Ancaman atau Tantangan, Dalam Masalah Etika yang disebabkan oleh Artificial Intelligence dan Manusia
Teknologi | 2023-09-01 00:26:43
“Ancaman atau Tantangan, Dalam Masalah Etika yang disebabkan oleh Artificial Intelligence dan Manusia”
Artificial Intelligence merupakan teknologi yang sebenarnya sudah dikembangkan sejak lama dan seiring perkembangannya sudah mempengaruhi manusia. Pengembangan dan penerapan AI telah menjadi fokus utama dalam perkembangan teknologi modern. Didalam AI sendiri memiliki Cabang utama dalam menjalankan beberapa program Teknologi AI
Yang pertama, Machnie Learning (ML), yang memfokuskan pada pembuatan komputer yang dapat belajar dan beradaptasi secara otomatis. Machine learning menggunakan algoritma yang dapat memproses data dan mencari pola-pola yang tersembunyi di dalamnya, sehingga komputer dapat membuat keputusan atau memprediksi hasil tanpa diberi instruksi secara langsung. Cabang AI Selanjutnya adalah Natural Language Processing (NLP), yang dapat menangani pertanyaan dan perintah dari pengguna dengan bahasa alami untuk memfokuskan pada pemrosesan bahasa yang digunakan oleh manusia, seperti bahasa indonesia, bahasa inggris, dan bahasa-bahasa yang lain. Cabang AI yang ketiga ialah Computer Vision, yang memfokuskan pada pemrosesan oleh komputer untuk mengenali dan memahami apa yang terlihat pada sebuah citra atau video. Untuk memproses citra, computer vision menggunakan beragam teknik, seperti pengenalan pola, pengenalan fitur, dan pembelajaran mesin. Teknik-teknik ini digunakan untuk menguraikan citra menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih mudah diproses oleh komputer. Dari beberapa fungsi cabang yang telah diuraikan di atas, sebenarnya masih banyak lagi fungsi-fungsi yang ada di dalam Cabang AI itu sendiri, Namun kami hanya mengambil sebagian yang umum digunakan di Indonesia.
Di Indonesia tingkat adopsi AI sangat tinggi, dilihat dari sebuah survei yang dilakukan oleh perusahaan riset pasar dan konsultan terkemuka IDC yang bertajuk “IDC Asia/ Pacifik Enterprise Cognitive/ AI Survei” (2019) Menurut laporan IDC, 24,6% perusahaan di Indonesia telah mengadopsi AI, tertinggi di Asia Tenggara, diikuti oleh Thailand (17,1%), Singapura (9,9%) dan Malaysia (8,1%). Teknologi AI semakin meresap dan menyebar ke berbagai disiplin Ilmu dan aspek kehidupan. Kecerdasan buatan (AI) telah menjadi salah satu teknologi paling berpengaruh di dunia, dengan potensi untuk mengubah berbagai aspek kehidupan kita. Namun perkembangan AI juga menimbulkan kekhawatiran tentang dampak bahaya yang perlu diketahui dan diwaspadai, Bahaya Tersebut Antara Lain,
1. Pengangguran Massal, Kemampuan AI untuk melakukan Tugas rutin dan berulang secara Efisien, sehingga Peningkatan penggunaan teknologi mengakibatkan banyak pekerjaan yang digantikan dengan mesin dan robot (Au-Yong-Oliveira, Canastro, Oliveira, Tomás, Amorim & Moreira, 2019). Teknologi AI yang canggih dapat mengambil alih pekerjaan manusia. Dampaknya, akan muncul banyaknya pengangguran. Berdasarkan penelitian (Brookings Institution 2019), ada 36 juta orang yang pekerjaannya rawan digantikan oleh otomatisasi. Lalu setidaknya ada 70% dari pekerjaan mereka, dari mulai penjualan, analisis pasar, sampai pekerjaan di gudang, bisa dilakukan oleh AI. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang bijaksana untuk mengatasi masalah ini, seperti pelatihan ulang untuk tenaga kerja agar bisa beradaptasi dengan perubahan teknologi. Meskipun AI juga disebut bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru, John C. Havens berpendapat kalau lapangan pekerjaan yang diciptakan tak bisa menutup lapangan pekerjaan yang dihilangkan oleh AI. Setidaknya begitulah pemikiran dari penulis buku Heartificial Intelligence: Embracing Humanity and Maximizing Machines.
