Kecerdasan Buatan: Tantangan untuk yang Mau belajar
Teknologi | 2023-08-31 16:39:04Siap maupun tidak siap, saat ini kita telah hidup pada era dimana kita mampu mendapatkan kemudahan-kemudahan yang mungkin tidak pernah dibayangkan pada masa sebelumnya. Semisal penggunaan peta, saat ini tidak hanya menunjukkan dimana tepatnya sebuah lokasi namun juga menyediakan pemilihan rute terbaik dengan memprediksi jarak dan waktu tempuh. Bahkan aplikasi di telepon genggam telah mampu mengenali struktur wajah pengguna, sehingga aplikasi yang membuat wajah seseorang jauh lebih baik pun dapat bekerja. Pada bidang teknologi informasi saat ini, teknologi mampu mengumpulkan data jauh lebih banyak jika dibandingkan kemampuan manusia untuk mengolahnya.
Selamat datang di era Kecerdasan Buatan alias Artificial Intelligence (AI).
Sebelum melihat apakah AI merupakan ancaman atau tantangan, perlu kita pahami bahwa AI adalah konsep yang menjadi entitas non-manusia dapat bertindak rasional. Pada awal konsep ini berkembang di tahun 1950, Alan Turing sang pencetus ide, melontarkan pertanyaan, "Dapatkah sebuah mesin berpikir?". Perlu diingat pada tahun tersebut mesin-mesin lebih diarahkan pada industri manufaktur. Terlebih pada mulai dimanfaatkannya tenaga listrik untuk mendukung industri. Sampai perkembangan saat ini, banyak kemudahan yang disediakan "mesin" seperti yang dijelaskan di paragraf awal. Dipercaya pemanfaatan AI ini juga menjadi salah satu indikator revolusi industri dan masyarakat terkini.
https://aptika.kominfo.go.id/2020/01/revolusi-industri-4-0/)" />
Jika pada Revolusi Industri 1.0 (sekitar tahun 1760) pemanfaatan mesin uap telah membuat Inggris menjadi super-power sehingga membuat peradaban di Eropa melesat dibanding peradaban kompetitor. Terjadi transisi di antara negara-negara yang mengandalkan perdagangan bahan baku tersusul oleh negara-negara berorientasi pabrik. Budaya pertanian sebagai penghasil bahan mentah yang awalnya berjaya mulai disalip oleh budaya masyarakat industri.
Kemudian pada Revolusi Industri 2.0 (sekitar tahun 1890) pemanfaatan listrik dan jalur produksi untuk mendukung produksi masal. Pada momen ini Amerika Serikat berhasil menyalip Inggris sebagai pusat manufaktur dan perekonomian dunia. Kondisi ini yang kemudian hari juga menjadikannya sebagai penguasa sosio-politik global.
Sedangkan pada Revolusi Industri 3.0 (sekitar tahun 1970) pemanfaatan digitalisasi dan komputasi di berbagai industri mulai masif. Mulai muncul macan-macan dari asia, seperti Jepang, Hongkong, dan Taiwan. Walaupun kedudukan Amerika Serikat tidak tergantikan, kehadiran negara-negara industri baru ini sangat diperhitungkan oleh negara-negara industri lama.
Lihat trend-nya, Revolusi Industri menjadi momentum memperbaiki posisi suatu negara di perekonomian dunia.
Saat ini kita sudah berada pada Revolusi Industri 4.0, dengan asumsi bahwa sekitar 10-20 tahun mendatang akan muncul negara-negara baru penentu perekonomian dunia. Peluang potensial ini tidak hanya dimanfaatkan oleh Tiongkok dan India yang sudah terlihat perubahan di sektor industrinya, namun beberapa negara menengah sedang berjuang keras tidak tertinggal momentum potensial langka ini.
Namun bukan berarti AI itu tidak pernah kita gunakan. Beberapa industri telah memanfaatkannya untuk menjalankan fungsi pelayanan pelanggan. Mungkin tidak disadari bahwa pertanyaan berbasis teks yang kita ajukan melalui aplikasi di telepon seluler, tidak lagi dijawab oleh manusia. Mungkin juga diantara kita telah memanfaatkan Google Asistant untuk mengetahui nama spesies tanaman atau bahkan judul lagu yang sedang didengarkan.
Jika mau jujur, ketakutan manusia pada AI ini didasarkan pada layanan-layanan yang tadinya dibayar sebagai jasa manusia berubah menjadi gratis. Kondisinya mirip dengan salah satu adegan pada sinetron Si Doel Anak Sekolahan, dimana pabrik batako Cang Rohim ingin menambah mesin pencetak untuk menambah produksi. Padahal tidak ada yang salah dengan mesin pencetak batako, serta tidak salah juga tujuan menambah produksi.
Memang AI akan menjadi menakutkan jika disertai niat jahat. Bagaimanapun AI dapat disusupi program yang merugikan. Selain itu cara yang salah juga dapat merugikan, tentu saja terkait algoritma program. Tapi rasanya sisi tergantinya jasa manusia masih lebih menakutkan dibanding hal ini.
Perlu disadari AI akan menimbulkan ketakutan karena telah menjadi salah satu aspek penting dalam perubahan revolusi industri. Dimana setiap revolusi pasti mengganggu status quo seseorang atau pihak tertentu. Namun di sisi lain, AI dapat menjadi tantangan untuk dimanfaatkan dan dikuasai.
Penting disadari AI hanya menakutkan bagi pihak yang menolak belajar, tidak mau berorientasi masa depan, tanpa motivasi memanfaatkan tantangan revolusi (industri). Bagaimanapun kepandaian dan kekayaan saat ini, belum tentu menentukan nasib di masa depan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
