Apa Itu Ilmu Dalam Islam? Kenali Tingkatan Tingkatannya
Agama | 2023-08-16 05:47:16Apa itu ilmu? Agama Islam dikenal sebagai agama yang sangat menjunjung tinggi kedudukan ilmu dan para ahli ilmu. Banyak ayat ayat Al Qur’an dan hadits memberikan motivasi kepada kaum muslimin untuk mempelajari ilmu. Baik itu ilmu agama maupun ilmu yang berkaitan dengan keduniaan.
Sejarah telah mencatat, bahwa umat Islam mampu mengungguli umat lain dengan ilmu dan amal. Ilmu yang pertama mereka pelajari dan amalkan adalah ilmu tentang agama Islam. Ilmu bagaimana mentauhidkan Allah dan menjauhi kesyirikan, mengetahui cara beribadah kepada Allah, mengenal halal haram dan seterusnya berdasarkan Al Qur’an dan hadits hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari dua sumber ilmu pengetahuan tersebut ( Al Qur’an dan Hadits), para ulama mampu mengembangkan ilmu ilmu lain dari ilmu ilmu keduniaan yang sangat dibutuhkan bagi manusia, seperti ilmu kedokteran, algoritma, sains dan sebagainya.
Namun, seiring berjalannya waktu dengan adanya madzhab madzhab fiqih dan semakin rendahnya semangat umat Islam dalam menuntut ilmu, terjadilah pertentangan diantara para pengikut madzhab fiqih tersebut. Paadahal para imam madzhab selalu mengambil pendapat mereka berdasarkan Alqur’an dan sunnah. Serta melarang mereka untuk fanatik buta terhadap madzhab yang dianutnya.
Semua para imam madzhab mengajarkan untuk mengembalikan segala perselisihan kepad Allah dan rosulNya (Al Qur’an dan As Sunnah). Nah, dari sini bisa diketahui bahwa sumber kebenaran dan obat dari setiap perselisihan adalah Al Qur’an dan As Sunnah.
Pertanyaannya adalah, mengapa umat Islam (khususnya saat ini) banyak berselisih dalam masalah agama mereka, padahal sumber rujukannya sama?
Nah, sebelum menjawab pertanyaan ini, mari kita bahas terlebih dahulu apa itu ilmu dan apa saja martabat martabat ilmu.
Apa Itu Ilmu?
Ilmu, menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin adalah pengetahuan secara pasti terhadap sesuatu sesuai dengan hakekatnya (syarh Tsalatsatul Ushul hal 8).
Dari sini bisa dipahami, bahwa pengetahuan seseorang tentang sesuatu yang tidak sesuai dengan hakekatnya, maka itu tidak bisa dikatakan sebagai sebuah pengetahuan. Baik kadar pengetahuan tersebut mendekati hakekatnya, ataupun sebagiannya, sepertiganya apalagi malah justru kebalikannya.
Dari pengertian tentang ilmu ini pula, maka yang namanya pengetahuan itu memiliki 6 martabat (tingkatan) sesuai kadarnya, yakni:
1. Al Ilm
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, ilmu yaitu pengetahuan secara pasti terhadap sesuatu sesuai dengan hakekatnya. Ini adalah martabat paling tinggi. Dan ini yang menjadi dasar seseorang untuk berbicara dan beramal.
Oleh sebab itu, Imam Bukhori menuliskan sebuah bab di kitab shahihnya dengan judul Al Ilm Qoblal Qoul Wal ‘Amal (Ilmu sebelum berkata dan beramal).
2. Adz Dzan
Yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan adanya kemungkinan berlawanan yang lebih lemah. Sebagai contoh agar mudah memahaminya, seperti ketika seseorang melakukan shalat Isya’, apakah ia sedang masuk rakaat ketiga atau keempat. Namun ada kecondongan yang kuat bahwa ia sedang masuk rakaat keempat, meskipun ada keraguan sedikit bahwa ia sedang masuk rakaat ketiga.
Meskipun memiliki keyakinan terhadap sesuatu lebih kuat dan keraguan terhadap sesuatu yang lain lebih lemah, tetapi dzan tetap tidak bisa dikatakan sebagai ilmu.
