Politik dan Agama itu Satu!
Politik | 2023-09-18 03:41:07Politik dan Agama itu Satu!
Oleh: Dhevy Hakim
Lagi-lagi menteri agama Yaqut melontarkan pernyataan yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Canggihnya teknologi saat ini menjadi faktor yang menyebabkan cepatnya sebuah informasi menyebar di seantero pelosok negeri bahkan mendunia.
Dalam genggaman hp di tangan seolah dunia hanya seluas daun kelor saja. Himbauan pak Menag untuk masyarakat supaya tidak memilih pemimpin yang menjadikan agama sebagai alat politik pun sangat cepat beredar. Polemik lagi-lagi muncul dipermukaan.
Rupanya semakin mendekati tahun 2024 suasananya semakin panas. Suhu panas mendekati tahun politik semakin terasa. Bahkan, para pejabat, elit politik dan anggota dewan semakin gencar melakukan konsolidasi politik, politik pencitraan, politik identitas bahkan sampai rela menaikkan elektabilitas dengan cara memanfaatkan buzzer untuk menjatuhkan lawan politik.
Artinya himbauan yang disampaikan oleh pak Menag perlu dicermati ulang.
Pertama semestinya himbauan pak Menag tidak hanya ditujukan pada masyarakat saja. Bukankah masyarakat tinggal memilih? Semestinya himbauan lebih utama ditujukan kepada pelaku politiknya. Sebab, yang menjadikan agama sebagai alat politik adalah mereka yang mau mencalonkan diri entah untuk berambisi menjadi anggota dewan atau ingin menjadi presiden.
Kedua ungkapan pak Menag ini bisa menyesatkan umat Islam dan membahayakan kehidupan umat. Sebab secara tidak langsung agama dituduh sebagai alat politik. Dalam hal ini mengingat Indonesia yang mana mayoritas penduduknya muslim, bisa ditafsirkan bahwa agama Islam dijadikan alat politik. Padahal di dalam Islam hubungan agama dan politik itu ibarat satu keping mata uang yang tidak dipisahkan. Ya, agama dan politik di dalam Islam itu satu, tidak bisa dipisahkan.
Ketiga himbauan pak Menag semakin menguatkan bahwa negara ini memang sekuler. Agama dalam sistem demokrasi sekuler hanya dimanfaatkan untuk meraih dukungan masyarakat. Hal ini terbukti semakin mendekati tahun politik yakni pemilu di sepanjang jalan ataupun di tempat-tempat umat dapat kita temui banyak baliho yang menampilkan tokoh-tokoh politik dengan tampilan yang lebih islami. Seperti memakai kopiah, padahal publik paham jika sang tokoh bukanlah seorang muslim. Atau semisal tampilan yang menyejukkan menutup aurat dengan memakai kerudung padahal kebiasaan sehari-hari publik mengetahui tidak memakai kerudung. Bahkan mirisnya lagi dengan masifnya sosial media banyak beredar video yang menampilkan kegiatan beribadah sang tokoh seperti saat melakukan wudhu dan shalat.
Hal ini semestinya menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja supaya tidak sembrono mengeluarkan pernyataan apalagi himbauan. Memanasnya suhu tahun politik mengharuskan sikap bijaksana semua elemen bangsa. Sehingga tidak membuat keruh suasana. Terlebih ada persoalan besar yang sejatinya sedang melanda negeri ini.
Persoalan besar inilah yang membuat negeri ini semakin karut marut. Persoalan terus saja bermunculan bak benang kusut yang semakin ruwet susah diuraikan. Persoalan besar ini adalah diterapkan sistem sekuler. Agama dipisahkan dari kehidupan. Semua tata kelola diatur dengan aturan buatan manusia.
Oleh karenanya justru yang perlu diedukasi kepada masyarakat adalah agama itu menyatu dengan kehidupan. Pun urusan politik. Agama seharusnya menjadi landasan dalam menentukan arah politik negara.
Wallahu a’lam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.