Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fazza Aulia

Menggali Potensi Pajak Karbon Sebagai Peluang Pendapatan Negara

Lainnnya | 2023-10-12 08:43:23
Menggali potensi implementasi pajak karbon di Indoensia sebagai bagian dari sumber pendapatan negara

Kegiatan produksi dari semua sektor usaha memilki potensi menghasilkan eksternalitas negatif seperti banyaknya gas yang dilepaskan ke udara terbuka, gas-gas tersebut menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Seperti salah satu efek dari eksternalitas negatif yang sedang kita rasakan saat ini adalah polusi udara, pencemaran udara di berbagai wilayah di Indonesia saat ini sebagian besar disebabkan oleh kegiatan industry yang menimbulkan banyak dampak buruk bagi Masyarakat, seperti Asap dari cerobong pembuangan suatu pabrik menimbulkan kabut asap yang harus dihirup oleh orang lain. Karena itu pemerintah berupaya mengatasi dengan menerapkan pajak karbon sebagai solusi dalam mengatasi eksternalitas negatif akibat emisi karbon dan menggali potensi penerimaan negara dari pajak karbon di Indonesia.

Pemerintah telah melakukan langkah konkret dalam mewujudkan pembangunan rendah karbon dengan menerapkan pigouvian tax yaitu pajak yang besarnya sama dengan biaya eksternal per unit dari suatu kegiatan ekonomi. Ini dapat dilakukan dalam bentuk pajak karbon sebagai upaya mengurangi eksternalitas negatif berupa produksi emisi karbon. Dalam mengatur pengenaan pajak karbon, Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa pajak karbon dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon (Undang-Undang RI, 2021). Pengenaan pajak karbon bertujuan mengubah perilaku masyarakat dan industri untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah emisi karbon. Aturan tersebut merupakan wujud keseriusan pemerintah dalam mencapai net zero emission pada tahun 2050.

Pelaksanaan pajak karbon sebagai salah satu turunan implementasi pigouvian tax, diharapkan dapat mengurangi eksternalitas negatif dari emisi karbon, melalui pembebanan biaya tambahan atau pajak atas aktivitas terkait. pajak karbon sendiri didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil dan ditujukan untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca(GRK) diikuti dengan penurunan polusi udara dan juga pencegahan perubahan iklim. Tidak hanya itu, layaknya pajak pada umumnya, pajak karbon juga dapat dijadikan sebagai sumber tambahan pendapatan negara. Adanya penerapan pajak karbon atas transaksi barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon merupakan potensi yang tinggi bagi pendapatan negara. Selain potensi peningkatan pendapatan negara, penerapan pajak karbon juga dapat mengurangi produksi emisi karbon, khususnya emisi karbon yang dihasilkan dari sektor energi sebagai salah satu penyumbang emisi karbon tertinggi di Indonesia.

Namun demikian, aturan tersebut hanya mengatur pengenaan pajak karbon secara garis besar, sedangkan mekanisme teknis pengenaan pajak karbon masih mengalami beberapa tantangan seperti penentuan tarif pajak berdasarkan harga pasar karbon dan dasar pengenaan pajak karbon belum diatur secara rinci, kemudian Penerapan pajak karbon perlu memperhitungkan waktu, terutama dalam masa recover(pemulihan) saat ini ketika daya beli masyarakat masih lemah. Pemerintah harus mempersiapkan secara matang terkait skema pemungutan, basis pajak, besaran tarif, hingga penggunaan penerimaannya yang tepat. Pelaksanaannya, juga perlu didukung dengan kemudahan administrasi, kejelasan peraturan, dan sosialisasi yang efektif.

Kemudian emisi karbon juga memiliki dampak negative diantaranya yaitu Pertama, kesehatan masyarakat terpengaruh akibat pencemaran udara menurunkan kualitas Jurnal Anggaran dan Keuangan Negara Indonesia. Akibatnya, belanja kesehatan akan meningkat baik untuk mencegah dampak negatif maupun untuk menyembuhkan penyakit pernafasan akibat pencemaran udara. Kedua, masalah lingkungan pemanasan global. Ketiga, biaya ekonomi untuk menetralkan dampak negatif pencemaran udara, tidak hanya oleh pengeluaran pemerintah tetapi juga pengeluaran masyarakat untuk mengatasi dampak negatif tersebut. Keempat, kebijakan pemerintah dalam penggunaan anggaran mendapatkan beban berat. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus untuk memberikan pengaruh yang signifikan dalam mengurangi pemanasan global dan pencemaran lingkungan di Indonesia.

