Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kresna Damar Adji

Lonjakan Permintaan Daging Sapi Menjelang Idul Adha: Kenapa Indonesia Masih Perlu Impor Sapi?

Bisnis | Friday, 23 Jun 2023, 22:31 WIB
Sapi di tengah jalan di New Delhi. Sumber gambar: https://www.aljazeera.com/news/2023/2/9/indian-govt-says-hug-cows-on-valentines-day-twitter-cracks-up

Sebagai salah satu negara dengan persentase penduduk Islam terbesar di dunia, permintaan daging sapi menjelang Idul Adha merupakan salah satu masalah yang Indonesia hadapi setiap tahun. Hal ini mendorong pemerintah untuk melakukan usaha penyediaan daging sapi, utamanya melalui impor. Dua importir terbesar Indonesia adalah India dan Australia.

Impor daging sapi bagi negara seperti Indonesia; dengan kekayaan alam dan luasnya lahan yang dimiliki Indonesia, menimbulkan sebuah pertanyaan, kenapa Indonesia masih belum dapat mencapai Swasembada sapi, terlepas dari sumber daya yang dimilikinya? Jawaban singkat dari pertanyaan tersebut terletak pada prinsip pasar utama, yaitu tingginya permintaan yang tidak diimbangi dengan ketersediaan suplai.

Pentingnya permintaan sebagai kunci ketersediaan pasokan

Di India, sebagai salah satu importir terbesar daging merah ke Indonesia, permintaan terhadap daging merah relatif rendah. Praktik hinduisme membatasi konsumsi terhadap tipe daging ini yang karena mayoritas masyarakatnya yang vegetarian. Mereka yang non-vegetarian, umumnya memiliki preferensi terhadap tipe produk hewani lain—daging domba dan ayam, serta telur dan susu. Di sisi lain, Australia, importir daging merah utama terbesar di Indonesia, juga memiliki tingkat permintaan domestik daging merah yang rendah. Oleh karena itu, produsen daging merah pada kedua negara ini berorientasi pada pasar internasional.

Kemajuan teknis dan efisiensi Produksi merupakan kunci

Lebih dari rendahnya permintaan domestik, produksi daging merah pada kedua negara ini juga memiliki efisiensi yang lebih tinggi dari Indonesia. di Australia industri pembibitan memainkan peran kunci dalam menjaga tingkat populasi lembu yang diekspor. Melalui metode inseminasi buatan dan transfer embrio, Australia dapat menghasilkan bibit lembu dengan kualitas unggul. Di sisi lain, spesies tipe lembu yang mereka kirim ke Indonesia—Bos Indicus—juga memiliki daya tahan yang tinggi terhadap kutu dan panas sehingga kualitas daging mereka dapat terjaga ketika diekspor secara hidup ke Indonesia. feedlot atau ladang penggemukan di Australia juga dapat memberi makan hingga lebih dari 1 juta ekor lembu dalam satu waktu. Hal ini memainkan peran penting dalam meningkatkan kapasitas produksi Australia untuk bersaing dalam pasar internasional.

Walaupun India memiliki standardisasi dan integrasi produksi yang lebih rendah dibanding Australia, praktik pemotongan hewan secara halal di negara ini membuat produk daging dari India menarik bagi negara-negara dengan mayoritas penduduk Islam, seperti Indonesia. Kedua negara ini juga telah mencapai efisiensi produksi daging sapi dari hulu hingga hilir dengan teknologi produksi yang memadai, serta adanya industri pengolahan daging yang berperan menambah nilai dari produksi daging.

Bagaimana Perkembangan Industri Daging Merah di Indonesia?

Di Indonesia sendiri, produksi nasional daging merah hanya dapat memenuhi 45% dari permintaan pasar nasional. Ketergantungan Indonesia terhadap impor daging telah nampak sejak 1990, ketika Indonesia harus melakukan impor dari Australia karena kewalahan memenuhi permintaan. Selain faktor tingginya permintaan, faktor lain yang tidak kalah penting adalah ketidakmatangan dari sektor industrinya sendiri. Mayoritas produksi sapi di indonesia bersifat social security; artinya, sapi hanya dipotong jika terdapat permintaan saja. Dalam memenuhi skala permintaan yang lebih besar, prinsip ini akan lebih sulit diterapkan karena ketidakonsistenan pasokan daging dan dapat menyebabkan ketidakstabilan harga komoditas ini secara nasional.

Adapun industri pembibitan yang masih terbatas pada pemerintah merupakan faktor penghambat lain. Hal ini karena pembibitan sapi memakan waktu sampai dengan belasan tahun. Masalah pasokan sapi juga diperburuk oleh rendahnya angka kesuburan sapi dan tingginya tingkat kematian anakan sapi. Rendahnya minat masyarakat Indonesia terhadap peternakan sapi—tecermin dari penurunan jumlah rumah tangga peternak sapi yang mencapai 400 ribu—juga merupakan masalah lain yang perlu disorot oleh pemerintah Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah berusaha meningkatkan produksi sapi untuk mencapai Swasembada. Salah satunya adalah dengan melarang penyembelihan sapi betina karena untuk meningkatkan populasi sapi. Namun, praktik ini masih saja masif terjadi. Strategi lain adalah inseminasi buatan melalui program UPSUS SIWAB. Program ini telah berhasil menambah lebih dari lima juta ekor anak sapi melalui inseminasi buatan. Namun demikian, program ini belum berhasil mengantarkan Indonesia mencapai Swasembada daging sapi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image