2. Ketergantungan, Kemampuan AI untuk melakukan Tugas rutin dan berulang secara Efisien. Ketergantungan dalam Artificial Intelligence (AI) merupakan salah satu risiko yang perlu diwaspadai. Ketergantungan ini dapat terjadi ketika manusia menjadi terlalu bergantung pada sistem AI untuk melakukan berbagai tugas dan aktivitas. Ketergantungan pada AI dapat menimbulkan berbagai bahaya, antara lain: Menurunnya keterampilan dan kemampuan manusia. Ketika manusia menjadi terlalu bergantung pada AI, mereka akan menjadi malas untuk belajar dan mengembangkan keterampilan baru. Hal ini dapat menyebabkan penurunan keterampilan dan kemampuan manusia dalam jangka panjang. Meningkatnya risiko kesalahan. Sistem AI masih merupakan teknologi yang belum sempurna. Sistem AI dapat melakukan kesalahan, terutama jika dioperasikan di luar batas kemampuannya. Ketika manusia menjadi terlalu bergantung pada AI, mereka akan menjadi lebih rentan terhadap kesalahan yang dilakukan oleh sistem AI. Meningkatkan risiko penyalahgunaan. Sistem AI dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ketika manusia menjadi terlalu bergantung pada AI, mereka akan menjadi lebih rentan terhadap penyalahgunaan sistem AI.
3. DeepFake, Deepfake salah satu produk AI yang dapat mengubah wajah dan suara dalam Sebuah Video. Deepfake adalah teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat konten digital yang dimanipulasi, seperti video, audio, atau gambar, yang menampilkan seseorang mengatakan atau melakukan hal-hal yang mereka tidak pernah katakan atau lakukan. Deepfake dapat digunakan untuk berbagai tujuan, baik positif maupun negatif. Di sisi positif, deepfake dapat digunakan untuk membuat konten hiburan yang menarik, seperti video musik atau film yang dibuat dengan menggunakan aktor yang tidak dapat ditemukan di dunia nyata. Deepfake juga dapat digunakan untuk tujuan pendidikan, seperti membuat video yang menampilkan tokoh sejarah yang sudah meninggal. Namun, deepfake juga dapat digunakan untuk tujuan negatif, seperti menyebarkan berita palsu, melakukan kampanye black campaign, atau bahkan melakukan pelecehan seksual. Berikut adalah beberapa bahaya deepfake:
· Penyebaran berita palsu. Deepfake dapat digunakan untuk membuat video atau audio yang menampilkan seseorang mengatakan atau melakukan hal-hal yang tidak pernah mereka katakan atau lakukan. Video atau audio ini dapat digunakan untuk menyebarkan berita palsu atau propaganda.
· Kampanye black campaign. Deepfake dapat digunakan untuk membuat video atau audio yang menampilkan seseorang mengatakan atau melakukan hal-hal yang dapat merugikan reputasi mereka. Hal ini dapat digunakan untuk melakukan kampanye black campaign terhadap seseorang atau kelompok tertentu.
· Pelecehan seksual. Deepfake dapat digunakan untuk membuat video atau audio yang menampilkan seseorang melakukan tindakan seksual yang mereka tidak pernah lakukan. Hal ini dapat digunakan untuk melecehkan seseorang secara seksual.
4. Bias dan Diskriminasi, AI dapat membuat keputusan yang tidak adil dan diskriminatif, manusialah yang perlu berjuang untuk mengatasi biasnya dalam upaya untuk hidup dengan kebenaran dan keadilan Bias manusia, seperti prasangka gender dan bias rasisme, dapat diwariskan oleh AI. Bias AI dapat muncul sebagai akibat dari data pelatihan, nilai yang dipegang oleh pengembang dan pengguna, atau diperoleh dari proses pembelajaran AI itu sendiri. Banyak kasus bias AI, bias mesin atau bias algoritmik telah dilaporkan. Bias AI akan mendorong bias atau diskriminasi sosial yang tidak terduga. Dengan demikian, bias adalah masalah etika yang sering dibicarakan oleh publik.
