Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anggita Senja Agustian

Pelayanan Publik Berbasis Ramah HAM pada Kantor Imigrasi Kelas 3 Non TPI Ketapang

Info Terkini | Monday, 27 Dec 2021, 20:30 WIB

Pendahuluan

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang mengandung nilai-nilai sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Selain itu, Pancasila menjadi pandangan hidup dan jiwa dari negara Indonesia dan mengikat bagi setiap orang. Sebagai ideologi bangsa, Pancasila memuat nilai-nilai dalam kelima silanya. Sementara sebagai suatu dasar ideologi dan dasar falsafah negara, Pancasila juga memberikan pengakuan terhadap harkat serta martabat manusia yang secara intrinsik melekat pada sila-silanya. Pengakuan tersebut tidak secara langsung tertulis pada silanya tetapi dapat dilihat dari makna dan nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila.

Salah satu bentuk perwujudan dari nilai-nilai Pancasila adalah adanya penghargaan pada Hak Asasi Manusia (HAM). Sebagaimana diketahui bahwa HAM pada dasarnya terkait dengan pandangan bahwa manusia memiliki kesamanaan derajat, sehingga berhak untuk mendapat berbagai perlakuan yang sama (Sutrisno, 2006). Terkait dengan perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam semua aktivitas berbangsa dan bernegara, maka tentu khususnya penyelenggaraan pelayanan publik yang ada di Indonesia dalam hal ini harus diberikan secara adil bagi seluruh masyarakat. Artinya bahwa setiap masyarakat yang memiliki kebutuhan atas pelayanan publik tersebut harus dapat dijamin aksesnya pada pelayanan publik tersebut. Termasuk dalam hal ini adalah kelompok difabel (people with different ability) yang memiliki kebutuhan khusus. Layanan Berbasis HAM sendiri mempunyai tujuan utama mewujudkan pelayanan publik yang berkeadilan.

Pelayanan Ramah HAM bagi Kaum Rentan

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-UM.01.01-2435 tentang Pemberian Fasilitas bagi Kelompok Rentan dalam Layanan Penerbitan Paspor Berdimensi Ramah Hak Asasi Manusia. Terdapat empat kategori kelompok rentan yang berhak mendapatkan Layanan Prioritas & Fasilitas Ramah HAM, yaitu:

Lansia (berumur 60 tahun keatas);Penyandang Disabilitas;Balita;Ibu Hamil/Menyusui.

Selain itu, jaminan layanan terhadap penyandang disabilitas mengalami perbaikan signifikan, agar terhindar dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu sesuai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 I ayat (2), dan juga berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 34 ayat (3) yang menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Perubahan paradigma tentang penyandang disabilitas telah membawa dampak positif terhadap pelayanan publik, terutama layanan paspor. Undang-Undang nomor 8 Tahun 2016 menjelaskan tentang hak-hak penyandang disabilitas ini untuk mendapatkan layanan yang manusia tanpa diskriminatif, yaitu a. memperoleh akomodasi yang layak dalam pelayanan publik secara optimal, wajar, bermartabat tanpa diskriminasi; dan b. pendampingan, penerjemahan, dan penyediaan fasilitas yang mudah diakses di tempat layanan publik tanpa tambahan biaya sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pasal 19 ayat (a) dan (b). Kemudian diperkuat lagi dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia (Permenkumham) Nomor 27 Tahun 2018 tentang Penghargaan Pelayanan Publik Berbasis Hak Asasi Manusia. Melalui Permenkumham ini, seluruh layanan yang diselenggarakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) termasuk Kantor Imigrasi pada Direktorat Jenderal Imigrasi yang memiliki wewenang untuk menerbitkan paspor termotivasi untuk menyelenggarakaan pelayanan publik berbasis HAM. Layanan ini bertujuan untuk memberikan acuan, motivasi, dan penilaian terhadap kinerja pelayanan publik yang dilakukan oleh UPT untuk penghormatan, pelindungan, pemenuhan, dan pemajuan HAM sesuai Pasal 2 Permenkumham tersebut.

Layanan Ramah HAM pada Kantor Imigrasi Ketapang

Layanan paspor berbasis HAM bagi penyandang disabilitas didasarkan pada 3 kriteria utama. Kriteria tersebut menjadi pedoman kantor imigrasi untuk menyelenggarakan layanannya, termasuk pada Kantor Imigrasi Kelas III Non TPI Ketapang. Pertama, Aksesibilitas dan Ketersediaan Fasilitas bagi pemohon penyandang disabilitas, diantaranya:

1) Tersedianya toilet khusus penyandang disabilitas.

2) Lantai pemandu (guiding block), menggunakan petunjuk stiker yang ditempel pada lantai.

3) Informasi pelayanan publik mengenai paspor bagi penyandang disabilitas yang tersebar di beberapa media sosial, seperti facebook, instagram, twitter, serta website resmi Kantor Imigrasi (Kanim) dan Direktorat Jenderal Imigrasi yang memuat segala jenis paspor mengenai syarat pembuatan paspor, prosedur mendapatkannya, kepastian waktu, hingga biaya yang ditimbulkan, sehingga proses dalam pembuatan paspor sangat akuntabel, jujur, bersih dan ada kepastian.

4) Rambu-rambu kelompok rentan yang diperlukan sebagai petunjuk-petunjuk jalan yang memungkinkan mereka dapat melakukan mobilitas seperti halnya orang lainnya.

5) Alat bantu kelompok rentan dalam pelayanan paspor seperti kursi roda, yang sangat diperlukan mengingat tidak semua penyandang disabilitas membawa sendiri.

