Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ar. noval hananiri

Liberalisasi dan Mandegnya Arsitektur Tradisional

Teknologi | Tuesday, 26 Sep 2023, 23:12 WIB

arsitektur merupakan cerminan atas budaya masyarakatnya, tentu saja ia tidak dapat menghindarkan dirinya terhadap perubahan-perubahan dan pergeseran nilai, masyarakat dunia terus akan melepaskan diri dari tradisi-tradisi, menuju pada sebuah tatanan yang lebih modern hingga saat itulah arsitektur tradisional akan “mandeg” dan digantikan oleh arsitektur kedaerahan yang modern.

PROLOG

Arya Ronald, 1997-dalam ciri-ciri karya budaya dibalik tabir keagungan rumah Jawa menuliskan bahwa, Arsitektur yang memberikan penilaian tinggi terhadap artefak, bahwa artefak adalah sosok fisik bangunan tempat tinggal yang dimaksudkan oleh sekelompok komunitas masyarakat manusia berbudaya. Mereka perlu beranggapan bahwa bangunan itu bukanlah sosok benda mati semata. Berarti bangunan itu adalah sebagian dari hidup manusia itu sendiri bersama lingkungannya yang menaungi baik mikrokosmos dan makrokosmos. Hidup manusia berbudaya antara lain memiliki sebuah sistem komunikasi yang secara bersama-sama diakui sebagai alat untuk melakukan hubungan moral dengan sesamanya secara sadar berkembang selaras sepanjang masa hingga membentuk sebuah sistem yang ditradisikan. Dalam sistem yang ditradisikan itu mengungkapkan bahwa artefak timbul sebagai salah satu alternatif dari urutan perkembangan rasa, karsa dan cipta, yang pada dasarnya telah ada secara naluriah ada dalam diri pribadi setiap orang yang terlahir dalam keadaan normal. Bagaimanapun juga pergeseran budaya tidak dapat dihindarkan, karena budaya itu sendiri merupakan pranata-pranata yang bersifat dinamis pada keselamatan dan kesejahteraan umat manusia - Rapoport, 1976.

PERAN ARSITEKTUR TRADISIONAL

Term arsitektur, baik itu arsitektur tradisional maupun arsitektur modern tentu sama-sama mengemban tugas pokok yakni sebagai physical control, function frame, social milieu dan symbol milieu. Tentu saja, penyelesaian persoalan building task tersebut akan mendasarkan pada sebuah konsep budaya, semangat, kepribadian serta keragaman akan cara pandang terhadap lingkungan hidupnya dalam kelompok komunitas masyarakat tertentu. Bila konsep budaya, semangat, kepribadian dan cara pandang yang menjadi dasar pijakan utama dalam menyelesaikannya tersebut berakar pada sebuah tradisi pada sebuah komunitas kelompok masyarakat, suku bangsa atau bangsa tertentu, maka karya arsitektur yang dihasilkan tersebut dapat dikategorikan sebagai arsitektur tradisional. Dengan kata lain, bahwa yang tergolong sebagai arsitektur tradisonal itu merupakam karya arsitektur yang berakar pada tradisi-budaya suatu komunitas kelompok masyarakat, pada suku bangsa atau bangsa. Budi Prihandoko, 1997-dalam arsitektur tradisional dalam tantangan globalisasi memberikan ulasan tentang pengertian tradisional yang lebih merujuk pada konteks tradisional dalam arsitektur itu mencakup-Aspek bentuk, struktur, fungsi dan cara pembangunannya.

Tentu saja beberapa aspek tersebut satu sama lain akan saling berkaitan satu dengan lainnya. Dalam cakupan konteks ini jelas bahwa setiap corak ragam bentuk arsitektur tradisional itu memiliki sistem struktur tertentu, fungsi tertentu dan cara pembangunan tertentu. misalnya saja dapat kita lihat dari beberapa referensi bangunan arsitektur tradisional Jawa, Bangunan bentuk Panggang– Pe : Memiliki sistem struktur dan kegunaan yang berbeda dengan bangunan bentuk kampung, Limasan, Joglo ataupun Tajug. Bangunan berbentuk Panggang–Pe itu sangat lazim digunakan sebagai wadah untuk menampung kegiatan-kegiatan yang bersifat perdagangan dan produksi, Sedangkan bangunan berbentuk kampung dan limasan digunakan sebagai wadah untuk kegiatan-kegiatan bertempat tinggal, Bangunan berbentuk Joglo digunakan sebagai wadah untuk kegiatan pertemuan sedangkan bangunan berbentuk Tajug digunakan sebagai tempat peribadatan atau wadah untuk kegiatan yang bersifat sakral/religius.

