Pemanfaatan Pajak dan Bea Cukai Rokok untuk Penambahan Biaya Kesehatan
Edukasi | 2023-08-27 20:54:34
Cukai rokok memiliki peran penting dalam meningkatkan pundi- pundi kekayaan negara. Mengingat negara membutuhkan dana untuk pembangunan infrastruktur. Bahkan Pemerintah Provinsi berhak memungut pajak dari cukai rokok berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf e yang menyebutkan bahwa Pajak Rokok merupakan salah satu dari lima jenis pajak yang dapat dipungut oleh Pemerintah Provinsi. Berdasarkan Pasal 29, Tarif Pajak Rokok yang dapat ditarik oleh Pemerintah Provinsi hanya sebesar 10% dari Cukai Rokok. Penulis menggunakan metode yuridis normatif untuk dapat menjawab implementasi kebijakan pemerintah dalam penggunaan pajak berganda dalam pembayaran jaminan kesehatan nasional dan dampak kebijakan penggunaan cukai rokok dalam pembayaran jaminan kesehatan Nasional. dinilai oleh pajak sebagai fungsi reguler.. Penggunaan pungutan rokok untuk dana kesehatan termasuk dalam pajak berganda, yaitu pajak rokok yang menjadi kewenangan pungutan pemerintah daerah dan cukai rokok yang menjadi kewenangan pungutan pemerintah pusat. Namun mengingat BPJS mengalami defisit, maka melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Daerah untuk mendukung penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan melalui iuran pajak rokok sebagai bagian dari hak masing-masing daerah/ provinsi. /kabupaten/ kota sebesar 75% dari 50%. pajak rokok yang diterima.
Pemerintah tidak bisa serta merta mengeluarkan aturan untuk melakukan penutupan perusahaan rokok. Mengingat banyak orang yang bergantung pada rokok. Seperti petani tembakau, pelintingan tangan, dan pekerja di perusahaan rokok. Upaya itu dapat dilakukan oleh pemerintah hanya dapat memberikan peringatan tentang bahaya merokok dan larangan merokok di tempat umum. Mengenai bahaya merokok, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 1999 tentang amannya rokok bagi kesehatan dalam pasal 6 peraturan pemerintah, yaitu mengatur peringatan bahaya merokok pada label rokok yang bertuliskan "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan, dan janin".
Namun, hal ini tidak mengurangi jumlah perokok di Indonesia Peraturan Pemerintah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. Pasal 14 menyatakan bahwa setiap produsen rokok wajib mencantumkan gambar bukan hanya tulisan dan teks hanya memiliki satu arti yang berbeda yaitu "Merokok Bisa Membunuh mu" berbeda dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 yang hanya mencantumkan teguran tertulis. Selain peraturan tentang pengenaan label bahaya merokok kesehatan, pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang pembatasan pada masyarakat tempat merokok yaitu UU No. 32 Tahun 2010 tentang Larangan Merokok yang menyatakan bahwa kawasan larangan merokok adalah tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, pelayanan kesehatan kegiatan, tempat ibadah dan transportasi umum,, arena untuk anak-anak. 'Namun, dengan peringatan itu gambar dan tulisan itu tidak mengurangi jumlah perokok dan larangannya larangan merokok, masih ada orang yang merokok di tempat umum. Berdasarkan data, para jumlah perokok dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sebesar 8,8%. Jumlah aktif perokok di Indonesia adalah enam puluh juta orang. Ini mengkhawatirkan mengingat beberapa di antaranya berasal dari kalangan anak-anak usia 10 tahun hingga remaja 18 tahun yang merupakan perokok aktif.
Hal ini memprihatinkan mengingat sebagian dari mereka berasal dari kalangan anak-anak usia 10 tahun hingga remaja 18 tahun yang merupakan perokok aktif. fakta bahwa remaja banyak mendominasi perokok aktif, keadaan mendapat cukup besar cukai rokok. Penerimaan negara melalui cukai rokok per 6 Desember 2018 terdiri dari cukai rokok sebesar Rp120,62 triliun dari target Rp. 148,23 triliun. Cukai rokok memiliki peran penting dalam menambah pundi-pundi negara kekayaan. Mengingat negara membutuhkan dana untuk pembangunan infrastruktur. Bahkan Pemerintah Provinsi berhak memungut pajak dari cukai rokok berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf e yang menyatakan bahwa Pajak Rokok adalah satu lima jenis pajak yang dapat dipungut oleh Pemerintah Provinsi.
