Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image siti suryani

Kekerasan Seksual Anak Marak, Islam Solusi Akurat

Agama | 2023-09-06 21:10:31

Kekerasan Seksual Anak Marak, Islam Solusi Akurat

Maraknya pelecehan dan kekerasan terhadap anak akhir - akhir ini menjadi perbincangaan dan kekhawatiran ditengah masyarakat. Berbagai pihak mencoba untuk menganalisa mencari sebab akibat permasalahan ini terjadi serta mencari solusi yang mampu menghentikan tindakan yang luar biasa biadab ini, karena dilakukan oleh orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindungnya.

Indra Gunawan selaku Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), mengungkapkan bahwa keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi dalam pencegahan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS), juga menyoroti fenomena anak yang menjadi korban namun enggan menceritakannya karena takut menjadi aib dan mencoreng nama keluarga.

Menurutnya keluarga sebagai lembaga terkecil tempat yang aman bagi setiap anggota melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari pemberian edukasi kepada seluruh anggota keluarga, dengan membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga. Pencegahan kekerasan seksual yang terjadi dalam lingkup keluarga perlu terus digaungkan secara terus menerus.

Ratri Kartikaningtyas, anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), mengatakan kekerasan seksual bisa terjadi oleh orang terdekat. Padahal seharusnya, membentuk keluarga yang sehat jasmani dan rohani, pengelolaan stress, relasi yang hangat dan sehat suami istri, edukasi seks pada anak sesuai usia, komunikasi terbuka dan ruang aman untuk bicara. Sebuah keluarga terdapat dinamika yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual, untuk mencegah kekerasan seksual harus adanya kolaborasi dan sinergi seluruh pihak keluarga. Keluarga yang sehat akan menciptakan anak yang sehat yang terhindar dari kekerasan seksual. ( REPUBLIKA.CO.ID, 27/8/2023 )

Anak sering dianggap sosok yang tidak berdaya, mudah diperdaya juga belum mampu membela dirinya sendiri sehingga rentan menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Maraknya pelecehan seksual terhadap anak tentu menjadi momok yang menyeramkan di Indonesia. Terlebih kasus kekerasan dan pelecehan ini dilakukan oleh orang terdekat korban, seperti anggota keluarganya sendiri, terutama jika hal tersebut dilakukan oleh seorang ayah.

Kekerasan seksual ini bisa terjadi di manapun termasuk didalam keluarga, ini merupakan fakta yang sudah banyak terjadi. Seorang ayah melakukan kekerasan terhadap anaknya, paman melakukan kekerasan terhadap ponakanya, bahkan adik dan kakak pun bukan tidak mungkin terjadi dalam lingkungan keluarga. Beberapa yang sudah terungkap menjadi perbincangan ditengah masyarakat dan tidak menutup kemungkinan masih banyak kasus lainnya yang masih tertutup rapat.

Upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual pada anak menurut KemenPPPA dapat dimulai dari keluarga. Dimana keluarga harus menjadi tempat aman dan nyaman dalam keluarga sehingga anak mau berbagi cerita saat mengalami hal yang membuatnya malu dan berani untuk melaporkannya. Keluarga merupakan benteng pertama dalam mencegah kekerasan pada anak, keluarga yang sehat akan melindungi dan menghindarkan anak dari segala tindak kekerasan dengan memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga.

Sejatinya bukan hanya keluarga tetapi juga peran masyarakat dan negara, terlebih dengan penerapan sistem rusak yang memberikan peluang kekerasan seksual pada anak. Sistem yang melahirkan kebebasan dan pemisahan agama dari kehidupan. Sistem kapitalisme sekuler jelas sudah mencerabut ajaran agama dalam kehidupan, menjadikan manusia bebas melakukan apapun karena sanksi yang berlaku tidak mampu memberikan rasa keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku.

Penerapan sistem kapitalis sekuler dan turunannya memang tidak memberikan penjagaan atau memberikan rasa aman bagi anak. Bahkan kejahatan seksual terhadap anak membuat hati miris dan kian sadis dengan segala macam kasus yang terjadi saat ini. Dalam sistem ini anak rentan menjadi obyek eksploitasi secara ekonomi, anak dipaksa untuk bekerja karena mereka harus membantu keadaan perekonomian keluarga yang semakin sulit dan terpuruk.

