Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Topik Irawan

Roda Roda Kehidupan

Sastra | 2023-09-04 07:03:37
Gerobak Dangdut, saat musik menjadi mata pencaharian(sumber poto: dokpri)

Iqomah Maghrib baru saja berlalu, Kartika menyiapkan mukena, kalau Fatir dan Gina dari tadi sudah siap dengan sarungnya menuju masjid dan nantinya mengaji di TPA, air wudhu membasuhi muka, tangan dan kaki Kartika, kemudian dengan khusyu ia menunaikan tiga rakaat sholat. Kemudian perempuan single parent ini menuju ruang tengah, menyiapkan baju ganti, memasukan sebagian besar peralatan make up nya.

Berdandan tipis tipis setelah itu menuju teras rumah, sengaja ia tak mengunci rumah, tak perlu takut kemalingan karena tak ada barang berharga miliknya dirumah, beruntung Fatir adalah bocah yang mengerti keadaan orang tua, meski acapkali Kartika tak bisa mewujudkan keinginan Fatir, seperti ingin mainan bagus layaknya yang di punya teman sebaya Fatir. Atau kerap mengecewakan putra semata wayangnya yang gagal mencicipi makanan favoritnya.

Bukan perkara pelit, namun lebih ke pertimbangan, membeli kebutuhan pokok.Maklumlah kehidupannya saat ini mengharuskan memperhitungkan pengeluaran, beruntung Fatir sepertinya mengerti dengan keadaan seperti ini.

Kartika mulai mengayuh sepeda, tujuannya pasti yakni ke rumah Bang Somad, pemilik sound system gerobak, meski berangkat selepas Magrib dan pulangnya tengah malam. Kartika mengayuh sepeda diterangi lampu jalanan, ingin rasanya punya motor namun impian itu selalu kandas, uangnya tak pernah sampai untuk wujudkan punya motor.

Menjelang waktu Isya,Kartika mencapai rumah yang di tuju, terlihat gerobak beserta sound systemnya teronggok di dekat teras rumah, ada Bang Iswan yang sedang menyetel gitar, tentu saja ada Bang Somad sebagai pimpinan orkes dangdut gerobak

“Kamu tuh memang penyanyi paling tepat waktu Tik,puji Bang Somad saat melihat Kartika.

“Izin sholat Isya dulu ya Bang,” ujar Kartika.

“Siap, masuk saja ke dalam, kalau kamu belum makan, itu ada pepes peda, dahlah ambil sendiri saja, di belakang ada Mpok Yuni kok.”

Kartika menuju ke dalam rumah dan ia berpapasan dengan Mpok Yuni yang sedang menonton tivi, dengan ramah istri Bang Somad ini mempersilahkan Kartika menuju kamar mandi, ia sudah tahu bahwa Kartika sebelum manggung, pasti menunaikan sholat Isya.

“Tadi Mpok masak pepes peda, kalau sudah sholat, kamu makan dulu ya,jangan sungkan sungkan,” tawar Mpok Yuni.

“Iya Mpok makasih banget ya.”

Kartika melipat mukena, ia bersyukur meski saat ini mengalami kepahitan hidup, ternyata masih ada orang orang yang begitu baik membantu dirinya dan keluarga kecilnya, kemudian ia menuju teras dan bergabung dengan Bang Somad.

Iswan bersiap dengan gitarnya dan memberi kode agar Kartika memegang mik, cek sound

“Nada C untuk lagu Kandasnya Evie Tamala ya Bang,” ujar Kartika.

“Bila tiada malam

Cinta dan kerinduan

Tak akan terlalu dalam

Luka yang kurasakan”

Kartika menyanyi penuh perasaan lagu Kandas yang dipopulerkan penyanyi dangdut senior asal Tasikmalaya, lagu lawas dari album tumbal yang rilis pada tahun 1998. Bang Somad tersenyum puas, semoga malam ini ada rezekinya menarik gerobak dangdut.

Jam menunjukan pukul setengah sembilan malam, saatnya untuk menjalankan roda roda gerobak, dua orang mendorong gerobak,Iswan dan Bang Somad telah siap dengan gitar dan kendang, saatnya mengais rezeki, mereka menuju Taman Jagawana, namun sebelum menuju tempat tersebut, rombongan gerobak dangdut, berhenti di warung kopi sekedar mencari receh.

Kartika bernyanyi dengan nada riang, musik dangdut adalah jiwa, penyanyi panutannya adalah Evie Tamala, selalu suka dengan lagu lagu yang dibawakannya, namun Kartika pun mempelajari lagu lagu yang populer saat ini.

“Mbak rekues lagu Rungkad dong,” teriak seseorang dari depan Warmindo.

“Gimana nih Bang Somad?”Tarik Neng,” balas Bang Somad seraya memainkan intro lagu yang dipopulerkan oleh Happy Asmara.

