Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image siti faidza agustin

Gangguan Kesehatan Mental Sedang Menghantui Remaja Indonesia

Info Terkini | 2023-06-17 07:58:18

Kemajuan teknologi dapat mendukung kemajuan Indonesia apabila digunakan secara positif dan terarah, apalagi jika para remaja ikut berperan didalamnya. Remaja cenderung memiliki kreativitas, rasa ingin tahu, serta semangat belajar yang tinggi. sehingga tak jarang dari mereka yang antusias menunjukkan kreativitasnya di media sosial (Medsos). Mengutip dari goodstats.id, Whatsapp, Facebook, Instagram, dan Tiktok masuk kedalam tujuh jajaran media sosial yang digunakan warganet Indonesia sepanjang tahun 2022. Data tersebut mengacu pada survei GWI sepanjang kuartal 3 di tahun2022.

Namun, mayoritas remaja sering lupa waktu ketika bermedsos. Penggunaan medsos yang berlebihan juga menimbulkan dampak yang negatif bagi remaja. Terkadang tanpa mereka sadari, para remaja saling membandingkan kehidupan yang mereka miliki dengan kehidupan influencer atau teman-teman mereka yang di unggah di medsos. Jika tidak diimbangi pikiran yang terbuka dan rasa syukur yang tinggi, hal itu akan membuat para remaja kehilangan citra diri.

Kegiatan membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang dilakukan secara terus menerus akan menimbulkan stres dan perasaan cemas. Perasaan cemas yang berlebih apabila tidak segera teratasi dengan baik dapat memicu terjadinya gangguan Kesehatan mental. Hasil penelitian Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menyebutkan bahwa Anxiety disorder atau gangguan kecemasan menjadi gangguan mental yang paling banyak dialami oleh remaja. Memang belum ada penyebab pasti yang memantik anxiety disorder, namun kondisi stress, lingkungan, genetik, dan faktor biologis seperti senyawa kimia yang terdapat di otak dapat menjadi salah satu pemicunya.

Hasil survei yang lebih mengejutkan, I-NAMHS memaparkan sebanyak 34,9% (setara 15,5 juta) remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental dan sebanyak 5,5% (setara 2.45 juta) remaja Indonesia memiliki gangguan mental. Jumlah tersebut terbilang miris mengingat remaja merupakan harapan untuk kemajuan bangsa dan negara. Ditambah efek negatif yang kian meningkat dikalangan remaja pengidap gangguan mental. Pada level terparah, mereka akan menyakiti diri sendiri dan tidak merasa sangsi untuk mengambil nyawanya sendiri.

Berita yang baru-baru ini di muat Harianjogja.com pada 8 Oktober 2022 dapat dijadikan contoh. Salah satu mahasiswa universitas ternama di Indonesia tega melakukan tindakan bunuh diri dengan lompat dari rooftop hotel. Banyak keluarga, sanak saudara, teman, dan pihak akademisi almamaternya yang menyayangkan tindakan tersebut. Apalagi kasus tersebut sempat menjadi perbincangan publik dibeberapa platform medsos seperti Tiktok, Twitter, dan sebagainya. Beberapa rekannya menyebutkan bahwa dia terkenal sebagai sosok yang ceria dan dermawan. Ternyata setelah ditelisik lebih lanjut, mahasiswa tersebut diduga memiliki masalah psikologi berdasarkan catatan kesehatan yang berada didalam tasnya.

Kasus ini hanya satu dari sekian banyaknya kasus lain yang terjadi. Menurut laporan Profil Anak Indonesia tahun 2022 yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA) menyebutkan, jumlah populasi penduduk usia kurang dari 17 tahun sebanyak 79.486.424 jiwa. Sedangkan I-NAMHS mengkategorikan penduduk usia 10-17 tahun sebagai usia remaja. Berarti jumlah penduduk usia remaja di Indonesia pada tahun 2022 kurang dari 79 juta jiwa. Bayangkan jika mayoritas remaja yang mengidap gangguan mental memilih mengakhiri hidupnya. Lalu siapa yang akan memberikan sumbangsih untuk keberlanjutan negara ini? Siapa yang akan memajukan negara ini? Dan siapakah yang akan menjadi penerus negara ini?

Sayangnya, tingkat kepedulian para pengidap gangguan mental terhadap kesembuhan diri sendiri masih rendah. Menurut sumber yang sama, hanya 2,6% remaja yang memiliki kasus gangguan tersebut pernah menggunakan layanan kesehatan mental. Mereka enggan menikmati layanan kesehatan mental yang tersedia dilingkungannya dimana layanan tersebut telah menyediakan dukungan penyembuhan berupa konseling untuk masalah emosi dan perilaku pengidapnya.

Pemerintah menunjukkan dukungannya untuk meminimalisir gangguan mental dikalangan remaja dengan cara menggandeng Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), dan PT Telkom. Mereka bekerjasama untuk meluncurkan Layanan Kesehatan Jiwa (SEJIWA). Remaja Indonesia bisa memanfaatkan layanan tersebut dengan menghubungi call center 119 extension 8 agar bisa mendapatkan edukasi, konsultasi, dan pendampingan psikologi bagi yang membutuhkan.

Sebenarnya bukan hanya pemerintah dan remaja itu sendiri yang bertanggung jawab untuk kesembuhan mereka. Lingkungan sekitar juga memiliki andil yang cukup tinggi untuk mengurangi jumlah kasus gangguan mental di usia remaja. Jadi jika anda berperan sebagai orang tua atau keluarga dari remaja yang mengidap gangguan mental, maka sebaiknya anda mampu berperan sebagai support system. Salah satu cara yang bisa dipilih yaitu sering berkomunikasi dengan anak, mengapresiasi setiap pencapaian anak, mendengarkan keluh kesah anak, dan cara-cara lain yang bernilai positif. Jika teman terdekat anda mengidap gangguan mental, maka sebaiknya anda mampu bersikap empati terhadap masalah yang dihadapi teman anda, mampu menjaga rahasia teman anda, dan jangan melabeli teman anda dengan kata-kata yang kurang layak untuk didengar. Namun jika anda sebagai remaja yang terindikasi mengidap gangguan Kesehatan mental dan anda bingung untuk bercerita kepada siapa, maka jangan segan untuk meminta bantuan kepada ahlinya agar mendapatkan pencerahan dari masalah yang anda alami. Jangan merasa berkecil hati dengan kondisi anda, karena sejatinya semua orang sama dimata Tuhan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image