Penjagaan Islam Terhadap Anak

Islam diturunkan dengan seperangkat aturan untuk mengatur kehidupan manusia, baik dalam urusan ibadah dengan pencipta, aturan yang mengatur dengan dirinya sendiri dan mengatur dirinya dengan sesama manusia. Islam juga sebagai solusi dalam setiap menuntaskan setiap permasalahan dalam menjalani kehidupan.

Dalam melindungi anak dari kekerasan seksual Islam memiliki konsep sempurna dengan tiga peran pilar yang harus ditegakkan, yaitu peran terkecil individu dan keluarga, adanya peran masyarakat, dan juga peran negara. Orang tua atau keluarga memiliki peranan penting dalam menjaga anak-anak.

Hukum dalam Islam sebagai salah satu benteng agar anak terlindungi dari kondisi yang membahayakan dirinya. Salah satunya dengan memahamkan batasan aurat laki-laki dan wanita, dan batasan berinteraksi dan pergaulan khususnya dengan orang lain baik dalam memandang, bersentuhan, berbicara atau berpegangan.

Islam juga memerintahkan anak yang sudah berumur sepuluh tahun agar memisahkan tempat tidur , menjaga agar naluri seksual tidak muncul sebelum waktunya. Pemahaman ini harus disampaikan kepada anak dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami, dan kemudian menjadikannya sebagai sebuah habit dalam kesehariannya

Sebagai orang tua memastikan bahwa anak berada dalam lingkungan pergaulan yamg aman. Menjaga dan meningkatkan komunikasi dengan anak senantia terjalin, sehingga terbentuk sikap kepercayaan, keterbukaan dan rasa aman pada anak saat dekat dengan orangtua. Dengan ini anak tidak takut bercerita tentang berbagai tindakan ganjil yang dialaminya. Misalmya diiming-imingi, diajak pergi, diancam, atau pun diperdaya oleh seseorang.

Adanya masyarakat memiliki peran dalam beramar maruf nahyi munkar, tidak membiarkan kemaksiatan bebas ada dalam lingkungan. Masyarakat tidak boleh membiarkan tindakan maksiat yang akan berdampak buruk ditengah umat. Masyarakat sebagai kontrol sosial jika ada yang bertentangan dengan syara untuk selalu mengajak pada kebaikan. Sehingga terbentuk masyarakat Islami.

Negara tentu memiliki peran yang paling besar. Karena, pada hakekatnya negara mempunyai perangkat kekuatan dan kemampuan untuk menggerakkan dan membentuk kesiapan individu, keluarga, dan masyarakat. Diantara peran yang seharusnya dilakukan oleh negara adalah menjaga ketaqwaan setiap individu dan memahami hukum yang lahir dari ajaran Islam. Suasana taqwa akan menimbuhkan kontrol sosial ditengah masyarakat, dengan aktifitas amar maruf nahi munkar. Keberadaan negara juga menerapkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan aturan Islam, bertujuan mencegah timbulnya serta mengelola gejolak seksual yang muncul.

Negara memiliki tanggungjawab dalam memelihara anak jalanan atau terlantar yang rentan menjadi korban perlakuan kekerasan seksual. Negara wajib melakukan rehabilitasi terjadap anak yang menjadi korban dalam memperbaiki mental dan mencegah mereka menjadi pelaku. Sanksi tegas dan kerasa diberlakukan oleh negara terhadap pelaku pelecehan seksual. Seperti perilaku sodomi yang dialarang dan sanksinya adalah dibunuh, berdasar atas sabda nabi SAW :

“Siapa saja yang menjumpai satu kaum yang mengerjakan perbuatan kaum nabi Luth maka bunuhlah pelaku dan teman (kencan)-nya

(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Berbagai usaha yang dilakukan dalam memberantas kekerasan seksual dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini niscaya tidak akan berhasil. Hanya dengan penerapan Islam kaffah sajalah permasalahan kekerasan seksual mampu dituntaskan hingga ke akarnya, karena aturan Islam lahir dan dibuat oleh sang pencipta manusia, Alloh SWT.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image