5. Keamanan dan Privasi Data. Dengan perkembangan big data dan AI, ketegangan antara teknologi AI dan perlindungan privasi pengguna menjadi semakin serius. Penjahat memiliki lebih banyak cara untuk mendapatkan data privasi pribadi dengan biaya lebih rendah dan keuntungan lebih besar. Insiden keamanan data telah umum terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Perlindungan privasi telah menjadi masalah etika yang diakui dengan baik dan serius yang terlibat dengan penggunaan AI. Prinsip privasi penting terutama untuk penggunaan data pribadi. Performa AI saat ini sangat bergantung pada data pelatihan. Biasanya, sejumlah data besar, yang menggunakan data pribadi, dan data pribadi ini diperlukan untuk melatih model AI, khususnya model deep learning yang bisa saja menyebabkan penyalahgunaan data, seperti kebocoran atau perusakan informasi (pribadi), sehingga masalah etika ini erat dengan setiap individu, lembaga, organisasi, bahkan negara. Sebagai contoh, kesalahgunaan data pengguna telah digunakan untuk mempengaruhi kemenangan pilihan raya Presiden Trump di Amerika Serikat (Gonzalez, 2017) dan beberapa negara lain termasuklah Argentina, Nigeria, Kenya, India, and the Czech Republic (Posetti & Matthews, 2018). Keamanan dan privasi data merupakan isu utama yang dihadapi dalam pengembangan dan penerapan teknologi AI. Oleh karena itu, kebijakan yang dibuat perlu menenkankan mekanisme penggunaan data pribadi, termasuk mekanisme untuk tidak mengikut sertakan data pribadi dalam pengolahan data, jika pemilik data tersebut tidak bersedia.
Dengan adanya bahaya dan Ancaman Artificial Intelligence yang sudah di jelaskan di atas maka penting juga kita memahami dan mengetahui apa saja Tantangan AI ke depan dan bagaimana cara untuk menghadapinya, berikut kami jabarkan masalah - masalah terkait ancaman dan tantangan AI,
1. Transparansi. Transparansi penting untuk membangun kepercayaan pada AI karena harus mengetahui mengapa sistem AI membuat keputusan tertentu, terutama jika keputusan itu menyebabkan konsekuensi atau kerusakan yang tidak diinginkan. Mengingat fakta bahwa autopilot mobil cerdas telah menyebabkan beberapa kecelakaan fatal, jelas bahwa transparansi sangat dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana dan mengapa kecelakaan ini terjadi, dan untuk memperbaiki kegagalan teknis atau operasional. Kekaburan dalam Machine Learning, yang dikenal sebagai kotak hitam, adalah salah satu hambatan utama transparansi AI. Maka dari itu Transparansi perlu ditekankan sebagai prinsip kebijakan proses pengolahan data di tiap aplikasi teknologi, terutama jika aplikasi teknologi tersebut menggunakan data publik, hasilnya digunakan untuk kepentingan publik, dan menyangkut kehidupan pribadi seseorang. Contoh yang digunakan adalah Machine Learning (ML) teknologi inti saat ini, terutama jaringan saraf tiruan (deep). Namun, sulit untuk menjelaskan dan memahami prosedur inferensi ML, yang umumnya dikenal sebagai “kotak hitam”. Ketidakjelasan ML membuat algoritma atau model menjadikannya sulit dipahami bagi pengguna dan bahkan pengembang. Hal ini terutama mengarah pada masalah transparansi. Kurangnya transparansi tidak hanya mengarah pada kesulitan dalam memahami persoalan, tetapi juga menyebabkan kesulitan dalam pemantauan manusia dan panduan mengenai ML atau AI. Dengan demikian, transparansi atau penjelasan adalah salah satu kelemahan AI yang paling banyak dibahas.
2. Regulasi, Regulasi dalam Artificial Intelligence (AI) adalah seperangkat aturan, kebijakan, dan pedoman yang mengatur pengembangan dan penggunaan AI. Regulasi ini bertujuan untuk melindungi kepentingan publik, memastikan bahwa AI digunakan dengan cara yang etis, aman, dan bertanggung jawab. AI merupakan teknologi yang berkembang pesat dan memiliki potensi untuk memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Namun, AI juga memiliki potensi untuk menimbulkan risiko, seperti diskriminasi, bias, dan penyalahgunaan. Regulasi diperlukan untuk meminimalkan risiko tersebut dan memastikan bahwa AI digunakan untuk kebaikan. Regulasi AI dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu regulasi pemerintah dan regulasi mandiri. Regulasi pemerintah adalah regulasi yang dibuat oleh pemerintah, sedangkan regulasi mandiri adalah regulasi yang dibuat oleh industri AI sendiri. Regulasi pemerintah biasanya lebih umum dan berlaku untuk semua sistem AI. Regulasi ini dapat mencakup aspek-aspek seperti keamanan, privasi, dan diskriminasi. Regulasi mandiri biasanya lebih spesifik dan berlaku untuk sistem AI tertentu. Regulasi ini dapat mencakup aspek-aspek seperti transparansi, akuntabilitas, dan keselamatan.
