Butuh Keamanan Data Paspor
Info Terkini | 2023-07-19 09:30:11Butuh Keamanan Data Paspor
Oleh: Dhevy Hakim
Kebocoran data kembali terjadi. Kali ini, kebocoran data terjadi pada data paspor WNI. Disinyalir ada sekitar 34 juta data paspor atau keimigrasian bocor dan diperjualbelikan. Informasi ini terungkap lewat akun pegiat informatika, Teguh Aprianto di akun Twitter @secgron.
Teguh mengunggah tangkapan layar portal yang menjual data paspor Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdiri atas nama lengkap, tanggal berlaku paspor, tempat tanggal lahir. Data tersebut dijual antara 10 ribu dolar AS atau sekitar 150 juta rupiah. (Tirto.id, 08/07/2023)
Merespon dugaan kebocoran data paspor tersebut, pihak Ditjen Imigrasi melakukan upaya penyelidikan bekerja sama dengan Kementerian Kominfo dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) guna menelusuri dugaan kebocoran data tersebut.
“Hingga saat ini tim teknis BSSN bersama dengan tim teknis Kemenkumham sedang melakukan asistensi penanganan insiden, validasi daninvestigasi atas dugaan insiden kebocoran data paspor WNI tersebut,” kata Ariandi Putra selaku juru bicara BSSN.
Menurut keterangan Ariandi BSSN bersama Kemenkumham tengah melakukan langkah mitigasi risiko untuk memastikan keamanan data dan layanan sistem dapat berjalan normal. BSSN pun mengimbau kepada seluruh Penyelenggara Sistem Elektronik, Pengendali Data Pribadi, dan Subjek Data Pribadi untuk senantiasa meningkatkan keamanan data pribadi dan sistem elektronik yang dioperasikan.
Sedangkan dari Kominfo sendiri, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo Semuel A. Pangerapan memberikan informasi bahwa Tim Investigasi Pelindungan Data Pribadi baik dari website yang menawarkan data itu maupun informasi dari masyarakat telah melakukan investigasi tahap awal.
Meskipun dari hasil investigasi menemukan fakta adanya kemiripan dengan data paspor. Namun, pihak Kominfo belum dapat menyimpulkan data apa, kapan, dari mana dan bagaimana terjadi kebocoran. Sehingga Kemenkominfo akan melakukan klarifikasi kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham. (antaranews.com, 08/07/2023)
Miris sekali, berulangkali terjadi kasus kebocoran data nyatanya belum mampu menjadikan penguasa siap memberikan jaminan keamanan data bagi warga negaranya. Keterangan maupun respon yang diberikan seringkali berbeda bahkan terkesan saling melempar tanggung jawab.
Menurut pakar keamanan siber, Alfons Tanujaya, adanya kebocoran data yang berulang kali menunjukkan tidak adanya pengamanan data yang baik. Pemerintah sebenarnya bisa mencegah kebocoran data dengan menerapkan standar internasional ISO 27001 dan 27701 sebagai kerangka atau pedoman dalam perlindungan data pribadi. Ia juga menilai dalam hal pengamanan data, pemerintah masih kalah dari swasta yang lebih cekatan dalam melakukan evaluasi setelah mengalami kebocoran data.
Padahal persoalan kebocoran data semestinya menjadi masalah penting yang penanganannya harus cepat. Apalagi saat ini di tengah gencarnya arus transformasi digital, apa-apa lewat aplikasi maupun sosial media. Sehingga jaminan keamanan data harus terwujud. Jika tidak, maka kebocoran data akan terus terjadi. Bahayanya jika data pribadi seseorang digunakan dalam tindakan kriminal atau disalahgunakan untuk kepentingan tertentu seperti penipuan.
Di sisi lain kebocoran data yang terjadi berulang kali sesungguhnya menunjukkan ketidakmampuan negara dalam menyelesaikan persoalan ini. Lagi-lagi berputarnya persoalan yang diakibatkan ku penerapan sistem kapitalisme persoalan pendanaan menjadi batu penghalang.
SDM yang berkualitas tidak cukup untuk bergerak tanpa adanya dukungan dana dari negara. Dalam hal ini untuk mengatasi kebocoran data dan mewujudkan jaminan keamanan data diperlukan dana yang jumlahnya sangat besar. Terlebih di sistem sekarang, peran pemilik modal sangatlah besar. Sangat mudah bagi pemilik modal untuk membeli atau bahkan menjual data yang diinginkan demi memenuhi kepentingan mereka.
Walhasil, selama sistem yang berjalan adalah sistem kapitalisme sangat sulit untuk menghentikan adanya kebocoran data. Sebab, penguasa dan pemelik modal dalam sistem politik demokrasi yang menopang kapitalisme senantiasa kongkalikong. Kebijakan yang keluar semakin kentara keberpihakannya kepada pengusaha Sang pemilik modal.
Belum lagi sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi memiliki konsep pendapatan negara hanya bertumpu pada utang dan pajak telah menjebak negara berkembang masuk ke dalam jebakan utang. Inilah yang menjadikan negara seolah-olah tidak memiliki kemampuan untuk memberantas kejahatan cyber dikarenakan tidak memiliki dana.
Hal ini tentu berbeda ceritanya jika sistem yang diterapkan adalah sistem Islam. Syariat Islam mewajibkan bagi penguasa untuk mengurusi semua urusan umat. Dalam masalah keamanan, Islam telah mengatur bahwa keamanan adalah hak pokok publik yang wajib bagi negara untuk menjaminnya.
Sistem politik Islam yang berbiaya murah dan dibangun berdasarkan keimanan telah menempatkan jabatan sebagai amanah sehingga berbeda sekali dengan demokrasi yang pada akhirnya berujung pada politik kepentingan atau politik transaksional. Khalifah sebagai pemimpin negara beserta para muadhofin (pegawai pemerintah) menjalankan amanahnya dengan maksimal dikarenakan mereka memahami setiap amanah akn dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Sistem ekonomi Islam juga mempengaruhi roda pemerintahan. Dengan konsep ekonomi yang khas seperti pengaturan kepemilikan, sistem mata uang Dinar dan dirham, lembaga keuangan lewat Baitul mal, tidak berbasis riba dan perekonomian yang berjalan pada sektor riil akan mampu mengurusi semua kebutuhan rakyat. Bahkan mampu menghantarkan negara menjadi negara adidaya.
Oleh karenanya mengakhiri segala persoalan yang ada saat ini termasuk persoalan kebocoran data serta kejahatan cyber lainnya hanya mampu tuntas diselesaikan bilamana sistem yang digunakan saat ini diganti secara mendasar dengan sistem Islam. Wallahu a’lam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
