan aspirasi pemikiran dalam semangat untuk memperbaiki kehidupan bangsa menuju kondisi yang lebih baik. Begitulah, latar belakang mengapa artikel dengan judul tersebut kami kemukakan di sini.

Negeri yang Kaya Tapi Miskin

“Orang bilang tanah kita tanah surga”, demikian sebuah penggalan lirik Lagu dari Koes Plus yang berjudul “Kolam Susu”. Penggalan lirik tersebut menggambarkan betapa melimpahnya kekayaan alam di Persada Nusantara ini. Nah, coba kita perhatikan bagaimana gambaran kekayaan alam di bumi pertiwi ini.

Kita mulai dari kekayaan hutan Indonesia. Hutan tropis Indonesia adalah terbesar ke-3 Dunia, dimana 99 Juta hektar hutan kita membentang dari timur hingga ke barat di bumi Nusantara ini. Hutan Hujan Tropis adalah bagian dari keseimbangan dunia, karena hutan hujan tropis adalah penghasil oksigen dan penyerap karbondioksida yang terbesar. Hal ini berarti Indonesia adalah bagian dari ‘Paru-Paru Dunia’. Selain itu, hutan hujan tropis juga penghasil kayu-kayu terbesar dan berkwalitas. Hutan hujan tropis juga mampu menyediakan cadangan air bersih yang cukup besar, dan berbagai manfaat lainnya dari hutan hujan tropis.

Kemudian, kekayaan bahan tambang di Indonesia. Rata-rata produksi bahan tambang di Negara kita masuk dalam 10 terbesar di Dunia. Indonesia adalah penghasil Timah terbesar di dunia, Indonesia adalah penghasil Tembaga ke-2 terbesar di Dunia, penghasil Nikel ke-3 di Dunia, dan penghasil Emas ke-6 di Dunia. Cadangan Gas Alam Indonesia, sebanyak 2,8 Trilyun M3 menjadikan Indonesia sebagai pengekspor Gas Alam 10 besar di dunia. Indonesia juga penghasil batu bara peringkat ke-5 dunia, namun menjadi pengekspor batu bara terbesar di dunia.

Data di atas sudah cukup mewakili gambaran betapa melimpahnya kekayaan bahan tambang di negeri ini. Meskipun masih banyak lagi hasil-hasil tambang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu di sini.

Kekayaan hasil laut Indonesia sebagai negara kepulauan yang di bawah garis Equator, menjadikan Indonesia sebagai salah satu penghasil tangkapan ikan terbesar di dunia. Sebab, laut di Indonesia adalah rumah yang ideal bagi jenis ikan-ikan laut. Hasil tangkapan ikan laut Indonesia, rata-rata 6,4 juta ton per tahun, dan menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-4 terbesar dunia.

Potensi pertanian dan perkebunan, terkait dengan posisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang dilalui garis Katulistiwa dan dihiasi ratusan gunung berapi, menjadikan sebagian besar tanah-tanah di bumi pertiwi ini cukup subur dengan intensitas penyinaran matahari yang cukup optimal dan curah hujan yang cukup tinggi setiap tahunnya. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Dari komoditi perkebunan, ekspor sawit Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Sementara, ekspor karet kita adalah nomor 2 terbesar di dunia.

Nah, dengan demikian tergambarlah betapa melimpahnya kekayaan dan betapa masifnya eksploitasi terhadap sumber daya alam (SDA) di bumi Nusantara ini. Dengan gencarnya eksploitasi terhadap SDA-nya seharusnya bangsa ini sudah tinggal landas menuju bangsa yang sejahtera serba berkecukupan. Namun sayangnya, tidak demikian dengan realita yang terjadi.

Fakta realita ironis yang melanda bangsa ini, yakni negara yang dikenal sebagai negara agraris dengan lahan yang sangat subur, namun faktanya masih banyak bahan-bahan pangan yang impor, sebagaimana data berikut ini yang dirilis oleh BPS sepanjang 2022 :

· Impor Beras 429.207 ton

· Impor Gula 6 juta ton

· Impor Garam 2,45 juta ton

· Impor Kedelai 2,32 juta ton

· Impor Singkong 136.889 ton

· Impor Jagung 911.914 ton.

