Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar
Politik | 2023-09-02 18:31:59
Koalisi politik secara sederhana dapat didefinisikan kerjasama antara dua partai politik atau lebih dalam membentuk pemerintahan, koalisi politik lazim terjadi dalam sistem pemerintahan parlementer dengan sistem multi partai, tujuan utama koalisi politik memilih kepala pemerintahan (perdana mentri), serta menjaga stabilitas politik menghadapi kekuatan oposisi di dalam parlemen.
Tetapi faktor terbentuknya koalisi politik itu tidak tunggal, bervariasi tergantung dari kepentingan masing-masing anggota koalisi, setidaknya kita bisa melakukan klasifikasi beberapa motif terciptanya koalisi politik dalam sistem pemerintahan parlementer.
Pertama, membentuk pemerintahan mayoritas di parlemen, penggabungan persentase kursi menjadi 50%+1, sehingga memiliki posisi kuat mendukung setiap kebijakan politik perdana menteri. Kedua, pembagian kekuasaan politik, membuka kesempatan partai papan tengah dan papan bawah, memiliki keterwakilan serta pengaruh di dalam pemerintahan, sehingga stabilitas sosial-politik ditengah pluralisme masyarakat terjaga. Ketiga, memiliki tujuan ideologis, partai-partai mengikatkan diri dalam koalisi biasanya mempunyai irisan atau ikatan ideologi sangat dekat. Terkadang koalisi dibentuk untuk menghadapi kekuatan politik lain dinilai mengancam posisi ideologi partai-partai koalisi tersebut.
Koalisi Presidensil
Menariknya koalisi politik di Indonesia sangat unik, sebab sistem pemerintahan dianut bukan sistem parlementer, tetapi sistem presidensil dimana kepala pemerintahan dan kepala negara, yaitu presiden dan wakil presiden dipilih langsung rakyat, bukan dipilih oleh anggota parlemen. Tetapi mengapa diksi koalisi selalu hadir dalam setiap pemilu nasional dan pilkada, jawabannya terdapat aturan ambang batas suara sebagai syarat partai politik dapat mengusung pasangan capres-cawapres atau kepala daerah-wakil kepada daerah, bagi partai politik tidak memenuhi ambang batas, diharuskan berkoalisi memenuhi persentase suara tersebut.
Setidaknya terdapat beberapa motif terjalinnya koalisi dalam sistem pemerintahan presidensil di Indonesia. Pertama, mempersatukan sumber daya, anggota koalisi untuk menggabungkan kemampuan logistik, konstituen, jaringan, dan keahlian dalam memenangkan kontestaasi elektoral. Kedua, memperbesar dukungan pemilih, semua anggota koalisi menunjukkan komitmen bersama dari pada berjalan terpisah, tujuannya memperbesar suara calon eksekutif yang diusung. Ketiga, lintas ideologi, perbedaan ideologi tidak menjadikan faktor segregasi politik, justru saling melengkapi antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis, sehingga perpaduan dua kelompok politik ini senantiasa hadir dalam setiap kontestasi elektoral di Indonesia.
Poros Koalisi Politik
Pekan ini publik Indonesia dikejutkan oleh deklarasi pasangan capres-cawapres, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, yang diusung Koalisi Perubahan melibatkan tiga partai politik parlemen, yaitu Partai Nasional Demokrat (NASDEM), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Penetapan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar disertai drama politik dramatis, yaitu keluarnya Partai Demokrat dari barisan koalisi, perkembangan terakhir PKS akan merapatkan keputusan Nasdem memilih Muhaimin Iskandar sebagai cawapres Anies Baswedan dalam Majelis Syuro.
Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar
Deklarasi capres-cawapres Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar berlangsung di hari Sabtu, tanggal 2 September 2023, terdapat beberapa poin penting sebagai analisa politik. Pertama, Anies Baswedan membutuhkan sosok representasi Islam tradisional, untuk menaikan elektabilitasnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, mengingat dua provinsi di Pulau Jawa ini menjadi kunci kemenangan dalam setiap Pilpres. PKB secara elektoral memiliki suara meyakinkan di kedua provinsi ini, diharapkan akan mengkonsolidasi kekuatan dari kelompok tradisionalis untuk memilih Anies Baswedan.
Kedua, PKB dekat dengan tradisi Islam wasathiyah atau Islam Nusantara bisa melunturkan stigma politik identitas pada diri Anies pasca Pilkada DKI, hal ini sangat penting sebab karakter pemilih Indonesia secara umum terkenal moderat atau wasatiyah, kurang menyukai simbol-simbol ideologis kuat atau pada posisi pertengahan. Pilkada DKI memang menyisakan persoalan mengenai maraknya penggunaan politik identitas, kehadiran sosok Muhaimin Iskandar memperkuat citra pluralisme serta kebhinekaan pada pasangan ini.
Ketiga, bersandingnya Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar bentuk rekonsiliasi “sejarah politik” kekuatan modernis dan tradisionalis. Anies merupakan keturunan darah biru dalam pentas politik nasional, kakeknya dikenal sebagai salah satu politisi Islam berpengaruh Partai Islam Masyumi, serta pendiri dari Partai Arab Indonesia (PAI) sebelum kemerdekaan, yaitu Abdul Rahman (AR) Baswedan. Sedangkan sosok Muhaimin Iskandar lekat dengan tradisi nahdliyin, meniti karir politik sejak muda menjadi aktifis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), organisasi kemahasiswaan memiliki relasi sangat kuat dengan ormas Islam Nahdatul Ulama (NU).
Pada masa Orde Lama berkuasa, antara Partai Masyumi dengan Partai Nahdatul Ulama (NU) berbeda pendapat mengenai konsepsi demokrasi terpimpinnya Soekarno. Partai Masyumi bersama Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai Katolik tergabung dalam Liga Demokrasi mengkritisi konsep dan praksis demokrasi terpimpin.
Sedangkan Partai NU, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Persatuan Tarbiyah Indonensia (Perti) mendirikan Liga Muslim berpendapat dan bersikap, menempuh sikap realistis, suatu kenyataan politik yang tidak bisa dihindari, absennya umat Islam justru akan membahayakan kepentingan umat, mengingat kuatnya peran politik kiri dimainkan PKI, sehingga Islam politik tidak boleh berdiri di luar struktur kekuasaan, tetapi harus ikut mengamankan kepentingan serta aspirasi Islam dari dalam pemerintahan.
Partai NU, PSII, dan Perti masuk ke pemerintahan (kebinet) demokrasi terpimpin, dengan tujuan mengamankan aspirasi umat Islam, sedangkan Partai Masyumi dan PSI dibubarkan karena sikap oposannya. Kehadiran Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dalam kontestasi politik 2024, akhirnya mempertemukan kembali politik modernis dan tradisionalis dalam satu ikatan politik.
Keempat, deklarasi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, menjadi deklarasi pertama pasangan capres-cawapres dalam menghadapi Pemilu 2024, diharapkan langkah ini menjadi pembuka jalan bagi koalisi politik lain, segera mengumumkan pasangan capres-cawapresnya, karena bagi masyarakat mengetahui serta melakukan penelusuran rekam jajak para kandidat, sejak jauh-jauh hari, menjadi salah satu pendidikan politik terbaik.
Politik elektoral menjelang pelaksanaan Pemilu 2024 semakin semarak, kita sebagai masyarakat tentu mengharapkan pesta lima tahunan demokrasi ini bisa berjalan dengan baik, aman, dan damai. Sehingga masa depan demokrasi di Indonesia menuju kearah kualitas demokrasi subtansi, bukan sekedar simbol semata. Semoga..
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
