Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jamilah Kurniati

Peringatan Hari Anak Nasional, Tak Cukup Hanya Selebrasi

Eduaksi | 2023-07-27 20:19:29

PERINGATAN HARI ANAK NASIONAL, TAK CUKUP HANYA SELEBRASI

Oleh : Jamilah Kurniati

Anggota Komunitas Peduli Generasi

Indonesia menetapkan tanggal 23 Juli sebagai Peringatan Hari Anak Nasional (HAN). Seperti dikutip dari laman Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Peringatan Hari anak nasional bertujuan mewujudkan negara yang ramah dan peduli anak. Di tahun 2023 ini pemerintah mengangkat tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Menanggulangi stunting menjadi top concern HAN tahun ini, selain juga kekerasan, perkawinan dini, anak berhadapan dengan hukum dan lainnya. (ANTARA 23/7/2023). Sebagai puncak perayaannya, Peringatan Hari Anak yang diadakan di Kota Semarang hari Sabtu tanggal 22 Juli 2023 digelar dengan pemberian penghargaan Propinsi, Kabupaten, dan Kota Layak Anak oleh Kementrian PPPA. Sebanyak 360 kabupaten/kota dianugerahi Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 dengan rincian 19 Kategori Utama, 76 Kategori Nindya, 130 Kategori Madya, dan 135 Kategor Pratama. Tak hanya itu, penghargaan juga dianugerahkan kepada 14 provinsi yaitu Penghargaan Provilla (Provinsi Layak Anak) karena dianggap telah berupaya keras dan berkomitmen menggerakkan kabupaten/kota diwilayahnya dalam mewujudkan kota layak anak. (ANTARA/22/7/2023).

Setiap tahunnya HAN selalu diperingati dengan meriah sebagai wujud kepedulian terhadap hak anak-anak . Hal ini berbanding terbalik dengan fakta tentang kondisi anak negeri. Di tahun 2022 Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan menyebutkan ada penurunan prevalensi balita stunting dari tahun 2019 dan 2021 yang mencapai 27,7 % dan 24,4% menjadi 21,6%. Meskipun mengalami penurunan tentu saja angka tersebut bukanlah angka yang sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak balita yang mengalami stunting akibat gizi yang tidak tercukupi. Tak hanya itu, hasil survey Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 mengungkapkan fakta bahwa 4 dari 100 anak laki-laki dan 8 dari 100 anak perempuan usia 13 – 17 tahun baik di pedesaan maupun di perkotaan mengalami kasus kekerasan di sepanjang hidupnya. Bahkan, kasus kekerasan seksual semakin meningkat. Kementerian PPPA mengungkapkan bahwa sepanjang Januari sampai Mei 2023 kasus kekerasan seksual sebanyak 4.280 kasus dan tindak kriminal pada anak mencapai 3.053 kasus. Belum lagi maraknya pergaulan bebas pada anak-anak hingga menyebabkan banyaknya kasus bullying, perzinaan, narkoba, kekerasan, pelecehan dan tindakan amoral lainnya.

Hal itu menunjukkan buruknya buah yang dihasilkan dari sistem yang ada saat ini. Sistem yang lahir dari asas pemisahan agama dari kehidupan, yakni sekulerisme. Pendidikan anak hanya berdasarkan materi dan kepuasan sehingga membuat anak tumbuh menjadi anak yang tidak takut dengan tindakan kriminal dan kekerasan. Dengan sistem yang hanya mementingkan materi ini tak ayal anak-anak juga dijadikan objek pemuas nafsu sehingga seringkali menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Asas kebebasan yang dianut sistem kapitalisme juga menjadikan anak-anak terjangkit pergaulan bebas.

Sistem kapitalisme juga yang membuat rakyat menjadi miskin. Dimana korporasi swasta menguasai segala sumber daya yang dimiliki negara sehingga kekayaan negara tidak dapat dinikmati oleh rakyat, yang menyebabkan rakyat tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi anak untuk terhindar dari stunting. Sedangkan program pemerintah untuk mencegah stunting tidak optimal bahkan tidak tepat sasaran.