Kenapa semua ini bisa terjadi? Pasti ada ‘kesalahan’ yang mendasar dalam tata kelola terhadap bangsa ini. Inilah yang menunjukkan bahwa Pemerintah kurang berpihak kepada para petani, pekebun dan nelayan kita.

Fakta realita ironis berikutnya, adalah Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, namun mengapa hutang Pemerintah dari tahun ke tahun semakin membesar? Apa yang membuat salah dengan sistem penganggaran di negeri ini? Ditemukan data bahwa sampai dengan 2022, utang Pemerintah mencapai 396,8 miliar dolar AS yang secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 4,1%.

Realita yang paling memprihatinkan adalah, dengan SDA yang melimpah, namun mengapa jumlah penduduk miskin masih banyak? Angka kemiskinan menurut Data BPS pada Maret 2023 menunjukkan 25,9 Juta jiwa. atau 9,36%. Boleh jadi, fakta di lapangan lebih tinggi dari jumlah tersebut. The Intrepeter, media asal Australia menyebutkan bahwa 20% atau kurang lebih50 juta jiwa penduduk Indonesia rawan miskin, bahkan potensinya bisa lebih dari itu. Banyaknya penduduk miskin bisa kita lihat dari indikator lainnya, yakni tingginya jumlah kasus gizi buruk (stunting). Jumlah kasus stunting di Indonesia sebesar 27,67%, memposisikan Indonesia berada di urutan ke-4 di Dunia dan ke-2 di Asia.

Dari gambaran tersebut di atas, tentunya menimbulkan pertanyaan yang sangat sederhana : “Kemanakah larinya sebagian besar duit-duit hasil menguras kekayaan alam di bumi Nusantara ini?”

Ternyata, akar permasalahan di atas adalah ‘ketimpangan ekonomi’. Kekayaan SDA yang demikian besar dan melimpah hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang kaya di negeri ini. Lembaga OXFAM merilis laporannya tentang ketimpangan yang terjadi di Indonesia, yakni kekayan 4 orang terkaya di Indonesia, lebih tinggi dari kekayaan 40% penduduk miskin, atau sekitar 100 Juta penduduk. Dan, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dari negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi di Dunia. Ketimpangan lain dirilis oleh BPS dalam bentuk penguasaan lahan produktif. Menurut BPS 1% penduduk menguasai 68% Lahan produktif di Indonesia. Selain itu juga terjadi ketimpangan pembangunan antara Pusat dan Daerah. Kadin mencatat, bahwa peredaran uang di negeri ini 70% beredar di Ibu Kota dan sekitarnya. Ketimpangan pembangunan juga terjadi antara Kota dengan dengan Desa, pulau Jawa dengan pulau-pulau di luar Jawa, dan berbagai bentuk ketimpangan lainnya. Sungguh kondisi yang sangat memprihatinkan. Inilah bentuk suatu pengkhianatan terhadap Sila-Sila Pancasila, Sila-Sila yang menjunjung tinggi ‘prinsip-prinsip keseimbangan’ atau keadilan.

Ketimpangan ini membuktikan, bahwa Pancasila hanya slogan, hanya simbol semata, Pancasila tidak pernah tegak menjadi pondasi di pumi pertiwi ini.

Setelah dikaji lebih dalam, bahwa ketimpangan terjadi akibat sistem yang dibangun memberikan ruang yang leluasa bagi ambisi keserakahan manusia, melalui praktik-praktik kapitalisme yang sudah mencengkeram bangsa ini. Perlu disadari bahwa ketimpangan sosial-ekonomi adalah penyebab tingginya angka korupsi di negeri ini. Kesenjangan pendapatan antara pejabat dengan pengusaha, membuka peluang kerja sama oknum-oknum pejabat dengan pengusaha-pengusaha nakal untuk me-mark up setiap nilai proyek. Target pengusaha adalah untuk mendapatkan proyek dari pemerintah, dan target pejabat adalah bagaimana mendapatkan bagian keuntungan dari proyek tersebut. Selain itu, gambaran kehidupan mewah para elit di negeri ini menimbulkan rasa iri sebagian manusia yang hidup dalam batas ekonomi pas-pasan. Banyak yang tergiur mengambil jalan pintas dengan melakukan penguasaan harta orang lain melalui tindak-tindak kriminal. Mulai dari penipuan, pencurian, perampasan, sampai dengan pembunuhan.