Berdasarkan Pasal 29 Tarif Pajak Rokok yang dapat ditarik oleh Provinsi Pemerintah hanya 10% dari cukai rokok. Cukai rokok juga dapat dialokasikan untuk dana kesehatan melalui Tembakau Dana Bagi Hasil Cukai (DBH-CHT) dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (12) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK/0.7/2017 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Penerimaan Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang diprioritaskan untuk didukung DBH- CHT program Jaminan Kesehatan Nasional sekurang-kurangnya 50% dari alokasi DBH-CHT diterima oleh setiap daerah penghasil tembakau. Namun, hal ini tidak mampu diatasi defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Karena pada tahun 2018 diperkirakan anggaran keuangan BPJS Kesehatan akan mengalami defisit sebesar Rp. 16,5 triliun. Sehingga Presiden Joko Widodo mengeluarkan Kebijakan Jaminan Kesehatan yang menyatakan bahwa besaran iuran cukai rokok ditetapkan sebesar tujuh puluh lima persen dari lima puluh persen dari realisasi penerimaan pajak rokok untuk setiap provinsi/kabupaten dan kota. Kontribusi segera dipotong untuk transfer buku. ke dalam BPJS Akun kesehatan.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dibuat oleh BPJS Kesehatan, merupakan bukti bahwa Indonesia menerapkan konsep negara kesejahteraan. Ini lahir melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Nasional Sistem Keamanan (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Sosial Badan Penyelenggara Keamanan yang merupakan amanat amandemen UUD 1945 Konstitusi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi semua orang dan menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Dan beton pelaksanaan Pasal 34 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara mempunyai tanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan pelayanan publik yang layak fasilitas. Oleh karena itu, seluruh warga negara Indonesia ditargetkan menjadi BPJS peserta sebagai jaminan kesehatan nasional tahun 2019? Pembiayaan jaminan kesehatan nasional dapat bersumber dari rokok. Rokok didasarkan pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Cukai Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) diambil dua kali.
Kedua undang-undang tersebut mengatur besaran pajak dan cukai rokok. Jadi, Rokok Pajak dan Cukai adalah dua hal yang berbeda. Hal ini berpotensi menimbulkan double pajak atau pajak ganda atas rokok itu sendiri. Pajak rokok adalah pungutan atas cukai yang dipungut oleh pemerintah. Sementara itu, Cukai Rokok adalah pungutan yang dipungut oleh Negara atas rokok dan hasil tembakau lainnya produk, termasuk rokok, cerutu, dan rokok daun. Dengan demikian, Pajak Rokok dan Cukai Rokok merupakan dua hal yang berbeda dalam hal tata cara pemungutannya dan mendepositkan mereka, Artinya, jika seorang perokok merokok satu batang rokok, maka setiap batang rokok akan dikenakan biaya dua kali. Yang pertama adalah Cukai Rokok itu sendiri dan yang kedua adalah Pajak Rokok. Pajak Rokok dan Cukai Rokok juga dapat dialokasikan untuk dana kesehatan melalui Dana Bagi Hasil Tembakau (DBH-CHT) mengingat ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK/0.7/2017 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Penerimaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang diprioritaskan DBH-CHT-nya mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional sekurang-kurangnya 50% dari DBH-CHT diterima oleh setiap daerah penghasil tembakau. Namun, BPJS Kesehatan juga mengalami defisit anggaran. Oleh karena itu, Presiden mengeluarkan kebijakan yang berfungsi untuk menutup defisit anggaran yang diterima BPJS senilai 16,2 triliun.
Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang jaminan kesehatan nasional bagi masyarakat Orang Indonesia. Pemanfaatan dana cukai untuk kesehatan juga diperhatikan dikeluarkan dalam keadaan yang cukup darurat, mengingat defisit yang dialami oleh BPJS cukup besar, maka untuk mengatasi masalah tersebut dikeluarkan Perpres ini dikeluarkan dengan tujuan untuk mengutamakan kepentingan masyarakat dalam bidang kesehatan sektor.
Penggunaan rokok sebagai pembiayaan dalam pembayaran jaminan kesehatan nasional di selain Menteri Keuangan juga diatur, yaitu dalam Peraturan Presiden Peraturan Nomor 82 Tahun 2018 yang mengatur Pasal 99 yang menyebutkan bahwa daerah pemerintah wajib mendukung penyelenggaraan jaminan kesehatan program melalui iuran dari pajak rokok sebagai bagian dari hak masing-masing wilayah/provinsi. /kabupaten/kota. Mengingat Pasal 31 UU No 28 Tahun 2009 mengatur bahwa penerimaan pajak rokok, baik untuk provinsi maupun kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit lima puluh persen untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat.
Pemanfaatan pungutan rokok untuk dana kesehatan termasuk dalam rangkap dua perpajakan, yaitu pajak rokok yang menjadi kewenangan pemerintah daerah memungut dan memungut cukai rokok yang menjadi kewenangan pemerintah pusat mengumpulkan. Namun, mengingat BPJS mengalami defisit, Presiden Peraturan Nomor 82 Tahun 2018 menjadi landasan hukum agar Pemerintah Daerah diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program jaminan kesehatan melalui kontribusi dari pajak rokok sebagai bagian dari hak masing-masing daerah/provinsi/kabupaten/kota sebesar 75% dari 50%. pajak rokok yang diterima. Fungsi pajak sebagai regular dalam pengenaan cukai rokok tidak efektif karena tidak mengurangi jumlah perokok. Dari waktu ke waktu jumlah perokok meningkat meskipun cukai rokok diberlakukan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
