Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Laura Heni Saputri

Pendidikan Seksual atau Sex Education Sejak Dini

Eduaksi | Thursday, 30 Dec 2021, 21:11 WIB

Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini tidak lagi hanya mengancam para remaja yang rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks. Eksploitasi seks pada anak dibawah umur nyatanya juga sering terjadi oleh orang-orang terdekat yang bahkan dilakukan oleh keluarga korban sendiri.
Meningkatnya kasus kekerasan merupakan bukti nyata kurangnya pengetahuan anak mengenai pendidikan seks yang seharusnya sudah mereka peroleh dari tahun pertama oleh orang tuanya. Tetapi persepsi masyarakat mengenai sex education atau pendidikan seks yang masih menganggap tabu untuk dibicarakan bersama anak menjadi sebab yang harus dibenahi bersama untuk membekali anak melawan arus globalisasi yang semakin transparan dalam berbagai hal termasuk seksualitas.
Sebagian orang tua percaya bahwa pendidikan seks yang terlalu dini sebetulnya belum benar-benar dibutuhkan oleh sang anak. Sebagaimana usia pubertas anak yang biasanya baru dimulai sejak usia 9-14 tahun. Lantas, sebelum menginjak usia tersebut, apakah pendidikan seks ini benar belum dibutuhkan?
Semakin transparannya berbagai informasi yang bisa diakses lewat jaringan internet oleh setiap orang sangat memungkinkan bagi sebagian besar anak dan remaja untuk memanfaatkannya sebagai media penolong dalam memenuhi rasa keingintahuannya mengenai seks. Padahal tidak semua informasi yang tersebar di internet merupakan informasi yang tepat untuk dikonsumsi anak dan remaja yang masih rentan karena tidak adanya filtrasi dari diri mereka sendiri untuk memilah informasi mana yang tepat.
Pendidikan seks bisa ditanamkan sejak dini saat anak mulai mengajukan pertanyaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas. Misalnya saat anak bertanya mengapa organ tubuh laki-laki berbeda dengan perempuan atau mengapa anak laki-laki harus berdiri ketika buang air kecil berbeda dengan anak perempuan yang harus jongkok.
Dari pertanyaan sederhana itu, orang tua bisa memulai menanamkan pendidikan seks mulai dari tingkat paling dasar mengenai organ tubuh dan fungsinya. Semakin dewasa usianya, orang tua dapat memberikan informasi yang lebih lengkap sehingga mereka tidak mencari tahu sendiri informasi-informasi yang tersebar bebas di internet tanpa adanya pembenaran yang akurat dan bertanggung jawab.
Dikutip dari ibupedia.com, “memberi informasi pada anak sejak dini dinilai lebih baik daripada terlambat. Memberi pendidikan seks seperti ini diharapkan bisa menyelamatkan anak dari bahaya pelecehan seks, pun, anak bisa membantu temannya juga dari bahaya ini.”
Jadi, pendidikan seks ini bisa diberikan sedini mungkin, dan tidak harus menunggu mereka mengalami pubertas dulu ya!
Menurut Boyke, dalam jurnal Perlunya Pendidikan Seks Pada Anak Sejak Usia Dini oleh Adel Adelia menerangkan bahwa secara garis besar pendidikan seks untuk anak dibagi ke dalam empat tahap berdasarkan usianya, yaitu usia 1-4 tahun, usia 5-7 tahun, usia 8-10 tahun dan usia 10-12 tahun.
Pada usia 1-4 tahun, orang tua disarankan untuk mulai memperkenalkan anatomi tubuh, termasuk alat genitalnya. Kenalkan pada anak, ini mata, ini kaki, ini vagina dengan bahasa ilmiah tanpa menggunakan istilah lain agar ketika remaja anak tidak canggung untuk menyebutkannya.
Pada usia 5-7 tahun rasa ingin tahu anak tentang aspek seksual biasanya meningkat. Mereka akan menanyakan kenapa temannya memiliki organ-organ yang berbeda dengan dirinya sendiri. Rasa ingin tahu itu merupakan hal yang wajar. Karena itu, orang tua diharapkan bersikap sabar dan komunikatif, menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui anak. Jika anak laki-laki mengintip teman perempuannya yang sedang buang air, itu mungkin karena ia ingin tahu. Jangan hanya ditegur lalu ditinggalkan tanpa penjelasan. Terangkan bedanya anak laki-laki dan perempuan. Orangtua harus dengan sabar memberikan penjelasan pada anak.
Selanjutnya pada usia 8-10 tahun Anak sudah mampu membedakan dan mengenali hubungan sebab akibat. Pada fase ini, orangtua sudah bisa menerangkan secara sederhana proses reproduksi, misalnya tentang sel telur dan sperma yang jika bertemu akan membentuk bayi.
Pada usia 11-13 tahun Anak sudah mulai memasuki pubertas. Ia mulai mengalami perubahan fisik, dan mulai tertarik pada lawan jenisnya. Ia juga sedang giat mengeksplorasi diri. Anak perempuan, misalnya, akan mulai mencoba-coba alat make up ibunya. Pada tahap inilah, menurut Boyke, peran orang tua amat sangat penting untuk berusaha melakukan pengawasan lebih ketat, dengan cara menjaga komunikasi dengan anak tetap berjalan lancar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image