Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Kepemimpinan dan Perubahan

Politik | 2023-07-05 18:10:01
Saat pemimpin tidak bisa memilah mana yang urgen dan penting, maka dia akan mengambil tindakan yang ceroboh dan membawa Indonesia ke dalam jurang kehancuran.

Perubahan adalah keniscayaan karena arus globalisasi menderu begitu deras. Abad 21 adalah abad yang penuh dengan kejutan karena banyak perubahan radikal yang terjadi tiba-tiba. Kepemimpinan yang benar dan efektif bisa membawa perubahan menjadi peluang, ini tergantung apakah para pemimpin mampu menyikapi dan mengendalikan arus perubahan dengan bijak, hati-hati, cepat, tepat, efektif dan berani. Kemampuan, kredibilitas dan kepercayaan atas kepemimpinan menjadi modal utama, khususnya ketika berbicara tentang bangsa dan negara.

Sebentar lagi, rakyat Indonesia akan menghadapi Pemilu 2024 yang di dalamnya penuh dinamika. Tidak pelak, kita membutuhkan pemimpin (leader) yang dominan dengan visi, penciptaan ide-ide baru (inspirasi), mampu memberi harapan sekaligus kepercayaan, mampu memberi arahan, membangun soliditas antar elemen bangsa, dan mampu mengelola organisasi kenegaraan.

Kita dihadapi pada isu apakah melanjutkan kepemimpinan atau melakukan perubahan. Secara teori kepemimpinan, melanjutkan yang lalu dan perubahan di masa depan adalah dua hal yang sebenarnya saling terkait, tidak bisa dipisahkan.

Sejak merdeka 77 tahun silam, Indonesia sudah memiliki nilai-nilai yang tidak bisa lepas dari jatidiri bangsa. Nilai kebersamaan, rela berkorban, mendahulukan kepentingan bersama, tolong menolong dan gotong royong adalah jati diri bangsa kita. Saat ini, nilai-nilai tersebut tergerus karena banyak faktor. Faktor dari eksternal dan internal. Mudahnya teknologi informasi disebar melalui media multiplatform, menyebabkan masyarakat kita terprovokasi oleh adu domba dan akhirnya terpecah, saling curiga dan tidak lagi mau berkorban untuk kepentingan bersama.

Dengan kondisi yang demikian, maka konsep perubahan menjadi penting. Kita harus berubah dalam menjalankan roda negara karena tidak lagi berdasarkan saling benci dan curiga. Masalah eksternal yang dihadapi Indonesia terkadang jauh lebih sulit dikendalikan karena juga membawa masalah internal dalam diri bangsa kita.

Oleh sebab itu, pemimpin masa depan Indonesia harus bisa mengenali masalah yang terjadi. Karena setiap identifikasi masalah akan melahirkan tindakan yang tepat. Saat pemimpin tidak bisa memilah mana yang urgen dan penting, maka dia akan mengambil tindakan yang ceroboh dan membawa Indonesia ke dalam jurang kehancuran.

Antara Stabilitas dan Kebebasan Sipil

Ada problem sekarang, bagaimana negara ini membangun persepsi keamanan dan ketenteraman. Tentu tidak tepat jika memandang keamanan identik dengan militer. Atau sebaliknya, militer tidak identik dengan keamanan. Ada domain yang harus dipahami tentang keduanya. Dalam disiplin ilmu militer, ada elaborasi yang cukup dalam yang harus dipahami. Elaborasi itu pada konteks dalam proses reformasi nasional dewasa ini, dengan melihat faktor yang sangat signifikan yang terkait dengan keamanan.

Keamanan nasional (national security) berkaitan dengan kepemimpinan dan perubahan. Pertama, berhubungan dengan kepentingan nasional (national interest). Sebuah keamanan yang bergantung pada kepentingan nasional (to defend out national interest). Kedua, pemimpin harus bisa memprediksi dan merespon terhadap ancaman dari dalam dan dari luar. Dengan demikian, membicarakan keamanan, sesungguhnya mendiskusikan bagaimana melindungi kepentingan nasional, dan bagaimana merespon ancaman itu dalam aspek kehidupan bangsa dan negara.

Untuk itu, membicarakan strategi keamanan nasional (a national security strategy), harus membicarakan agenda politik, ekonomi, sosial, budaya hingga militer. Makna politik, ekonomi dan keamanan dalam konteks akademis, harus dibumikan ketika menghadapi krisis, ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan.

Pemimpin yang mampu membawa perubahan di Indonesia harus menekankan pada lima hal. Pertama, stabilitas nasional. Di negara mana pun, setiap orang merindukan stabilitas di dalam negaranya. Namun, yang dimaksud bukan stabilitas politik ala Orde Baru, yang di dalamnya identik dengan represivitas demi rasa aman. Stabilitas yang dibangun harus bisa menjamin kebebasan (freedom) dan kesejahteraan (prosperity). Artinya, ada jaminan kebebasan sipil yang harus dikedepankan.

Dengan demikian, stabilitas bukan hanya milik militer, atau sekedar jargon masa lampau, akan tetapi merupakan kebutuhan selama NKRI masih tegak berkumandang. Reformasi tak akan berjalan, dan perubahan tidak mungkin dapat dilakukan, tanpa adanya stabilitas. Dapatkah langkah-langkah Pemerintah nantinya menyehatkan ekonomi nasional dilakukan, jika terjadi kerusuhan massa dan ketidaktertiban? Tentu jawabannya adalah sangat sulit direalisasikan.

Kedua, kehidupan ekonomi bangsa harus selamat. Kalau perekonomian tidak selamat, maka keamanan negara akan hancur. Ketiga, aspek sosial law and order dalam tatanan sosial dan sistem kenegaraan harus segera pulih. Kamtibmas pun harus berjalan. Para penjahat dari level apapun, harus setara ketika berhadapan dengan hukum. Tidak ada lagi istilah, "hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas". Keempat, adanya keutuhan atau integrasi nasional yang terjamin. Kelima, berkaitan dengan TNI sebagai benteng terakhir NKRI, khususnya jika dikaitkan dengan reformasi keamanan yang menjadi mata rantai. Dari aspek pertahanan keamanan, militer menjadi penjuru dan tulung punggungnya.

Kepemimpinan Indonesia di masa depan sejatinya adalah estafet terhadap nilai-nilai positif yang memang harus dipertahankan. Jika ada hal yang harus dikoreksi atau diperbaiki, maka frase "perubahan" bukan hal yang tabu. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image