Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Kekeringan Melanda, Mitigasi Seadanya

Kabar | Friday, 18 Aug 2023, 09:33 WIB

Air dikatakan sebagai sumber kehidupan. Banyak sekali kegunaan air dalam hidup kita. Air dipakai untuk minum, mandi, membersihkan diri dari kotoran, membersihkan rumah, menyiram tanaman, dan lainnya. Jika pasokan air berkurang bahkan tersisa sedikit saja, tentu akan berpengaruh bagi berlangsungnya kehidupan.

Kekeringan Melanda

Indonesia memiliki dua musim, musim penghujan dan kemarau. Tak lebih dari dua musim ini yang hadir di bumi pertiwi. Namun, hampir tiap kemarau datang, rakyat khawatir akan krisis air bersih.

Seperti dilansir dari laman online tv one news (7/8/2023), warga menyatakan sudah dua puluh tahun warga di Pangasinan RT 1 RW 13, Dusun Girimulya, Desa Binangun, Kota Banjar, Jawa Barat, kesulitan memperoleh air bersih. Air sumur milik warga tidak bisa digunakan untuk minum karena terasa asin, sementara tidak ada pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Anom. Walau ada bantuan untuk membuat sumur dengan kedalaman 100 meter, tapi air sumur tersebut terasa asin, tidak layak untuk minum.

Di Bogor, sumur-sumur warga mengering akibat kemarau di kota hujan ini. Krisis air bersih akibat musim kemarau mulai berdampak pada kesehatan warga. Salah satu penyakit yang mulai dialami warga terdampak adalah diare. Hal ini terjadi bukan hanya di Bogor, tapi juga di Semarang dan daerah lainnya. Warga pun hanya bisa berharap pada bantuan dari pemerintah.

BMKG memprediksi, kondisi kemarau tahun ini, akan seperti kekeringan pada 2019. Musim kemarau tahun 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan sangat rendah. Hal ini terjadi karena adanya fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi di Samudra dalam kurun waktu bersamaan.

Hanya saja, yang membingungkan jika memang seluruh sumber air Indonesia terdampak kekeringan mengapa air kemasan masih marak dijual? Mengapa pemerintah (PDAM) masih bisa melayani pembelian air bersih dengan mobil truknya?

Mitigasi Seadanya

Indonesia bukan Mesir yang hanya memiliki Sungai Nil. Indonesia juga bukan Belanda yang dikepung oleh lautan. Indonesia dianugerahi berbagai sungai, sumber mata air pegunungan hingga lautan yang luas membentang. Namun, setiap kemarau menyapa, bahkan ditambah fenomena alam yang bisa diprediksi akibatnya sebagaimana El Nino dan IOD saat ini, tak ada mitigasi serius dari para penguasa. Lagi-lagi, rakyat jadi korbannya. Tak masalah jika rakyat punya uang untuk membeli air bersih. Tapi, bagaimana dengan rakyat yang untuk makan sehari-hari pun masih kesulitan?

Diperkirakan pada 2035 nanti, ketersediaan air per kapita per tahun di Indonesia hanya akan tersisa 181.498 meter kubik yang berkurang jauh dibanding 2010 (265.420 meter kubik). Dengan penurunan ini, tentu makin besar jumlah penduduk yang bertambah sulit mendapat air bersih. Begitu pula pemenuhan akses air bersih melalui perpipaan yang saat ini baru terwujud sebesar 22%, menyebabkan ketimpangan masyarakat perkotaan mendapat air bersih.

Terus berulangnya krisis, bahkan dengan intensitas yang lebih luas dan parah membuktikan bahwa pemerintah belum serius mengatasi fenomena kekeringan ini. Betul, pemerintah memberikan bantuan distribusi air bersih tapi sangat terbatas karena anggaran dan fasilitas yang tidak memadai.

Liberalisasi Air

Mesir yang hanya memiliki sungai Nil bisa memenuhi kebutuhan air bersih rakyatnya dengan harga yang jauh lebih murah dibanding Indonesia. Belanda menggunakan teknologi Kreegrug dan Drainzbuffer untuk mengubah air hujan yang terbatas dan air permukaan dengan kadar garam tinggi menjadi air bersih yang layak untuk dikonsumsi. Penyediaan air bersih bagi warga bahkan berhasil menekan angka kematian akibat water born disease.

