Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahsanul Fahmi

Apakah AI Benar-Benar Berbahaya?

Lomba | 2023-08-31 18:48:00

Source : The Darwinian Argument for Worrying About AI | Time

Saya akan membahas mengenai AI dari sudut pandang yang tidak dibahas oleh orang lain.

Sejarah selalu berulang, bahkan ini akan menjadi kali keempat peristiwa serupa terjadi.

Dunia telah beberapa kali mengalami revolusi industri. Mulai dari Revolusi Industri 1.0, 2.0, 3.0 hingga yang sekarang adalah 4.0.

Lalu gimana kaitannya dengan AI?

Begini. Pada Revolusi Industri 1.0 (sekitar 1760-an), mekanisasi dalam berbagai sektor industri, termasuk penemuan mesin uap, mengangkat Inggris menjadi kekuatan dominan dan Eropa pun maju mengungguli pesaingnya di seluruh dunia. Dampaknya luar biasa, mengubah Eropa dari produsen 23% barang global menjadi 62%. Ini merupakan transisi besar di mana negara yang bergantung pada perdagangan rempah-rempah dan pertambangan diungguli oleh negara-negara industri.

Pada Revolusi Industri 2.0 (sekitar 1890-an), munculnya produksi massal dan kemajuan dalam listrik dan jalur produksi memberikan dampak yang sama besar. Pada awal 1900-an, Amerika Serikat mengambil alih peran Inggris sebagai pusat manufaktur dan ekonomi global. Periode ini dikenal sebagai "The Gilded Age". Amerika Serikat mendominasi industri dunia dan memengaruhi sosial politik global dalam waktu panjang.

Pada Revolusi Industri 3.0 (sekitar 1970-an), digitalisasi dan komputerisasi berdampak besar. Empat negara Asia, yaitu Jepang, Korea, Taiwan, dan Hong Kong, muncul sebagai pemain penting dalam ekonomi global, bersaing dengan negara-negara Barat. Periode ini menjadi awal dari kondisi ekonomi saat ini.

Apa artinya? Setiap revolusi industri merupakan peluang bagi sebuah bangsa untuk mengubah nasibnya. Ini adalah kesempatan untuk "naik kelas" berkat perubahan mendasar dalam ekonomi global.

Namun, peluang seperti ini tidak terjadi setiap tahun.

Sekarang, kita memasuki era Revolusi Industri 4.0, di mana dalam 10-20 tahun mendatang, kita akan melihat negara-negara baru menjadi pemain utama dalam ekonomi dunia. Bukan hanya negara besar seperti Tiongkok dan India yang berusaha merevolusi industri, tetapi juga negara-negara menengah seperti Vietnam yang berjuang keras untuk "naik kelas" dalam ekonomi dunia.

Ini adalah peluang besar untuk meningkatkan kelas ekonomi.

Revolution Industri 4.0 didorong oleh informasi: big data, internet of things, kecerdasan buatan, blockchain, dan teknologi virtual lainnya. Ini adalah kesempatan untuk mengubah nasib suatu bangsa, termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia sepertinya memahami konteks ini.

Pemerintah memahami bahwa satu-satunya cara untuk menjaga relevansi Indonesia di masa depan adalah dengan memastikan generasi muda memahami teknologi pendukung Industri 4.0, salah satunya adalah Artificial Intelligence (AI). Tentu saja, peta kekuatan ekonomi global akan berubah sekali lagi. AI adalah salah satu pemantiknya.

Saat itu terjadi, kita berharap Indonesia berada di puncak perubahan tersebut.

AI adalah peluang bagi Indonesia untuk "naik kelas"

Sehingga kalimat "AI akan mengancam keberlangsungan umat manusia", adalah tidak sepenuhnya benar, namun juga tidak sepenuhnya salah. Mengapa demikian?

Revolusi di bidang teknologi adalah suatu keharusan dan mau bagaimanapun akan selalu terjadi. Dimulai dari zaman dahulu manusia bepergian menggunakan kuda, lalu berpindah ke sepeda, lalu mulai masuk ke kendaraan bermotor tahap awal, hingga akhirnya bisa sampai ke zaman sekarang yang energi kendaraan bisa menggunakan listrik. Apakah perubahan tersebut mengakibatkan kehancuran dunia?

Zaman dahulu pada awalnya manusia berkirim pesan menggunakan burung merpati, kemudian perlahan berganti menjadi tukang pos, kemudian naik kelas menjadi seperti sekarang yang mana komunikasi jarak jauh antar negara bahkan benua bisa dilakukan hanya dengan menekan-nekan tombol saja menggunakan sebuah teknologi bernama smartphone. Apakah perubahan tersebut memusnahkan populasi burung merpati dan tukang pos? apakah perubahan tersebut mengakibatkan kehancuran dunia?

Bahkan pada awal mula kemunculan Google Translate, mereka juga mendapatkan kontra. Dengan dalih bahwa Google Translate akan menghilangkan kamus, akan membuat manusia menjadi malas membaca, hingga akan menciptakan kemalasan. Pertanyaannya adalah, pada kenyataannya apakah Google Translate berpengaruh positif atau negatif di zaman sekarang?

Teknologi lahir untuk mempercepat pekerjaan manusia. Zaman dahulu sebuah surat akan sampai kepada si penerima dalam waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, kemudian menunggu balasannya lagi dengan waktu yang sama. Sekarang, proses komunikasi itu hanya membutuhkan waktu sepersekian detik, kemudian sepersekian detik lagi untuk menerima balasannya.

AI memang memiliki dampak negatif, karena AI akan menggantikan beberapa pekerjaan. Namun apakah AI akan menggantikan semua pekerjaan? Sepertinya tidak. Paling tidak belum ada AI yang bisa membuat bakso kuah.

Dalam menyikapi datangnya terjangan AI, yang menjadi penting untuk diketahui dan dilakukan adalah agar kita terus meningkatkan skill pribadi. Jika tidak mampu, maka kita harus beralih dari pekerjaan yang dengan mudah tergantikan oleh AI, menuju pekerjaan yang sulit digantikan oleh AI. Zaman terus berkembang, bukan dunia yang harus menyesuaikan kemampuan kita, namun kita yang harus menyesuaikan diri kepada dunia.

Sehingga jawaban atas pertanyaan "Apakah AI itu adalah ancaman ataukah tantangan?" adalah...

RELATIF

AI adalah ancaman bagi manusia yang malas untuk terus meng-upgrade diri, dan adalah tantangan bagi manusia yang ingin terus meng-upgrade diri dan menyesuaikan dengan situasi. Karena hidup bukan tentang manusia yang lemah dan malas, namun tentang siapa yang kuat dan mau bertahan.

Itulah bagaimana dunia berjalan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image