Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Penyebaran Guru Honorer ke Wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar)

Pendidikan dan Literasi | Tuesday, 22 Aug 2023, 18:57 WIB

Guru sebagai pendidik utama di Indonesia sudah bisa terbilang cukup banyak, tetapi tidak diikuti dengan proses penataan dan pemerataan pendistribusian guru yang baik. Hal ini menyebabkan jumlah guru nasional secara rasio terbilang baik, namun tidak tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Khususnya di sebagian besar wilayah yang jauh dari perkotaan, terlebih lagi bagi daerah-daerah yang termasuk dalam kategori wilayah 3T, yaitu daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan.

Peran guru honorer pada daerah 3T memang memiliki andil dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah 3T. Namun bila dilihat dari keterbatasan guru honorer yang merupakan guru sementara, guru honorer bukan merupakan solusi utama. Akses di wilayah 3T-pun juga terbatas yang menjadikan sangat sulit untuk guru honorer bertahan didaerah 3T.

Kesejahteraan guru honorer masih tergolong rendah, tidak setara dengan pengabdian yang diberikannya. Gaji merupakan aspek utama dan paling pokok dalam kesejahteraan seorang guru. Selain gaji, kesejahteraan guru juga meliputi kelancaran dalam kenaikan pangkat, kepastian karir sebagai guru dan hubungan antar pribadi. Sedangkan di daerah tertinggal atau daerah 3T untuk kenaikan pangkat sangatlah susah apalagi berstatus guru honorer guru yang tidak memiliki status secara permanen. Lain halnya di daerah maju, harga kebutuhan pokok cenderung tinggi. Ini tidak sebanding dengan gaji yang didapat oleh guru honorer.

Karena itu, diperlukan solusi yang benar-benar permanen. Untuk mengatasi kekurangan guru di daerah 3T, diperlukan kebijakan pemerintah pusat dan Pemda. Masalah ini sudah lama bergulir tanpa jelas kapan bisa teratasi, bukan karena kekurangan ide tapi minimnya komitmen pemimpin pusat dan daerah. Berikut beberapa rekomendasi yang bisa dipertimbangkan untuk pengambilan keputusan tersebut.

Pertama, penyiapan putera terbaik daerah sebagai calon mahasiswa guru. Pemda bekerjasama dengan SMA/MA di wilayahnya dan LPTK terdekat dengan mengirimkan putera-puteri terbaiknya untuk kuliah sebagai calon guru dengan beasiswa penuh. Mata kuliah tentang budaya dan karakter masyarakat pedalaman perlu diajarkan. Mahasiswa ini berstatus ikatan dinas. Pemda dengan PAD yang rendah bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat.

Kedua, pengangkatan CPNS guru 3T. Para sarjana pendidikan dan non-pendidikan terbaik diundang mengikuti seleksi CPNS guru 3T. Para pelamar guru ini diprioritaskan putera daerah masing-masing, tetapi alumni guru mengajar di daerah 3T—dari beragam program di atas—bisa dipertimbangkan. Guru yang sudah lulus tidak diizinkan mutasi ke sekolah kota—meskipun sudah mengabdi lima tahun misalnya, sehingga program ini tidak dijadikan sebagai batu loncatan.

Ketiga, penarikan atau pemanggilan guru putera daerah yang tersebar di luar daerah kelahirannya. Pemutasian guru-guru PNS dari kota atau sekolah yang berlebih guru—jika ada— sangat mungkin dilakukan. Pemerintah bisa mengedepankan spirit pembangunan desa atau daerah tertinggal oleh putera asli daerah, misalnya dengan menggelorakan jargon: “Kalau bukan kita siapa lagi” atau “Kembali untuk membangun desa sendiri”. Pemanggilan guru ini harus dibarengi komitmen Pemda dan pemerintah pusat memberikan jaminan kesejahteraan kepada guru 3T, seperti tunjangan khusus, beasiswa pendidikan putera-puteri guru, dari tingkat dasar hingga PT, dan asuransi kesehatan. Tanpa komitmen ini, akan sulit memanggil “guru-guru kota” ke daerahnya masing-masing, kecuali segelintir guru saja.

Demikianlah, penyebaran guru honorer ke wilayah 3T membutuhkan penanganan yang komprehensif dan serius, yang intinya adalah pemerataan pembangunan infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan jalan. Pemerintah saatnya merintis usaha-usaha nyata pembangunan daerah 3T jika tidak ingin dinilai gagal dalam mencerdaskan anak-anak bangsa, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image