Dampak lain dari tingginya realita ketimpangan adalah potensi kerusuhan dan perpecahan. Masyarakat saat ini mudah sekali diprovokasi untuk melakukan kerusuhan yang mengarah pada anarkisme, sampai penghilangan nyawa orang lain dengan dalih memperjuangkan keadilan hukum, keadilan ekonomi, kesetaraan pembangunan, dan lain sebagainya. Tingginya ketimpangan ekonomi juga menggambarkan bahwa masih maraknya praktik-praktik penindasan di negeri ini yang tidak sesuai dengan pokok pikiran yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945, yakni “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Semua kenyataan tersebut di atas, menunjukkan adanya kesalahan fatal dalam pengelolaan negara selama ini. Pengelolaan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilaI Pancasila yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip keseimbangan dan keadilan. Pengelolaan negara yang lebih didasari oleh praktik-praktik kapitalisme yang hanya menciptakan ketimpangan sosial-ekonomi, kapitalisme yang hanya merusak bangunan keseimbangan alam.

Dengan demikian, perlu dicamkan, merusak keseimbangan alam sama dengan menciptakan berbagai bencana alam. Membikin ketimpangan sosial-ekonomi, sama dengan menciptakan arena pertarungan konflik sosial. Jadi, Ketimpangan sama dengan merusak keseimbangan, sama dengan menciptakan kehancuran. Akibat kesalahan pengelolaan mengakibatkan negara saat ini berjalan menuju kehancurannya. Indikasinya, bencana-bencana alam sudah menjadi agenda tahunan yang tersebar di berbagai daerah. Kriminalitas yang semakin marak dan potensi kerusuhan serta perpecahan yang sangat tinggi.

Jadi, kesalahan dalam pengelolaan Negara selama ini akibat dari :

1. Pacasila tidak dipahami dan difungsikan sebagaimana nilai-nNilai yang dikandungnya.

2. Sistem tata negara yang dijalankan tidak sesuai dengan Pancasila karena memberi ruang leluasa bagi keserakahan melalui praktik-praktik kapitalisme.

Pancasila Sakti

“Kesaktian Pancasila” yang digembar-gemborkan, bahkan dijadikan peringatan setiap 1 Oktober sebagai hari Kesaktian Pancasila, nampaknya perlu dievaluasi. Mengapa? Istilah Pancasila Sakti atau Kesaktian Pancasila tercetus akibat kegagalan peristiwa G30S/PKI. Pancasila memang selamat dari mulut Buaya Komunis, namun Pancasila masuk dalam cengkeraman Harimau Kapitalis. Jadi, dimanakah letak kesaktiannya? Fakta-fakta di atas menununjukkan bahwa Kesaktian Pancasila belum teruji. Pancasila hanya dijadikan sekedar slogan atau simbol, bukan sebagai Dasar Negara.

Pancasila tidak berdaya dalam cengkeraman virus kapitalisme yang saat ini sudah merasuk, menginfeksi seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat di negeri ini. Pancasila harus disehatkan, harus dibersihkan dari pemahaman-pemahaman yang sarat dengan virus-virus kapitalisme. Pancasila harus dibangkitkan, harus ditegakkan, Pancasila harus difungsikan sebagai Dasar Negara dengan sebenar-benarnya.

Oleh karena itu perlu dilakukan pelurusan terhadap pemahaman Pancasila yang benar sesuai dengan nilai-nilai yang dikandungnya.