Mitu M. Prie, 2012-dalam pancaran limasan juga memaparkan berkait keistimewaan terhadap sosok bangunan Limasan sebagai karya peradaban arsitektur yang muncul sejak pada abad 8–9 Masehi itu secara luwes dalam bentuk dan fungsinya. Keluwesan bangunan berbentuk limasan menjadikannya bisa digunakan sebagai bangunan yang bersifat sakral maupun profan atau bahkan sebagai perantara diantara keduanya.

Seiring kurun waktu beberapa dasawarsa perkembangan karya arsitektur di Indonesia, Sering banyak dijumpai corak dan ragam bentuk-bentuk dari sebuah manifestasi wajah arsitektur tradisional itu sering dimunculkan kembali oleh beberapa arsitek Indonesia dengan berbagai macam corak yang beragam sebagai sebuah unjug kerja terhadap karya arsitektur modern, Meskipun dalam beberapa tahapan pengerjaan tersebut tanpa menggunakan lagi sistem struktur dan tata cara pembangunan secara tradisional. Hal ini merupakan sebuah contoh kecil dari wujud karya arsitektur tradisional yang telah dirangkai kembali dan dikembangkan kedalam sebuah bentuk-bentuk arsitektur modern meskipun kehadirannya itu tanpa menggunakan sistem struktur dan cara pembangunan tradisional. Fenomena dimunculkannya kembali wajah arsitektur tradisonal ke bentuk modern, salah satu prinsip dasar pijakan utama penggunaan bentuk-bentuk arsitektur tradisional tersebut sebagai simbol menunjukkan sebuah identitas nilai sebagai bagian dari satu kelompok komunitas masyarakat tertentu, Eko Prawoto, 2018-salah satu arsitek senior di Yogyakarta dalam sebuah wawancara yang berkaitan dengan beberapa pendapatnya, memberikan sebuah pengejawantahan terhadap manifestasi bentuk-bentuk arsitektur tradisional sering dimunculkan kembali itu dipandangnya masih gayut dan belum bisa berbuat lebih banyak dalam merepresentasikan konsep ethos budaya, serta kepribadian kelompok komunitas pada masyarakat tertentu. Budi Prihandoko, 1997-menyebutkan beberapa alasan pelepasan sistem struktur dan cara pembangunan tradisional dalam beberapa karya arsitektur tersebut karena sistem struktur arsitektur tradisional dilihatnya sudah tidak begitu efisien, khususnya yang berkaitan dengan modular dan bahan strukturnya.

Perkembangan teknologi dan rekayasa konstruksi, Telah banyak ditemukan sebuah sistem struktur yang lebih sederhana dan efisien yang dapat merangkai berbagai macam bentuk - bentuk dari arsitektur tradisional itu sendiri. Seperti diketahui bersama jika modular dan bahan struktur arsitektur tradisional itu menciptakan sebuah sistem struktur yang banyak menggunakan tiang, sehingga dapat membatasi pemanfaatan akan efektititas ruangnya. Padahal jika meruntut dalam konteks kekinian pola aktifitas kegiatan itu berkecenderungan lebih menuntut kepada besaran ruang yang luas dan bersifat multi fungsi.

Dalam konteks lepasnya sistem struktur dan lepasnya cara pembangunan tradisional dari sistem arsitektur tradisional inilah yang telah menyebabkan hilangnya sebuah predikat sebagai penggolongan arsitektur tradisional dengan demikian jenis arsitektur tersebut tidak dapat digolongkan sebagai arsitektur tradisional. Akan tetapi lebih tepat jika digolongkan atau disebut sebagai arsitektur kedaerahan-arsitektur lokal misalnya-arsitektur Jawa, arsitektur Bali,arsitektur Minangkabau, arsitektur Toraja dll

