Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image siti suryani

Agama sebagai Dasar Politik, Bukan Politisasi Agama

Agama | 2023-09-15 03:49:02

Agama Sebagai Dasar Politik Bukan Politisasi Agama

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau kepada masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat, tanpa menyebut sama sekali siapa sosok yang dimaksud. Dan juga meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menjadikan agama sebagai alat politik dalam memperoleh kekuasaan. Dan mengatakan bahwa agama seharus dapat melindungi kepentingan seluruh masyarakat.

Menurut Gus Yaqut, pemimpin yang ideal itu harus mampu menjadi rahmat bagi semua golongan. Memilih para pemimpin, memilih calon pemimpin dilihat rekam jejaknya. Yang mampu mendamaikan umat meski berbeda-beda pilihannya. ( REPUBLIKA.CO.ID )

Ungkapan yang disampaikan Menag tersebut merupakan ungkapan yang menyesatkan umat, bagaimana tidak masyarakat dilarang untuk memilih pemimpin yang menjadikan agama sebagai alat politik, agama tidak boleh mengatur urusan kekuasaan karena menjadi pemecah belah umat.

Ungkapan ini juga berbahaya dimana adanya pemisahan antara politik dan agama, sekulerisme sudah berhasil merusak pemikiran kaum muslim, menjauhkan pemikiran mereka dari ajaran Islam yang murni dan bersih. Umat menjadi takut dan alergi saat berbicara tentang politik, maka ketika Islam dikaitkan dengan politik otomatis pemikiran umat menilai identik Islam radikal, Islam teroris Islam yang sudah terstigma negatif di masyarakat.

Pernyataan Menag yang melarang menjadikan agama sebagai alat politik berbanding terbalik atas realita yang terjadi, justru agama digunakan untuk kepentingan politik jangka pendek dalam memenangkan Pemilu, setelah menang Pemilu agama ditinggalkan. Inilah politisasi agama yang terjadi dalam sistem demokrasi sekuler selama ini.

Para elit politik cenderung mendadak bersikap islami menjelang Pemilu mulai dari tampilan dengan memakai pakai kopiah yangblekat dengan simbol sebagai muslim, kunjungan ke pesantren dan majelis taklim, shalat Jumat keliling. Setelah menang Pemilu, semua simbol dan sikap terpuji tersebut ditinggalkan. Bahkan mereka para elit politik menolak Islam sebagai dasar pengaturan politik dengan berbagai dalih dan alasan yang dikemukakan.

Demikianlah yang terjadi saat politik tidak berlandaskan ideologi Islam, tetapi berdasarkan ideologi Kapitalisme, menjadikan manfaat dan keuntungan sebagai asas terpenting. Politik hanya ditujukan untuk mendapatkan keuntungan materi semata demi mempertahankan kekuasaan politik. Sehingga sikap menghalalkan segala cara menjadi jalan pintas dalam mendapatkan apapun yang diinginkan, termasuk pilitisasi agama menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam sistem demokrasi saat ini.

Dalam Islam antara agama dan politik dua hal yang tidak bisa dipisahkan, agama menjadi dasar dalam perpolitikan negara baik dalam dan luar negeri. Politik dalam Islam berbeda dalam sistem demokrasi, politik Islam memiliki pengertian bahwa segala sesuatu diatur berdasarkan Islam.

Islam, agama sempurna yang diturunkan oleh Alloh kepada nabi SAW, bukan hanya mengatur urusan ibadah mahdoh namun juga agama yang mengurusi akhirat dan dunia. Bagaimana Rosululloh menjadi pemimpin di Madinah, bukan saja pemimpin atau imam solat tetapi Rasulullah SAW juga sebagai pemimpin negara yang mengatur urusan rakyat, memenuhi kebutuhan rakyat, menjaga keamanan rakyat, , menyelesaikan persoalan-persoalan, perselisihan yang terjadi ditengah umat juga sebagai panglima perang yang memimpin perang dan pemimpin negara.

Dalam kitabnya Imam al-Ghazali menyatakan “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak punya pondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang tidak memiliki penjaga niscaya akan musnah.” maka sangat penting menyatukan antara Islam dan politik saat ini.

Ibnu Taymiyah juga menegaskan, “Jika kekuasaan terpisah dari agama atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak.” (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa )

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image