Indonesia memiliki 70.000 batang sungai. Di Jawa Barat mencapai tidak kurang dari 2.000 batang sungai, mulai dari induk sungai yang besar hingga anak-anak sungai yang kecil. Dilansir dari laman open data kota Tasikmalaya tahun 2019 saja ada 24 lokasi potensi sumber daya air atau gunung sumber mata air di kecamatan Bungursari. Perusahaan air mineral internasional yang sudah lama hadir di Indonesia, menyatakan bahwa air mineral kemasan yang mereka jual berasal dari 21 sumber mata air yang tersebar di Indonesia.

Dengan begitu banyak potensi sumber daya alam, sayangnya tak semua rakyat menikmatinya. Buruknya tata kelola sumber daya air dan lingkungan menjadi andil hilangnya kebermanfaatan air bagi rakyat sendiri. Belum lagi konsep pengelolaan sumber daya air yang liberal. Paradigma yang hadir dalam sistem ini memandang air sebagai komoditas ekonomi. Hasilnya, air dijadikan sebagai objek ekonomi yang diperjual belikan siapapun demi memperoleh keuntungan.

Lahir pula kebijakan privatisasi. Berbagai sumber mata air dilelang ke korporasi. Akibatnya, rakyat tidak bisa mengakses sumber mata air tersebut. Rakyat pun harus membayar mahal penggunaan air dari sumber mata air yang dikuasai korporasi baik itu air bersih atau air minum.

Pemerintah pun hanya mencukupkan diri menjadi regulator dan fasilitator, tetapi tidak bertanggung jawab secara langsung. Buktinya, pengadaan berbagai infrastruktur penyediaan air bersih diserahkan kepada korporasi, baik swasta maupun pelat merah yang ujung-ujungnya dikelola secara komersial.

Ditambah dengan ketidaktegasan sikap pemerintah terhadap tindakan perusakan lingkungan yang terus terjadi. Perusakan sumber air baku permukaan (seperti sungai, danau, waduk) akibat pembuangan limbah industri yang masif, maupun perusakan berupa deforestasi dan perubahan tata guna lahan yang memicu peningkatan intensitas kekeringan.

Inilah potret buruk penerapan kapitalisme liberalisme. Rakyat dipaksa bertahan sendiri di tengah krisis padahal kita dikelilingi sumber daya air yang melimpah.

Islam Selamatkan dari Krisis

Rasulullah bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Islam yang Rasulullah saw bawa bukan hanya mengatur tatacara sholat, puasa, zakat dan haji. Tapi, Islam juga mengatur pengelolaan sumber daya alam. Sebagaimana hadist Rasul tersebut.

Dalam Islam, haram hukumnya melakukan privatisasi terhadap sumber daya alam, salah satunya sumber daya air. Islam mewajibkan negara mengelola sumber daya air yang ada dengan sebaik-baiknya dan hasilnya dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat. Hal ini dilakukan dengan pandangan pelayanan bukan bisnis seperti yang dilakukan kapitalisme liberalisme.

Negara pun bertanggungjawab penuh terhadap seluruh rakyatnya baik di kota dan di desa. Baik yang kaya atau yang miskin. Dalam menghadapi krisis air saat kekeringan melanda, negara harus mengantisipasi dengan berbagai kebijakan untuk mitigasi ataupun mengatasi kesulitan air, mulai dari membiayai risetnya, pengembangan teknologi, hingga pengimplementasiannya untuk mengatasi masalah. Semua ini dilakukan langsung oleh negara tidak diserahkan kepada swasta.

Islam pun melarang manusia untuk merusak lingkungan. Baik atas nama pembangunan atau proyek strategis nasional. Karena alam pun makhluk ciptaan Allah Swt yang tidak boleh didzalimi oleh kita. Apalagi hadir dampak negatif setelahnya. Dam Islam, pembangunan dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memenuhi kewajiban dakwah dan jihad, di samping tetap memperhatikan karakter alamiah alam sehingga keselamatannya tetap terjaga. Jika pembangunan dijalankan di atas prinsip syariat, pasti akan membawa maslahat.

Dengan penerapan Islam secara paripurna dalam kehidupan. Insyaallah sumber daya alam yang ada akan dapat dimanfaatkan secara optimal, kebutuhan rakyat pun terpenuhi. Inilah berkah taat pada Allah Swt.

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (TQS. Al A'raf : 96)

Wallahua'lam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image