LIBERALISASI DAN MANDEGNYA ARSITEKTUR TRADISIONAL

Pada sektor perkembangan teknologi dan rekayasa konstruksi, ternyata sudah mampu menghantarkan masyarakat dunia pada sebuah tatanan sistem masyarakat baru yang telah dapat memperpendek jarak - ruang sehingga berdampak pada pergeseran nilai - nilai dengan apa yang disebut modernisme. Sarlito Wirawan, 1996-bahwa pada era globalisasi akan terjadi pergeseran nilai. Hal ini terjadi karena globalisasi telah memperpendek jarak dan menghilangkan batas-batasan antar negara di seluruh dunia, Sehingga sesuatu yang terjadi dan telah menjadi trend /MODE disuatu negara akan dapat segera diketahui atau bahkan mungkin akan dapat untuk ditiru masyarakat seantero penjuru dunia. HAR Tilaar, 1997-bahwa globalisasi akan dapat menentang identitas individu, budaya lokal dan nasional. Budaya lokal atau nasional akan dihadapkan dengan budaya pasar bebas. Coen Husain Pontoh seorang aktivis pemerhati permasalah perkotaan dalam sebuah wawancara di indoprogress.com mengutip pendapat dari David Harvey 2009, Filho and Johnston 2006. Mengatakan bahwa esensi Neoliberalisme tidak lain adalah sebuah proyek yang bertujuan untuk merestorasi dan memperluas kekuasaan elite kelas kapitalis pada tingkat nasional dan global melalui kontrol, Super-eksploitasi dan represi terhadap kelas pekerja diseluruh dunia. Dalam konteks ini tentu saja juga akan berimbas pada sektor-sektor yang lain. ambil satu contoh dalam sektor perekonomian-ekspansi modal, produk teknologi industri bahkan para tenaga kerja akan masuk dari suatu negara ke negara lain dan dunia tentu saja akan menjadi pasar bersamanya. Jadi jangan heran jika suatu nanti akan ada Arsitek, Kontraktor, Developer/pengembang perumahan dari suatu negara bisa dimungkinkan membuka praktiknya di negara lain. Akibat adanya pergeseran dalam sektor ini tentu saja akan membuat persaingannya terasa semakin kompetitif sekali, Sehingga akan lebih mendorong kepada peningkatan efektifitas dan kualitas produksinya dari masing-masing suatu negara. Hal ini juga akan berdampak pada terjadinya pergeseran identitas akan nilai-nilai sosial budayanya dan juga pada sektor ekonomi, Karena kondisi ini akan menuntut masyarakatnya untuk terus lebih kreatif, inovatif dan eksploratif didalam menatap dan menata dunia kearah tatanan peradaban yang lebih modern. Fenomena ini tentu saja secara dialektis juga akan diikuti dengan terjadinya pergeseran-pergeseran pada sebuah konsep yang melatar belakangi terbentuknya karya arsitektur, Seperti konsep budaya, konsep ethos, konsep kepribadian dan konsep world view. Konsep-konsep tradisional akan terus bergeser menuju pada tatanan konsep-konsep yang lebih praktis, efisien dan lebih modern. Karena terlalu cepat dorongan terjadinya arus perubahan dan pegeseran identitas yang terus menerus bergulir, Tentu hal ini akan menghambat munculnya sebuah tradisi-tradisi baru untuk lebih membumi/mengakar. Dimana satu tradisi baru tidak sempat untuk mentradisi karena tradisi itu akan segera bergeser dan terus tergantikan oleh tradisi yang lebih baru karena nilai-nilainya sudah dianggap lebih modern.

Berkaitan dengan kondisi tersebut, Pola ini tentu saja akan mendorong perubahan pada tata cara dari sebuah unjug kerja arsitektur dalam menyelesaikan beberapa persoalan-persoalan yang berkaitan dengan faktor-faktor fisik, kerangka fungsi, pranata sosial bahkan kepada lingkungan simbolnya. Tentu saja faktor efisiensi akan menjadi sebuah dasar pijakan yang paling utama dalam menyelesaikan kerangka fungsi tersebut. Konstruksi beton bertulang, konstruksi prefabrifikasi baja tentu saja akan mengganti sistem struktur dan konstruksi konvensionalnya, Begitu pula yang terjadi pada sektor penyediaan perumahan dengan sistem Turnkey Project Management akan semakin banyak kita jumpai. Perubahan pada tata cara dan unjug kerja inilah yang akan “memandegkan perkembangan arsitektur tradisional itu sendiri.” Meskipun perubahan tersebut telah memandegkan perkembangan arsitektur tradisional, Akan tetapi nilai-nilai luhur dan falsafah yang terkandung dalam arsitektur tradisional itu akan tetap lestari. Karena arsitektur tradisional tentu saja akan tetap menjadi dasar pijakan/referensi atau sebagai sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu arsitektur yang baru dan bukan hanya sebatas untuk memperkaya corak ragam bentuk semata, tetapi akan lebih secara menyeluruh kontekstualnya. Arsitektur tradisional juga akan menjadi basic atau akar arsitektur lokal yang secara visual dari falsafah nilai didalamnya akan terus selalu dibaca oleh para generasi-generasi penerusnya melalui jejak peninggalan-peninggalan pada setiap hasil karyanya.