Beginilah kondisi anak-anak negeri saat ini. Sungguh miris ketika Peringatan Hari Anak Nasional dirayakan dengan meriah namun berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi sebenarnya. Sudah selayaknya rakyat sadar dan tidak mempertahankan sistem yang sedang berlaku saat ini, beralih pada sistem yang lahir dari Qur’an yang di turunkan langsung oleh Allah SWT dan mengikuti Sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW yakni sistem Islam. Sebagai kaum muslim seharusnya kita yakin bahwa Islam hadir tidak hanya sebagai sebuah agama tetapi juga sebagai sistem kehidupan.

Dalam islam, anak adalah amanah Allah yang wajib dirawat dan dijaga oleh orang tua. Selain itu anak juga membutuhkan lingkungan yang baik dalam tatanan hidup masyarakat untuk belajar makna kehidupan, bahkan negara juga harus turut andil dalam melindungi keberlangsungan hidup anak dan mengurusi kehidupat umat. Sinergi dari ketiga pihak ini yaitu, orang tua, masyarakat dan negara akan mampu mencetak anak yang tangguh menghadapi tantangan global, tidak mudah terpengaruh dengan kemaksiatan baik itu tindakan kriminal, pergaulan bebas, dan kemaksiatan lainnya. Bahkan anak akan terlindungi dari segi fisik, psikis, moral, intelektual dan ekonomi. Bahkan hak-hak anak akan terpenuhi mulai dari kebutuhan sandang dan pangannya, sehingga akan terwujud gizi anak tercukupi.

Konsep negara yang dijalankan berdasarkan aturan Islam secara keseluruhan disebut negara Khilafah. Secara keluarga, khilafah akan mendidik anak dengan tsaqofah Islam. Sehingga setiap anggota keluarga paham setiap fungsi strategisnya. Ibu sebagai ummun wa robatul bait dan al madrasatul ula, sedangkan ayah sebagai pendidik istri dan anaknya dengan islam. Dengan begitu anak-anak akan mendapatkan hak pengasuhan terbaik dalam hidupnya. Selain itu negara khilafah akan menjamin pekerjaan bagi laki-laki sehingga kebutuhan sandang, pangan dan papan dapat terpenuhi. Secara masyarakat, dalam khilafah masyarakatnya adalah masyarakat yang memiliki budaya amar makruf nahi munkar, budaya ini lahir dari syariat yang sudah ditetapkan sebagai kaum muslimin. Dengan adanya budaya ini maka anak-anak akan mendapatkan standar (maqoyyis), pemahaman (mafahim) dan penerimaan (qonaat) secara langsung. Sehingga penerapan syariat Islam akan mampu dipahami oleh anak-anak dengan benar sehingga mereka mampu memilah hal yang tidak seharusnya dilakukan dan yang wajib dkerjakan. Secara negara, khilafah akan menjamin kebutuhan sandang, pangan dan papan rakyatnya melalui kepala keluarga. Sedangkan jaminan pendidikan, kesehatan secara langsung akan diberikan oleh negara dengan kualitas terbaik. Negara juga akan memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku pencabulan, pelecehan seksual, penganiayaan, dan perbuatan kekerasan lainnya terhadap anak sehingga memberikan efek jera dan mampu mencegah kejahatan-kejahatan lainnya.

Hal ini menunjukkan bahwa saat ini anak-anak membutuhkan negara yang mampu memberikan jaminan kebutuhan hidup dan perlindungan dari segala macam ancaman, baik tindakan kriminal, kekerasan seksual dan pelecehan. Bukan negara yang saat ini menganut paham kapitalisme dan lebih mementingkan kepentingan perorangan atau swasta sehingga abai terhadap urusan umat, khususnya anak-anak sebagai generasi penerus. Anak adalah amanah Allah Ta’ala, sudah sepatutnya anak mendapatkan didikan terbaik sesuai dengan yang dikehendaki Penciptanya. Dan untuk mewujudkan itu semua, kita membutuhkan sebuah negara yang mampu menerapkan syariat Islam secara utuh, yaitu negara Khilafah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image