Berikut adalah beberapa contoh regulasi AI yang telah diterapkan di berbagai negara:
- Uni Eropa telah mengeluarkan regulasi General Data Protection Regulation (GDPR) yang mengatur perlindungan data pribadi. Regulasi ini juga berlaku untuk sistem AI yang menggunakan data pribadi.
- Amerika Serikat telah mengeluarkan regulasi Artificial Intelligence Act yang mengatur penggunaan AI dalam pemerintahan. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa AI digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan.
- China telah mengeluarkan regulasi Artificial Intelligence Development Plan yang mengatur pengembangan AI di China. Regulasi ini bertujuan untuk menjadikan China sebagai pemimpin global dalam teknologi AI. Indonesia juga sedang mengembangkan regulasi AI.
Pada tahun 2022, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 16 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Berbasis AI. Regulasi ini mengatur penyelenggaraan sistem elektronik berbasis AI, termasuk aspek-aspek keamanan, privasi, dan diskriminasi. Regulasi AI masih terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi AI. Regulasi yang ada saat ini masih belum cukup untuk mengatasi semua risiko yang ditimbulkan oleh AI. Oleh karena itu, diperlukan upaya terus-menerus untuk mengembangkan regulasi AI yang lebih komprehensif dan efektif. Diperlukan regulasi yang baik untuk mengawasi penggunaan dan pengembangan AI, untuk mencegah penyalahgunaan dan dampak negatif.
3. Kekurangan Data yang Bekualitas. Sistem Ai memerlukan data yang besar dan bervariasi untuk melatih modelnya. Namun, seringkali sulit untuk mendapatkan data yang cukup dan berkualitas tinggi, terutama untuk masalah yang kurang umum atau kompleks. Kekurangan data berkualitas dapat menjadi hambatan besar dalam pengembangan AI. Hal ini dapat menyebabkan sistem AI yang tidak akurat, bias, atau bahkan berbahaya. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kekurangan data berkualitas dalam AI, antara lain: Data yang tidak tersedia. Data yang diperlukan untuk mengembangkan sistem AI tertentu mungkin tidak tersedia. Hal ini dapat terjadi karena data tersebut tidak dikumpulkan, tidak diarsipkan, atau tidak dapat diakses. Data yang tidak lengkap atau tidak akurat. Data yang tersedia mungkin tidak lengkap atau tidak akurat. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan manusia, kesalahan teknis, atau perubahan data seiring waktu. Data yang tidak relevan. Data yang tersedia mungkin tidak relevan dengan tugas yang ingin diselesaikan oleh sistem AI. Hal ini dapat terjadi karena data tersebut dikumpulkan untuk tujuan lain atau tidak dibersihkan dan diproses dengan benar.
Dalam Masalah etika AI, umumnya mengacu pada hal-hal buruk secara moral atau hasil bermasalah yang relavan dengan AI, yaitu masalah dan risiko yang ditimbulkan oleh pengembangan, penerapan, dan peggunaan AI. Menurut Gabriel Ramos (Asisten Direktur Jendral Ilmu dan Kemanusiaan UNESCO) “Tidak ada bidang lain yang lebih relevan dengan kompas etika selain kecerdasan buatan”. Teknologi yang bertujuan umum ini mengubah cara kita bekerja, berinteraksi, dan hidup.
Banyak masalah etika yang terjadi, seperti kurangnya transparansi, privasi dan akuntabilitas, bias dan diskriminasi, masalah keselamatan dan keamanan, potensi penggunaan kriminal, dan seterusnya. Hal ini telah diidentifikasi dari aplikasi dan studi. Oleh karena itu menjadi penting untuk membahas lebih dalam mengenai permasalahan Etika yang disebabkan Oleh Artificial Intelligence, Masalah-masalah etika mencakup antara lain:
1. Kewajaran & Keadilan. Prinsip keadilan dan kewajaran menyatakan bahwa pengembangan, penyebaran, dan penggunaan AI harus adil dan Seimbang sehingga sistem AI tidak boleh mengakibatkan diskriminasi atau bias terhadap individu, komunitas, atau kelompok. Diskriminasi dan hasil tidak adil yang dibawa oleh algoritme AI telah menjadi topik hangat di media dan akademisi. Keadilan disini diuji dengan memverifikasi apakah bias tersebut valid sesuai dengan prinsip etika yang telah di tetapkan sebelumnya. Atribut-atribut ini ditentukan oleh undang-undang seperti Fait Credit Reporting Act (FCRA) yang melindungi individu dari diskriminasi. Keadilan juga dapat dievaluasi pada tingkat individu dimana individu serupa tidak diperlakukan dengan cara yang sama karena alasan yang tidak etis.