3. Asy Syak
Adapun Asy Syak adalah pengetahuan terhadap sesuatu dengan adanya kemungkinan lain yang sama kuatnya. Contohnya seperti kasus di atas, namun ia sama sekali tidak tau apakah ia sedang masuk rakaat ketiga atau rakaat keempat. Dalam bahasa kita sering disebut ragu ragu, dimana hati tidak memiliki kecondongan terhadap dua hal yang saling berlawanan.
4. Al Wahm
Al wahm adalah kebalikan dari Adz Dzan, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan adanya kemungkinan berlawanan yang lebih kuat. Misalnya ketika kita akan memilih satu dari dua pendapat yang sebenarnya tidak 100% unggul. Kalo diprosentasekan 65% : 35%. Yang 65% dissebut dzan dan yang 35% disebut wahm.
5. Al Jahlul Basith
Yaitu tidak diketahuinya sesuatu perkara secara keseluruhan. Contohnya seperti ketika seseorang ditanya,” apa itu shaum wishal?” Maka dia menjawab, “saya tidak tahu”. Atau ketika ditanya masalah lain dan menjawab tidak tahu, ini yang dinamakan Al jahlul basith.
Al Jahlul Basith bisa terjadi pada setiap orang dan sangat mungkin dimaklumi. Namun pada perkara perkara yang pokok atau pengetahuan yang sifatnya dasar, kondisi ini sulit untuk dimaklumi.
6. Al Jahlul Murakkab
Yaitu pengetahuan terhadap sesuatu yang berlawanan dengan hakekat yang sebenarnya dari sesuatu tersebut. Ini adalah tingkatan paling rendah. Perilaku seperti ini dinamakan Al Jahl, dan orangnya disebut jaahil.
Contohnya seperti kondisi kaum Quraisy yang menolak dakwah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mentauhidkan Allah dengan beribadah hanya kepada Allah semata.
Akan tetapi mereka merasa asing dan heran dengan sembahan yang satu dan berkeyakinan bahwa peribadatan mereka terhadap patung patung adalah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Perintah Wajibnya Menuntut Ilmu
Dengan bertingkatnya keadaan seseorang terhadap pengetahuan serta realita yang ada di masyarakat umumnya, maka Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk menuntut ilmu. Bahkan menuntut ilmu adalah wajib hukumnya dalam Islam. Banyak sekali dalil dalil yang menunjukkan wajibnya menuntut ilmu, baik dari Al Qur’an dan hadits hadits shahih.
Semakin tinggi semangat suatu kaum dalam menuntut ilmu, maka semakin tinggi derajat mereka dihadapan kaum yang lainnya. Dan Allah angkat segala bentuk perselisihan yang bisa mengakibatkan perpecahan.
Sebaliknya, semakin rendah suatu kaum dalam menuntut ilmu, maka Allah akan hinakan dihadapan kaum lainnya. Dan Allah biarkan perselisihan yang ada pada mereka, bahkan Allah munculkan kelompok kelompok, firqah, partai partai yang akan menambah banyaknya perselisihan tersebut. HIngga kaum tersebut menyadarinya dan mau kembali untuk menuntut ilmu.
Penutup
Dari uraian tersebut di atas, bisa disimpulkan bahwa banyaknya perselisihan di kalangan umat Islam adalah karena kurangnya dalam menuntut ilmu. Meskipun memiliki sumber rujukan yang sama, yakni Al Qur’an dan As Sunnah, namun jika cara memahaminya tidak sesuai dengan hakekatnya, sebagaimana yang dipahami oleh tiga generasi terbaik di awal Islam, maka tidak akan bisa menjadikan mereka bersatu.
apalagi jika pemahamannya didasarkan kepada nafsu semata, sesuai dengan kepentingan pribadi atau kelompok, maka akan semakin jauh dari persatuan umat. Wallahul musta’an.
Semoga Allah menganugerahkan kepada kaum muslimin semangat untuk terus menuntut ilmu, dan mengangkat segala perselisihan yang ada di kalangan umat Islam yang menjadi duri bagi persatuan umat. Aamiin, aamiin ya Rabbal Alamiin.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.