Dengan berbagai tantangan dan dampak tersebut, pengenaan pajak karbon memiliki peluang yang dapat diraih. Terdapat beberapa pertimbangan pemerintah dalam mengenakan pajak karbon sebagai peluang pendapatan negara:

1. Melalui pajak karbon, pemerintah ingin membebankan biaya kerusakan lingkungan akibat emisi karbon kepada pihak yang mengeluarkan atau menggunakan emisi karbon.

2. Pajak karbon sebagai upaya mencapai target penurunan GRK dan pemanasan global, pengenaan pajak karbon dapat membantu mengurangi emisi karbon dan mendorong peralihan ke ekonomi hijau yang rendah karbon. Selain itu, pajak karbon juga dapat membantu mengurangi dampak negatif perubahan iklim pada lingkungan dan kesehatan masyarakat.

3. Sumber baru pembiayaan pembangunan, pemerintah telah menetapkan prioritas pembangunan dalam dokumen RPJMN 2020-2024. Dalam konteks pembangunan pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan. Selain itu, di pasca pandemi Covid 19 pemerintah juga menetapkan prioritas utama pada sektor kesehatan dan pemulihan ekonomi. Prioritas kesehatan dan pemulihan ekonomi tersebut menambah keterbatasan fiskal pemerintah. Untuk itu, pendapatan negara dari pajak karbon dinyatakan sebagai sumber baru bagi pembiayaan pembangunan atau menambah fiscal space.

4. Mengisi gap pembiayaan perubahan iklim, berdasarkan pada data climate budget tagging, kemampuan APBN untuk memenuhi kebutuhan pendanaan perubahan iklim hanya sekitar 34% dari kebutuhan. Untuk itu, penerimaan dari pajak karbon akan menutupi gap pembiayaan perubahan iklim tersebut.

5. Sumber investasi energi ramah lingkungan dan terbarukan, investasi energi ramah lingkungan dan terbarukan memerlukan dana yang sangat besar. Dengan adanya pajak karbon, pemerintah dapat melakukan e-marketing atas pajak karbon untuk mendukung investasi ramah lingkungan dan terbarukan.

6. Sumber pembiayaan untuk mendukung masyarakat berpenghasilan rendah, pengenaan pajak karbon dapat berdampak pada masyarakat berpenghasilan rendah, terutama pasca pandemi Covid-19. Untuk itu, pendapatan dari pajak karbon dapat dialokasikan pada masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk bantuan sosial.

7. Sinergi Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum, pemerintah dan aparat penegak hukum dapat berperan dalam meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap pelangggar hukum terkait pajak karbon, serta meningkatkan edukasi dan sosialisasi terkait bahaya emisi karbon.

Penetapan pajak karbon merupakan salah satu solusi yang dapat dikedepankan dalam menjaga lingkungan dan menghasilkan pendapatan nasional. Pendapatan negara dikompensasi untuk eksternalitas negatif yang dihasilkan oleh para pencemar emisi karbon. Indonesia dapat menerapkan pajak karbon atau sistem perdagangan emisi dan izin karbon (ETS), yang juga dikenal sebagai skema Cap-and-Trade. Namun, dari aspek penerapan yang relatif lebih mudah, pajak karbon bisa dikedepankan dalam penerapannya.

Berkaca dari pengalaman penerapan pajak karbon di berbagai negara, perlu kajian mendalam apabila akan diterapkan di Indonesia. Pemerintah perlu mengkaji dampak pemberlakuan kebijakan ini tidak hanya dari sudut pandang pendapatan negara, tetapi juga bagi masyarakat dan pelaku usaha. Syarat utama penerapan pajak karbon adalah prinsip keadilan. Pihak yang terdampak kebijakan, terutama dunia usaha harus menjadi perhatian utama dalam proses dialog dan komunikasi. Perlu dilakukan pemetaan dan implementasi secara bertahap. Jadi dapat disimpulkan bahwa implementasi pajak karbon memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia sehingga implementasi ini diharapkan dapat menurunkan jumlah emisi karbon di masa depan dan menjadi peluang baru pendapatan nasinal. Selain itu, penerapan pajak karbon di Indonesia dapat mendorong para pelaku ekonomi untuk beralih pada penggunaan EBT.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image