Toleransi dan Budaya
Agama | 2023-09-14 11:42:33Melihat satu fakta masih maraknya praktek-praktek intoleran (tidak) di masyarakat maka upaya-upaya serius harus dilakukan salah satunya adalah memahami terus menerus umat (masyarakat) terhadap toleransi melalui budaya literasi. Tulisan berikut merupakan bagian kecil dari upaya mulia sesuai dengan kadar kemampuan penulis.
Toleransi sebagaimana dinyatakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012;1204) adalah bersikap atau bersifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, kepercayaan, kebiasaan, dsb.) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian diri sendiri. Kata istilah toleransi umumnya digunakan untuk persahabatan yang berbeda keyakinan/agama.
Toleransi dalam keyakinan yang berbeda dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 250. Yang menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Pemaksaan tidak akan mendamaikan. Tidak dibenarkan memaksa pihak lain untuk menganut suatu keyakinan tertentu meskipun atas nama tuhan. Justru pemaksaan akan menimbulkan sikap anti pati pada tuhan dan penganut-penganut agama lain. Biarkan memilih sampai merasa damai dengan keyakinan tersebut.
Membudayakan toleransi di masyarakat selain kewajiban juga merupakan kebutuhan kita. Kewajiban karena fakta kehidupan memang terdapat pembedaan keyakinan yang wajib diterima baik kebutuhan, karena toleransi mendidik kita untuk menjadi lebih dewasa dalam mengarungi kehidupan. Kita butuh orang-orang yang dewasa (toleran) untuk menciptakan kedamaian.
Sosok-sosok toleran selalu menjaga kehormatan kehidupan. Sehingga mereka selalu memelihara kode etika dalam bertutur kata, bergurau, berbisnis, bergaul dengan pihak-pihak lain. Sosok toleran 1) tidak akan menjadikan simbol-simbol yang disucikan oleh agama lain sebagai gurauan. Hal ini bisa menyinggung penganut kepercayaan lain. 2) (bergurau saja terlarang) apalagi mencemooh simbol-simbol atau kepercayaan pihak lain, sebab mereka akan mencemooh balik agama kita. 3) toleransi itu bukan sinkreatis, mencampuradukkan sistem kepercayaan (aqidah) suatu agama tertentu tidak dibenarkan mengikuti cara ibadah/ritual penganut agama lain. Kita menghormati batasan-batasan yang dibolehkan atau tidak dibolehkan oleh suatu ajaran agama. 4) melakukan kerjasama secara baik dan profesional dalam hal ekonomi, bisnis, kebudayaan.
Sosok toleransi memiliki kearifan saat menyaksikan kenyataan hidup yang memang faktanya berbeda. Dalam toleransi yang di kehendaki adalah kerukunan di antara penganut agama dengan tidak menimbulkan pendangkalan dalam aqidah (sistem kepercayaan) agama tersebut, misalnya menamai penganut Trinitas dengan sebutan Ahlul kitab. Sebutan tidak akan menimbulkan persoalan di masyarakat yang beragama. Ahlul kitab sebutan tepat dalam berkomunikasi dengan dunia luar. Jadi diperlukan kearifan dalam menata kata, memilih kata untuk di dalam (internal) tertentu akan berbeda dengan kata untuk di luar (eksternal).
Ajaran dan didikan toleransi harus terus di sampaikan tanpa lelah, cara yang tepat untuk itu adalah budaya literasi yang jelas-jelas sudah terbukti faidahnya sehingga melahirkan sosok-sosok toleran mereka, sosok-sosok toleran dipastikan pembaca, di sampaikan kepada masyarakat, di mulai dari anak-anak, remaja, pemuda dan dewasa.
Menambah toleransi melalui budaya literasi
Sikap antipati terhadap perbedaan (intoleran) memang masih masak di kalangan masyarakat dari bentuknya yang sederhana seperti tidak bersapa akrab di antara penganut agama. Yang berat seperti penyerangan kepada tempat ibadah di S.T. ini harus diakhiri.
Selain penyelesaian dengan penindakan hukuman juga harus diberikan pendidikan melalui budaya literasi.
Dalam budaya literasi yang berisi pendidikan toleransi di terapkan : 1) teladan mulia para tokoh, 2) pemahaman terhadap teks-teks keagamaan, 3) diberikan media-media pembuatan terhadap pemahaman tentang toleransi ;film, cerita, drama, 4) dilatih bergaul/hidup bersama di antara penganut agama yang berbeda, 5) mengunjungi tempat-tempat atau komunikasi yang berbeda, 6) mengundang tokoh-tokoh toleran.
Cara-cara ini yang harus terus dilakukan. Harapan terlahirnya sosok-sosok toleran lahir pada generasi millenial, generasi peradaban yang arif dalam keberagaman.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.