2. Otonomi, Intensionalitas. Dengan kemajuan AI, sistem atau agen AI saat ini, seperti robot perawatan kesehatan, memiliki tingkat otonomi, intensionalitas. Di sini, otonomi AI mengacu pada kemampuan sistem AI untuk beroperasi tanpa campur tangan manusia atau kontrol langsung. Intensionalitas mengacu pada kemampuan sistem AI dapat bertindak dengan cara yang secara moral merugikan atau menguntungkan dan tindakan tersebut disengaja dan diperhitungkan. Maka dari itu penting untuk mengetahui Kebebasan dan otonomi, yang secara umum mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan sesuai dengan tujuan dan keinginannya, merupakan nilai inti bagi warga negara dalam masyarakat demokratis. Oleh karena itu, penting agar penggunaan AI tidak merugikan atau membebani kebebasan dan otonomi kita. Saat kami menerapkan agen AI, kami bersedia menyerahkan sebagian otoritas pengambilan keputusan kami ke mesin AI. Jadi, menegakkan prinsip kebebasan dan otonomi dalam konteks AI berarti mencapai keseimbangan antara kekuatan pengambilan keputusan yang kita pertahankan untuk diri kita sendiri dan yang kita serahkan kepada AI
3. Akuntabilitas. Prinsip akuntabilitas penting untuk diterapkan pada keseluruhan proses pengaplikasian keempat teknologi bahasan, mulai dari proses pengumpulan, pengolahan, hingga penggunaan data. Namun Ketika sistem atau agen AI gagal dalam tugas tertentu dan mengakibatkan konsekuensi buruk, siapa yang harus bertanggung jawab. Konsekuensi yang tidak diinginkan dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti kode pemrograman, input data, pengoperasian yang tidak tepat, atau faktor lainnya. Hal ini menyebabkan apa yang disebut “masalah banyak tangan”. Dengan demikian, Akuntabilitas memastikan bahwa jika sistem AI membuat kesalahan atau menyakiti seseorang, maka seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban, apakah itu perancang, pengembang, atau perusahaan yang menjual AI. Dalam hal terjadi kerusakan, pertanggung jawaban sangat penting untuk membangun mekanisme perbaikan sehingga korban dapat menerima kompensasi yang memadai. Dengan demikian, akuntabilitas sangat penting untuk memastikan kepercayaan AI.
4. Hukum Hak Asasi Manusia. Perancang, insinyur perangkat lunak, dan peserta lain dalam desain dan aplikasi sistem AI harus diajari hukum hak asasi manusia. Tanpa pelatihan tentang hukum hak asasi manusia, mereka dapat melanggar dan melanggar hak asasi manusia yang esensial bahkan tanpa menyadarinya. Undang-undang atau tindakan hak asasi manusia yang diikuti oleh berbagai negara atau wilayah seringkali berbeda. Banyak hukum hak asasi manusia yang berbeda, misalnya, Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Fundamental dan lain-lain, telah dirilis oleh pemerintah yang berbeda.