6) Jalan landai dan rata diperlukan untuk memberikan aksesibilitas agar memudahkan keluar masuk kantor, juga untuk menjaga keselamatan mereka pada saat beraktivitas.

7) Loket layanan khusus penyandang disabilitas. Loket ini biasanya dibedakan dengan loket-loket layanan bagi pemohon biasanya, namun lokasinya masih dalam tempat yang sama.

8) Ruang Tunggu Prioritas atau tempat duduk khusus pemohon dengan berkebutuhan khusus

9) Pusat informasi pelayanan (helpdesk). Layanan ini selalu diletakkan di bagian depan layanan paspor, mengingat semua pertanyaan pemohon biasanya ditujukan pada bagian ini.

10)Ruang Laktasi bagi Ibu Menyusui. Ruang ini digunakan untuk ibu-ibu yang membawa bayinya dan masih berkewajiban untuk memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif.

11)Pemohon kelompok rentan mendapat kemudahan tidak perlu mendaftar antrean paspor (APAPO) serta diprioritaskan/didahulukan dalam proses pengajuan paspor.

12)Ruang Bermain Anak

13)Tempat Parkir Khusus Penyandang Disabilitas

Kedua, Ketersediaan Petugas yang Siaga. Pada Kanim Kelas III Non TPI Ketapang kesigapan petugas ini dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Piket Layanan. Piket ini dilaksanakan setiap hari pada jam kerja yang terbagi menjadi Duta Layanan dan Duta Informasi. Dua petugas tersebut membantu pemohon termasuk penyandang disabilitas untuk menerima kedatangan mereka di kantor guna mengurus paspor, memberikan informasi prosedur antrian pendaftaran paspor, persyaratan, informasi prosedur pengurusan paspor, jangka waktu penerbitan paspor, hingga bagaimana paspor tersebut dapat diperoleh baik melalui datang langsung maupun dikirim melalui jasa kirim/ekspedisi.

Ketiga, Kepatuhan Pejabat, Pegawai dan Pelaksana Terhadap Standar Pelayanan. Kriteria ini mencakup 3 hal; 1) Antrian pelayanan paspor. Dalam antrian paspor secara online, petugas dapat dipastikan sangat patuh pasalnya pemilihan jadwal antrian paspor dilakukan secara mandiri oleh pemohon dengan sistem, jadi tidak ada lagi pemohon berhadapan langsung dengan petugas. 2) Proses penerbitan paspor baru dan penggantian. Baik penerbitan baru maupun penggantian, sudah dituangkan peraturan tersendiri pada Direktorat Jenderal Imigrasi, dimana paspor akan dapat diambil atau dikirimkan (apabila pemohon menghendaki dikirimkan ke alamat pemohon) setelah 3 hari kerja sejak dilakukannya pembayaran paspor. 3) Perpanjangan ijin tinggal kunjungan. Khusus mengenai ijin tinggal, layanan ini dikhususkan Warga Negara Asing (WNA). Penyandang disabilitas dari WNA juga mendapatkan layanan ini dengan prosedur yang tetap menjunjung hak asasi manusia, baik proses pendaftaran hingga penerbitan perpanjangan ijin tinggal kunjungan dilaksanakan dengan memperhatikan aksesibilitas, ketersediaan fasilitas, ketersediaan petugas yang siaga hingga kepatuhan petugas.

Penutup

Pada dasarnya pelayanan keimigrasian berbasis Hak Asasi Manusia merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Hal ini dapat dilihat dari makna Hak Asasi Manusia itu sendiri yang merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia. Dalam sila pertama yang berbunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa”, ini merupakan sebuah pengakuan bahwasanya manusia itu adalah makhluk atau hamba yang mengakui bahwa Tuhan itu Esa. Inilah yang membedakan konsep HAM ala Barat dan Konsep HAM berbasis Pancasila. HAM dalam perspektif barat hanya melihat dari sudut pandang manusia itu sendiri dengan menegasikan nilai-nilai Ketuhanan, sementara Pancasila mengakui nilai-nilai HAM secara holistik dan universal.

Tata Nilai PASTI yang merupakan core value dari insan Kemenkumham yang merupakan akronim dari Profesional, Akuntabel, Sinergis, Transparan, dan Inovatif merupakan pengewajantahan dari kinerja aparatur keimigrasian dalam memberikan pelayanan berbasis HAM. Jika nilai tersebut dapat selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila maka kriteria penilaian pelayanan publik berbasis HAM yang didasarkan pada Aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas; ketersediaan petugas yang siaga dan kepatuhan pejabat, pegawai, dan pelaksana terhadap Standar Pelayanan masing-masing bidang pelayanan akan dengan mudah tercapai.

Sudah sepatutnya insan imigrasi dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan prinsip pelayanan berbasis HAM dan selaras dengan falsafah Pancasila. Hal ini sebagai suatu ikhtiar dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan amanat UUD 1945, ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta prinsip HAM bagi setiap warga negara dan penduduk atas jasa/atau pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dalam hal ini Keimigrasian.

Daftar Pustaka

Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan Publik. Peduli, Inklusif dan Kolaboratif. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Kurniawan, Harry, dkk. 2014. Perancangan Aksesbilitas Untuk Fasilitas Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Lijan, Poltak Sinambela dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara

Mulyadi. 2005. Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: Penerbit PT Refika Aditama.

Sutrisno, Slamet. 2006. Pancasila Sebagai Ideologi Sebuah Bidang Ilmu atau Terbuka. Yogyakarta: ANDI.

Permenkumham Nomor 27 Tahun 2018 tentang Penghargaan Pelayanan Publik Berbasis Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 28 I Ayat (2)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image