Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Khayla nuzulul

Apakah Pedagang Kaki Lima Dikenakan Pajak?

Bisnis | 2023-10-10 22:26:46

Terdapat banyak polemik terkait kewajiban pajak bagi Pedagang Kaki Lima. Mengacu dari sumber peraturan yang ada dan analisis kebijakan perpajakan dapat dibagi berdasarkan, jumlah penghasilan dan tempat kegiatan usaha.

1. Berdasarkan Jumlah Penghasilan
Namun, aturan ini pun masih menjadi polemik, dikarenakan regulasi dinilai tidak memandang fisik Pedagang Kaki Lima dimana tempat usaha tersebut dijalankan. Hal ini dikarenakan penerapan pajak berdasarkan omzet yang didapatkan bukan laba bersih yang didapatkan oleh Pedagang Kaki Lima. Cukup banyak Pedagang Kaki Lima yang masih memperdebatkan aturan ini. Meskipun usaha Pedagang Kaki Lima cukup terkenal dan memiliki omzet yang tinggi, namun hal ini dinilai tidak adil.
Hal ini disebabkan oleh omzet sehari-hari yang masih perlu dikurangi dengan sewa stand, biaya operasional, dan lainnya. Hal ini juga dapat menimbulkan ketidakjujuran Pedagang Kaki Lima dalam kesesuaian data lapor dan bayar pajak.
Adapun, jika berdasarkan peraturaan terbaru pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan berikut tarif perpajakan yang dapat dikenakan:

 

  • Penghasilan 0-Rp60.000.000 dikenakan tarif 5%
  • Penghasilan Rp60.000.000-Rp250.000.000 dikenakan tarif 15%
  • Penghasilan Rp250.000.000-Rp500.000.000 dikenakan tarif 25%
  • Penghasilan Rp500.000.000-Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 30%
  • Penghasilan lebih dari Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 35%.

Sesuai dengan yang tercantum pada peraturan UU No.28/2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dijelaskan bahwa usaha yang memiliki penghasilan lebih dari Rp15 juta per bulan akan dikenakan pajak 10 persen. Hal ini dapat disesuaikan dengan penghasilan yang didapatkan pada Pedagang Kaki Lima.

Adapun, aturan lainnya yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Dimana Kementerian Keuangan menyatakan pajak untuk usaha mikro, kecil, dan menengah. Hal ini juga berdasarkan karakteristik usaha tetap atau tidak tetap. Usaha tidak tetap pun tidak akan dikenai pajak. Dikatakan tidak tetap apabila tempat usaha tidak permanen dan kegiatan produksi atau operasionalnya tidak rutin. Dengan demikian, Pedagang Kaki Lima (PKL) dan pedagang keliling dipastikan tidak akan terkena pajak penghasilan (PPh) badan usaha sebesar 1 persen dari omzet. Namun, bagi pemilik warung makan yang memiliki tempat usaha tetap, meskipun tidak terlalu luas akan tetap dikenakan pajak.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang P.S.Brodjonegoro mengatakan, Ditjen Pajak kesulitan dalam menentukan wajib pajak berdasarkan omzet mengingat Pedagang Kaki Lima belum tentu memiliki pembukuan yang rapi. Menurutnya, cara termudah dalam membedakan Pedagang Kaki Lima ialah melalui jenis usahanya. Jadi, kita dapat membedakan jenis usaha tetap dan tidak tetap. Bisa dilihat dari jenis tempat usaha dan jadwal usahanya, seperti di gerobak, jualan pinggir jalan, dan hanya berjualan dua kali seminggu tidak akan dikenakan pajak.

Hal yang lebih penting ialah bukan faktor penerimaan yang diperoleh dari pengenaan pajak pada Pedagang Kaki Lima, melainkan perluasan basis pajak usaha menengah. Pelaku Pedagang Kaki Lima pun diarahkan untuk menjadi wajib pajak agar dapat memonitor perkembangan usaha yang bersangkutan, apakah masih ada di skala mikro atau mulai bangkit beranjak ke usaha kecil atau menengah. Hal ini dikarenakan, Pedagang Kaki Lima terkadang memiliki omzet luar biasa pula.

Di sisi lain, dengan memiliki NPWP, Pedagang Kaki Lima dapat dengan mudah ketika mengajukan permohonan kredit ke perbankan. Sebelumnya, Kementerian Keuangan pun telah menyepakati usulan agar usaha dengan omzet di bawah Rp300 juta per tahun atau usaha mikro tak dikenai PPh badan usaha.

Pedagang kaki lima sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi pun perlu melakukan pelaporan SPT Tahunan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image