Nah, bagaimanakah pemahaman yang tepat terhadap Pancasila sesuai dengan Nilai-Nilai yang dikandungnya?

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Tuhan sangat menjunjung tinggi keseimbangan, Tuhan sangat berpihak pada keseimbangan, dan eksistensi Tuhan tergambar dari maha karya ciptaan-Nya yang maha seimbang, juga ajaran-ajaran yang berisi nilai-nilai kehidupan yang berlandaskan keseimbangan. Kita lihat bagaimana maha karya ciptaan Tuhan yang sangat seimbang. Mulai dari semesta angkasa yang maha luas, dirancang dengan sistem yang maha seimbang dan canggih, termasuk tata surya di dalamnya. Rancangan gerak matahari dengan benda-benda langit yang mengitarinya sangat teratur dan seimbang, sehingga tidak terjadi benturan antara yang satu dengan lainnya.

Bumi yang menjadi bagian dari tata surya juga berposisi sangat seimbang terhadap matahari. Tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh, sehigga menjadikan suhu di bumi sangat ideal bagi kehidupan, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Mahluk hidup-mahluk hidup yang tumbuh di Bumi diciptakan dengan sistem anatomi yang sangat seimbang, menyesuaikan dengan habitat masing-masing. Yang hidup di air dibekali insang dan sirip untuk berenang, yang terbang di udara dibekali sayap dan kantung udara, yang di darat dibekali kaki dan tangan, dan antar mahluk hidup terjadi saling memangsa membentuk rantai makanan yang seimbang dalam satu lingkungan yang disebut dengan ekosisitem. Begitu canggihnya, teraturnya, detil, rancangan keseimbangan Sang Maha Pencipta sampai dengan hal-hal yang sekecil-kecilnya tanpa ada yang terlewatkan sedikitpun.

Kepada manusia, Tuhan mengaruniakan kelebihan akal pikiran atau kecerdesan dibanding dengan mahluk hidup lainnya, dengan harapan agar manusia mampu mengemban amanah guna mengelola bumi dan seisinya. Sudah sepatutnyalah manusia mensyukuri karunia Tuhan yang sangat luar biasa dan berposisi sebagai hamba yang patuh terhadap kehendak Tuhan. Dan, tugas manusia sebagai Hamba Tuhan sangat jelas, yakni :

· Mengelola Bumi dan seisinya untuk kemakmuran bersama tanpa merusak Bangunan Keseimbangan Alam.

· Menjalankan ajaran kehidupan seimbang terhadap diri, keluarga, dan masyarakat.

Ajaran yang berisi nilai-nilai kehidupan seimbang tersebut yang melandasi pengertian Sila ke-2 sampai dengan Sila ke-5 Pancasila.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Bila Sila ke-2 benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seharusnya tidak akan terjadi ketimpangan sosial-ekonomi yang cukup dalam. Tidak akan terjadi perlakukan hukum yang tidak adil, tidak akan terjadi kerusakan alam yang sangat masif, dan tidak akan terjadi berbagai ketimpangan atau kerusakan keseimbangan yang lainnya.

Jadi, bagaimana pemahaman Sila ke-2 yang benar?

Tuhan mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang berlandaskan keseimbangan, yakni nilai-iilai kebaikan universal. Nilai-nilai tersebut antara lain : saling membantu dalam kebaikan, saling menghargai, saling menyayangi, tidak merugikan pihak lain,tidak menindas sesama, tidak merusak alam, rajin, profesional, dan lain-lain. Nilai-nilai kebaikan universal ini senilai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Selanjutnya, nilai-nilai kebaikan harus diimplementasikan menjadi aturan hukum yang mengikat agar menjadi budaya atau tradisi positif bagi setiap perilaku warga. Karena proses pembiasaan atas suatu nilai selalu diawali dengan menjadikannya sebagai aturan yang mengikat.

