
Guru itu Pembelajar, Bukan Sekedar Mengajar
Guru Menulis | Tuesday, 19 Sep 2023, 07:50 WIB
Mari kita bayangkan kelas atau tempat dimana Anda mengajar, kelas dan tempat para siswa belajar. Dengarkan riuh gemuruh suasana anak-anak begitu antusias dan tertarik memperhatikan materi yang Anda sampaikan. Perhatikan juga jari-jari kecil mereka y
Gambaran yang baru saja kita bayangkan mungkin sudah sesuai dengan suasana mengajar anda. Atau mungkin malah baru sebatas gambaran dalam angan-angan, alias impian kita sebagai seorang guru. Bisa jadi suasana sebaliknya yang terjadi, menjadikan kita enggan untuk membayangkan suasana kelas yang dianggap membosankan. Tidak ada energi semangat yang menyebar diantara para siswa. Terlepas dari seluruh kelebihan dan kekurangan kita saat ini, sudah saatnya paradigma kita dalam mengajar perlu menjadi landasan awal bagi kita.
Apa yang kita pikirkan menjadi cerminan paradigma kita, sehingga sangat mempengaruhi cara kita memandang profesi kita sebagai seorang pendidik. Guru adalah profesi yang paling terhormat, profesi paling mulia. Kita bayangkan saja semua pejabat di negeri ini, semua ahli, dokter, peneliti, arsitek, hakim, jaksa, para menteri bahkan presiden sekalipun semua dihasilkan oleh para guru dimasa mereka sekolah. Maka tidak heran ketika saya menganggap langkah awal bagi seorang guru untuk menuju sukses adalah membangun paradigma. Menata kembali pola pikir dan menumbuhkan rasa optimis yang tinggi dalam diri kita.
Membangun paradigma dari dasar fondasi bisa kita awali dengan menghadirkan nurani seorang pendidik yang siap dan rela mengorbankan diri untuk berbagi ilmu kepada anak-anak didik kita. Bangunlah sebuah pola pikir yang jernih bahwa pondasi yang akan kita bangun adalah seorang guru yang harus rela berbagi, berbagi kebahagiaan, berbagi pengetahuan, berbagi suka dan duka, berbagi suasana hati dengan para siswa-siswa kita.
Hiasi sebuah kesadaran dalam diri kita, bahwa kita diberi sebuah anugerah oleh Allah sebuah profesi yang mulia. Profesi penentu masa depan yang kelak akan menghantarkan kita ke surga, atau bahkan malah justru menjerumuskan kita dalam neraka. Tentu saja ini bukan untuk menakut-nakuti kita, tapi bisa jadi dengan kesalahan dasar paradigma yang kita bangun, justru profesi yang kita miliki ini justru menjadikan kita orang yang terhina.
Fondasi awal adalah kesadaran dalam diri kita bahwa guru dikatakan berhati mulia itu manakala mampu mencurahkan hal yang dimiliki dengan kerelaan dan keikhlasan yang tinggi untuk berbagi kepada para siswa. Ini artinya, apa pun yang kita jalani semata-mata adalah dengan niatan berbagi, sudah pasti jika berbagi kita dituntut untuk memiliki apa yang akan kita bagikan. Dengan kesadaran inilah dengan sendirinya hadir dalam diri satu kehausan akan pengetahuan baru untuk kita bagikan kepada anak didik kita, jadilah bukan hanya sekedar guru yang bisa mengajar, tapi juga guru yang mampu belajar, diistilahkan dengan guru pembelajar.
Guru tidak boleh terjebak pada rutinitas harian belaka, tetapi selalu mengembangkan dan memberdayakan diri secara terus menerus untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan sejenisnya. Guru jangan terjebak pada aktivitas datang, mengajar, pulang, begitu berulang-ulang sehingga lupa mengembangkan potensi diri secara maksimal.
Sahabat guru hebat, mengubah paradigma ini penting bagi kita, saatnya kita ubah pola pikir atau biasa kita sebut paradigma, paradigma atau pola pikir adalah jumlah total dari sesuatu yang diyakini, nilai, identitas, harapan, sikap, kebiasaan, keputusan, pendapat, dan pola-pola berpikir kita, tentang diri kita, orang lain, dan bagaimana dalam kehidupan tempat dia bekerja. Ini adalah merupakan saringan yang sering kita tafsirkan apa yang kita lihat dan apa yang kita alami. Pola pikir kita dapat membentuk kehidupan kita dan menarik kepada diri kita hasil merupakan refleksi dari pola pikir kita. Apa yang kita yakini dan percayai akan terjadi, itu benar-benar terjadi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.