5. Tanggung Jawab. Manusia di dalam mengembangkan dan menerapkan AI sudah selayaknya bertanggung Jawab Penuh atas terciptanya hal-hal yang terjadi di masyarakat, Untuk menghindari dampak buruk yang terjadi. Sikap tanggung jawab ini meliputi berbagai macam cara, yang Pertama Sikap Tanggung Jawab dalam memperhatikan etika. Etika diperlukan agar penerapan dan pengembangan AI tidak berbenturan dengan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat. Sehingga, apa yang kita sebut dengan Artificial Intelligence (AI) tetap menghormati hak dan juga mertabat manusia, tidak merusak keadilan, dan juga tidak merugikan orang lain. Sikap tanggung Jawab yang Kedua ialah Memperhatikan nilai guna, dilansir dari Phys.org, teknologi kerap memiliki penggunaan ganda yang dapat bermanfaat atau membahayakan. Misalnya penilitian tentang virus yang dapat berguna untuk kesehatan masyarakat. Namun juga dapat disalahgunakan sebagai senjata biologis. Oleh karena itu, pengembangan dan penerapan AI harus memperhatikan nilai guna. Agar AI dapat lebih berguna dan bermanfaat bagi kebaikan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sikap yang ketiga adalah Meminimalisasi dampak Negatif, dengan berkembang pesatnya AI ini pasti selalu ada risiko munculnya dampak negatif. Artinya dalam pengembangan dan penerapan AI tidak hanya berorientasikan pada manfaat yang dihasilkan. Melainkan juga harus memperhatikan pada risiko dampak negatif yang dihasilkan. Maka dari itu Manusia harus mampu menimbang risiko terhadap manfaatnya untuk meminimalisasi dampak negatif. Sikap Tanggung jawab yang keempat ialah Memperhatikan pelestarian lingkungan, Bukan hanya manusia saja yang hidup di bumi, melainkan juga hewan dan tumbuhan. Kita berbagai lingkungan dan saling bergantung satu sama lain. Menurut Dwi Nugroho Adhiasto (Selaku ketua Yayasan Scents) melalui kanal Youtube HMPS Pendidikan Biologi UAD, kala itu menjadi narasumber bertajuk “Pemanfaatan Teknologi untuk Pelestarian Lingkungan” beliau menyampaikan “saat ini ada tiga teknologi inovasi yang paling sering dibicarakan dan sangat berpotensi untuk dipakai, dan memberikan kontribusi yang positif untuk penyelamatan kehidupan liar dan habitatnya, yaitu AI (specifically machine learning and computer vision), environment DNA and genomics, dan network sensors. Dari sinilah pengembangan dan penerapan AI harus dibarengi dengan pelestarian lingkungan untuk mencegah berbagai dampak buruk yang membahayakan kehidupan di bumi. Sikap tanggung jawab yang kelima ialah Melakukan penelitian secara menyeluruh, kompeten, dan jujur, dilansir dari Social Sci LibreTexts, peneliti harus bertindak secara bertanggung jawab dengan melakukan penelitian secara menyeluruh dan kompeten, memenuhi kewajiban, terpercaya, dan juga jujur. Sikap tanggung jawab yang keenam ialah Memperhatikan nilai budaya dan Agama, dalam pengembangan dan penerapan AI, nilai budaya dan agama juga harus diperhatikan tidak boleh bertentangan dengan nilai budaya dan agama. Sehingga dapat mencegah terjadinya perpecahan antara masyarakat dan memlihara perdamaian juga keadilan.
6. Standar Etika. Karena tujuan akhir etika AI adalah untuk menciptakan AI etis yang dapat mengikuti prinsip etika dan berperilaku etis, sangat penting untuk membentuk standar etika yang komprehensif dan tidak memihak untuk melatih atau mengatur AI menjadi etis. Untuk merumuskan standar etika AI, peneliti dan praktisi harus memahami dengan baik teori dan prinsip etika yang ada
Kesimpulan
Dalam perjalanan menghadapi perkembangan yang cepat dalam bidang kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI), jelas bahwa terdapat sejumlah tantangan yang harus diatasi untuk memastikan bahwa teknologi ini memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Tantangan-tantangan seperti kekurangan data berkualitas, interpretabilitas model AI, dampak sosial dan ekonomi, serta risiko terkait privasi dan keamanan, mengingatkan kita akan kompleksitas dan konsekuensi yang terlibat dalam penggunaan AI. Selain itu, isu-isu etika seperti keadilan, bias, dan tanggung jawab juga perlu diberikan perhatian serius agar teknologi ini tidak merugikan kelompok tertentu atau melanggar nilai-nilai masyarakat yang dihormati. Oleh karena itu, penting bagi para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat umum, untuk bekerja sama dalam mengatasi tantangan-tantangan ini dan mengembangkan regulasi yang bijaksana serta pedoman etika yang kokoh. Dengan pendekatan yang berfokus pada inovasi yang bertanggung jawab dan penggunaan yang etis, kita dapat memastikan bahwa AI berkembang sebagai alat yang kuat untuk kemajuan tanpa mengabaikan implikasi sosial, etika, dan keselamatan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