Dengan terciptanya budaya kehidupan positif, baik budaya dalam menata kehidupan pribadi yang seimbang, budaya dalam membangun Rumah Tangga yang Seimbang, budaya dalam berinteraksi sosial secara seimbang, dan budaya dalam memperlakukan lingkungan tanpa merusak keseimbangannya, maka sama dengan mewujudkan sikap yang penuh rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia

Bingkai NKRI dengan Pancasila sebagai simbol pemersatu, berusaha dijadikan tali pengikat persatuan bangsa. Namun berbagai ketimpangan dan ketidakadilan di dalamnya telah menimbulkan banyak perselisihan, pertikaian, dan konflik-konflik sosisal lainnya. Bila kondisi tersebut dibiarkan, akan berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa. Karena sesungguhnya, nilai-nilai kebaikan itu bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa dan bersifat universal. Artinya, semua umat dari agama maupun kepercayaan yang berbeda-beda akan mempunyai pandangan dan penilaian yang sama terhadap nilai-nilai kebaikan. Selanjutnya, bila nilai-nilai tersebut dijadikan aturan yang mengikat dalam berinteraksi sosial tanpa harus membenturkan baju identitas keagamaan masing-masing, maka akan terwujud kehidupan sosial bernegara yang bersatu dalam ikatan nilai-nilai kebaikan universal.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Himat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Sila ke-4 ini dijadikan landasan dalam menyusun sistem ketatanegaraan bangsa ini. Namun sejak awal kita merdeka, potensi perebutan kekuasaan antar kelompok sudah nampak dan terus terjadi hingga saat ini. Jadi, sistem pemerintahan berupaya mengadopsi kepentingan berbagai kelompok melalui bagi-bagi kekuasaan. Sistem bagi-bagi kekuasaan sangat memboroskan anggaran negara dan tidak efektif karena sering terjadi tarik ulur kepentingan. Sehingga setiap keputusan harus mengadopsi semua kepentingan, meskipun harus mengorbankan kepentingan yang lebih utama dan lebih penting.

Dengan demikian, semestinya kehidupan masyarakat harus diatur dan dikendalikan oleh nilai-nilai kebaikan yang universal dan dibingkai dalam sistem ketatanegaraan yang berlandaskan prinsip-prinsip keseimbangan. Yakni, sistem ketatanegaraan yang adil dan profesional, atau efektif dan efisien. Sistem Permusyawaratan/Perwakilan, bukan sistem bagi-bagi kekuasaan yang memboroskan anggaran negara dan tidak efektif seperti selama ini. Namun, Sistem Permusyawaratan/Perwakilan adalah bentuk pemerintahan terbuka atas setiap aspirasi maupun koreksi yang bersifat positif dan disampaikan secara berjenjang atau keterwakilan. Gambaran sistem keseimbangan dalam tubuh manusia, bisa dijadikan acuan dalam menyusun sistem ketatanegaraan yang seimbang.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pada akhirnya hukum atau tata aturan masyarakat yang sarat nilai-nilai kebaikan universal dan dibingkai dalam wadah sistem ketatanegaraan yang seimbang, akan mampu menciptakan kehidupan yang berkeadilan secara menyeluruh, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Yakni, kehidupan yang tidak membeda-bedakan status sosial, penuh kesejahteraan yang berkeadilan, serta memposisikan masyarakat adalah sama sederajat di dalam hukum dan pemerintahan.

Dari keseluruhan pemaparan di atas, maka sejak Proklamasi 1945 hingga saat ini, Pancasila tidak pernah dipahami sesuai dengan nilai-nilai yang dikandungnya, Pancasila cenderung ditafsirkan menurut kepentingan masing-masing, Pancasila tidak pernah dijadikan sebagai Dasar Negara dengan sebenarnya, sehingga wajar saja bila wujud kehidupan bangsa ini jauh dari tatanan ideal.

Bagaimanakah seharusnya model tatanan bangsa yang ideal, tatanan bangsa yang seimbang yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila?

Silakan bersua di artikel kami berikutnya bila masih berkenan membaca. Sekian dulu dan terima kasih. Salam Seimbang Universal Indonesia_Nusantara ....

Kota Malang, Oktober di hari keempat belas, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image