Suara lengkingan gitar Bang Iswan dipadu hentakan gendang, membuat lagu Rungkad menggema, Kartika melibas lirik demi lirik yang bahasanya campuran Jawa dan Indonesia. Yang minta lagu Rungkad mendekat ke arah Kartika, ikut joged sambil sesekali nyawer, lumayan meski uang saweran hanya dua ribuan.

Kemudian mereka bergerak kembali, tak lupa Kartika mengucapkan terima kasih kepada orang orang yang ikut berjoged dan juga nyawer di depan Warmindo.

“Gokil suaranya mantep nih penyanyi, wajahnya juga cantik, meski nyanyinya di gerobak doang.”

“Makasih ya abang abang semua,”ujar Kartika seraya tersenyum.

Bang Somad optimis malam ini bisa dapat saweran banyak, apalagi malam ini tanggal muda karena para karyawan sudah memasuki waktu gajian. Suara roda gerobak berderak derak, suara gitar dan kendang tetap dimainkan, sesekali ada juga pengendara motor yang sengaja menyawer.

“Kita ambil posisi di dekat pintu tamannya,aku ngurus dulu keamanannya,”ujar Bang Somad.

Iswan memainkan gitar dan mendendangkan nada nada dari lagu dangdut populer, kemudian Bang Somad bergabung, suara kendang dan suling mulai mengalun, tak ketinggalan Kartika menimpali dengan nyanyian lagu yang digemari masyarakat saat ini. Tiga lagu telah diselesaikan Kartika, ia pun berkeliling dengan bekal bekas kantong permen, mengumpulkan receh demi receh.

“Mudah mudahan malam ini ada rezekinya Fatir untuk membeli buku tema,” gumam Kartika setelah berkeliling mengambil saweran.

“Kita rehat dulu, nanti dilanjut beberapa menit kemudian.

Kartika duduk lesehan sambil memperhatikan pengunjung Taman Jagawana, beberapa dari mereka nongkrong di angkringan, menikmati segelas susu jahe hangat, ada juga yang sedang asyik menyantap nasi goreng, beruntung tadi sempat makan di rumah Bang Somad, lumayan buat ganjal perut.

Udara mendadak sedikit dingin, kemudian gerimis datang disusul angin yang berhembus, tak lama kemudian suara gemuruh dan selanjutnya hujan mulai turun.

Bang Somad memerintahkan tukang dorong gerobak untuk menutupi gerobak dengan terpal yang telah disediakan, serta memindahkan gerobak ke tempat aman dari cipratan hujan.Curah hujan menghentikan show mereka, berharap dapat saweran banyak namun hujan bertambah deras, Iswan duduk dengan muka pasrah, Bang Somad menghisap rokok seraya menatap curah hujan dengan tatapan nelangsa.

Jika hujan terus terusan begini, otomatis pengunjung berkurang dan saweran jadi seret, Kartika berdoa dalam hati, semoga hujan segera reda.Detik demi detik berlalu, curahan air dari langit semakin menderas, telah mendekati waktu tengah malam, akhirnya pasrah adalah hal yang terbaik, menunggu hujan reda adalah pilihan.

“Yuk kita pulang saja, hujannya telah berhenti,” ajak Bang Somad.

“Kaga nerus nih Bang,” Iswan menukas.

“Dahlah kita balik badan aja.”

Mereka mulai mendorong gerobak, sisa gerimis menemani langkah pulang, berangkat penuh optimisme mendulang cuan, namun semesta seperti kurang mendukung peruntungan malam ini. Langkah gontai Kartika di antara rinai gerimis, entahlah apakah nanti saweran yang ia dapatkan bisa melunasi buku tema Fatir, seketika kerongkongannya serasa tercekat.

“Lumayanlah dapet tiga ratus ribu, masing masing dapat enam puluh ribu, semoga besok besok ketemu rezekinya, nanti Iswan anterin Kartika sampai rumah, biar sepedanya Abang yang urus,” Bang Somad membagi saweran, semua di bagi rata.

Kartika pamit ke Bang Somad, ia pun dibonceng Iswan, bila menggunakan sepeda, waktu perjalanan bisa tiga puluh menitan, namun bila menggunakan motor cukup tujuh menit juga sampai.

“Makasih Bang Iswan.”

Pria yang jago memainkan senar itu mengangguk, segera meninggalkan rumah Kartika, perlahan ia membuka pintu, segera ganti baju karena pakaian yang dikenakannya kuyup. Menengok Fatir dan Gina yang sedang tidur, kemudian Kartika mengeluarkan uang saweran, ada enam puluh ribu, alhamdulillah masih ada sisa untuk belanja besok, beli buku tema Fatir sudah aman.Rasa lelah Kartika membawanya bersiap tidur, siap untuk bertempur membuka laci uang dunia demi si buah hati.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image