Term pembahasan ini mencoba untuk membatasi lingkupnya dengan menyajikan sebuah sosok bangunan arsitektur tradisional Jawa yang masih ada sampai sekarang di Yogyakarta. Mendasarkan kajian S. Ilmi Albiladiyah, 1985-1986-Dalem Mangkubumen Kodya Yogyakarta dan Kompleks Makam Girigondo Temon Kulon Progo-Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, penulis menyodorkan percontohan terhadap sosok karya arsitektur tradisional yang sampai sekarang masih ada korelasi dan relevansinya yang berada di Yogyakarta. Bangunan kompleks nDalem Mangkubumen ini jika dikorelasikan dari lingkup konsep dan karya arsitekturnya sampai sekarang ini masih tetap ada dan masih tetap terjaga keberadaannya. Fungsi bangunan pada kompleks Dalem mangkubumen ini dulu adalah rumah yang diperuntukkan sebagai tempat bertinggal, bangunan ini juga diperuntukkan untuk tempat belajar/mendidik putra mahkota kerajaan sebelum naik tahta menjadi Raja di Kraton Kasultanan Yogyakarta. Bahkan sejarah awal berdirinya fakultas kedokteran UGM-pun juga pernah menempati bangunan kompleks ini sebagai sarana belajar mengajarnya. Bangunan kompleks Dalem Mangkubumen sampai sekarang ini juga masih ada korelasi fungsi bangunan dengan fungsi awal didirikannya, yakni masih mempertahankan fungsinya sebagai tempat untuk belajar mengajar dalam sebuah institusi pendidikan formal yang didirikan Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX dalam yayasan Mataram.

sumber foto : https://kadipatenkel.jogjakota.go.id

EPILOG

Menelaah kembali dari uraian diatas dapat kita sarikan benang merah yang penting bahwa dalam era libelarisasi akan memberikan dampak perubahan yang signifikan terhadap perilaku budaya dalam komunitas kelompok masyarakat, Sehingga secara dialektis akan mampu mendorong pada perubahan tata cara dan unjug kerja dalam ranah perkembangan arsitektur tradisional. Kondisi realitas seperti inilah yang akan memandegkan perkembangan arsitektur tradisional itu sendiri. Meskipun perkembangan arsitektur tradisional itu mandeg akan tetapi landasan nilai-nilai arsitektur tradisional dalam berkepribadian pada suatu tradisi-budaya sebuah komunitas kelompok masyarakat akan menjadi sebuah dasar pijakan referensi atau sebagai sumber inspirasi atas pemikiran-pemikirannya yang masih sangat relevan untuk diterapkan apabila tidak ingin terhanyut dalam sebuah gelombang sistem kehidupan yang semakin menglobal dalam berbagai aspek tantangannya-baik itu tantangan dari segala penjuru arah dan berbagai anasir-anasir yang dapat menyuplai kontradiski menjadi lebih menajam dari berbagai kepentingan yang berbeda pada kekuatan yang berbeda-beda, impact nya tentu akan dapat memberikan sebuah kemungkinan-kemungkinan rongrongan bersifat negatif. Sebagai generasi penerus dari falsafah dan pemikiran-pemikiran luhur yang terkandung didalam karya arsitektur tradisional sudah semestinya, Menjadikan ini sebagai langkah keharusan untuk terus berkontribusi dalam jejak sejarah dan tetap menjaga, mengembangkan pengetahuan lalu menyatukan olah pikir sehingga secara responsif mampu menjawab persoalan-persoalan yang lebih kontekstual dan masih berakar pada sejarah masa lalu sebagai pertanggung jawaban sejarah untuk masa depan. Agar jejak karya arsitektur tradisional itu tetap menjadi khasanah peradaban nilai keagungan identitas dan ciri dari budayanya sendiri dengan bereskplorasi secara aktif-belajar untuk menggali secara menyeluruh dan mendalam agar menjadi sebuah benteng pertahanan yang dapat melindungi dari berbagai macam rongrongan negatif dalam lingkungannya-skala mikro bahkan makro. Hal yang terpenting adalah arsitektur tradisional tentu saja akan menjadi sebuah pijakan dasar dan sumber referensi bagi perkembangan ilmu arsitektur modern. Karena jejak peninggalan karyanya akan menjadi sebuah monumen tonggak sejarah yang dapat menjelaskan sebuah esensi nilai keluhuran dan keagungan identitas pada karya arsitektur baik itu pada masa lampau-kekinian dan masa mendatang. Menjaga keberadaannya dan keutuhan peninggalan karya arsitektur tradisional adalah menjadi bagian yang sangat penting bagi perkembangan ilmu arsitektur itu sendiri.

Sebagai kata pengunci akhir saya kutip Arya Ronald, 1997-mengatakan bahwa dibalik tabir sebuah karya arsitektur tradisional itu terdapat keagungan tersendiri yang mampu memberikan kejelasan hubungan antara budaya masa lalu-kini dan masa mendatang. Ibarat makan buah maja masih akan terasa manis sepanjang masa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image