Pandangan Mahasiswa Hukum Terhadap Sistem Proporsional Tetutup pada Pemilu 2024
Politik | 2023-06-15 13:10:04Mahasiswa hukum memiliki peran yang sangat penting dalam menganalisis dan memberikan pandangan terhadap sistem pemilu. Hal ini memiliki dampak positif dalam memperkuat demokrasi dan memastikan bahwa pemilu berjalan dengan adil, inklusif, dan representatif. Dengan pengetahuan yang dimilikinya, kemampuan berpikir kritis, dan pandangan yang obyektif, mahasiswa hukum dapat memberikan kontribusi berharga dalam meningkatkan sistem pemilu sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Menjelang Pesta Demokrasi tahun 2024, Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Hasyim Asyari, mengatakan bahwa “ada kemungkinan pemilu akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup”. Hal ini dibenarkan pada pernyataannya dalam sebuah acara pada desember akhir lalu, wacana proporsional tersebut mendapat kritik dari politisi dan pengamat politik di Indonesia. Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan sistem dimana masyarakat hanya dapat memilih partainya saja, bukan calon wakil rakyat secara langsung. Sistem tertutup ini pernah diterapkan pada masa Orde Lama dan Orde Baru, dan terakhir diterapkan pada Pemilu 1999.
Sistem pemilihan ini mengacu pada dimana partisipasi terbatas pada partai politik tertentu. Jumlah kursi parlemen didistribusikan secara proporsional berdasarkan persentase suara yang diperoleh partai politik. Pemilih hanya dapat memilih partai politik saja, tidak memilih calon secara spesifik. Dalam hal ini, daftar calon telah ditentukan sebelumnya, dan partai politik memiliki kendali penuh atas urutan calon yang terpilih. Pemilu 2024 akan mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan tiga pemilu nasional sebelumnya jika menerapkan sistem proporsional tertutup. Hasil pemilu tersebut akan memiliki dampak besar terhadap jumlah partai politik yang terwakili dan juga sistem kepartaian yang berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat.
“Kalau betul memang Ketua KPU didorong oleh Partai Politik untuk menerapkan Sistem Proporsional Tertutup itu berarti memang kita sudah masuk ke dalam era Partai Politik ingin menjadi Partai Komunis yang menguasai dan mengontrol seluruh pejabat publik.” – Fahri Hamzah
8 dari 9 Partai Politik di Indonesia menolak tegas sistem proporsional tertutup ini diterapkan pada pemilu 2024, karena mereka menganggap bahwa penerapan system proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi yang dapat memperkuat hegemoni partai-partai yang besar dan kelompok tertentu dalam internal partai. Sedangkan Menurut PDI-P, sistem ini dapat berjalan lebih efisien dan sederhana. Sistem proporsional tertutup juga bisa meminimalisir praktik politik uang dan bisa membuat negara menghemat sampai triliunan rupiah.
Beberapa pandangan mahasiswa hukum terkait wacana sistem proporsional tertutup ini pada pemilu 2024. Menurut Naya Syafa, Mahasiswi Ilmu Hukum Universitas Pamulang, mengemukakan pandangannya jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil langkah ceroboh dengan mengembalikan sistem pemilu ke sistem proporsional tertutup. Tindakan tersebut akan melanggar konstitusi karena bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945.
Pandangan Naya Syafa menyoroti pentingnya prinsip kedaulatan rakyat dalam sistem pemilihan. Prinsip ini menegaskan bahwa kekuasaan dalam negara berasal dari rakyat dan dijalankan oleh rakyat melalui pemilihan yang demokratis. Sebagai mahasiswa Ilmu Hukum, Naya Syafa secara kritis menolak suatu kebijakan atau putusan dalam sistem pemilu proporsional tertutup, hal ini dapat mengurangi representasi langsung rakyat dalam pemilihan.
Pendapat kedua, dari Fadhil, Mahasiswa Ilmu Hukum UPN Veteran Jakarta. Ia menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui siapa yang akan dipilih oleh masyarakat itu sendiri. Menurutnya, sistem ini tidak hanya dilihat dari sisi kenegaraan, tetapi juga dari perspektif agama. Ada pada Surat An-Nisa (4:58), dimana Allah memerintahkan umatnya untuk berlaku adil dan menunjuk pemimpin yang adil dengan memenuhi syarat-syarat moral yang ditetapkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, Jika hanya memilih partai saja, maka kita tidak akan tahu siapa sebenarnya pemimpin yang kita pilih.
Dalam konteks kenegaraan, Fadhil berpendapat bahwa sistem tertutup ini tidak baik karena dapat memberikan celah yang luas bagi partai politik untuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dan ia Tidak setuju terhadap sistem tertutup dan masyarakat juga tidak akan menerima sistem seperti ini dalam pemilihan umum, karena mayoritas masyarakat terbiasa dengan sistem terbuka dan sistem tertutup memiliki potensi tinggi untuk menciptakan kekacauan. Sistem tertutup bukanlah jawaban dari permasalahan yang sedang marak saat ini, yaitu ambang batas pemilihan presiden (presidential threshold). Fokus seharusnya pada masalah tersebut, bukan membuat pemilihan umum menjadi tertutup.
Pendapat selanjutnya, dari Abun Taufik Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Ia menyatakan bahwa dilihat dari kekurangan dan kelebihan sistem proporsional tertutup ini membuat ia Menolak untuk diterapkannya sistem ini pada pemilihan umum 2024. Karena penerapan sistem tertutup didasarkan pada kekhawatiran bahwa sistem tersebut dapat mengurangi transparansi, akuntabilitas, dan potensi terjadinya oligarki oleh partai itu sendiri.
Dari ketiga mahasiswa hukum yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Mereka memiliki pandangan yang serupa dalam menolak penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 mendatang. Karena sistem ini memiliki potensi menurunnya kepercayaan masyarakat, menghambat partisipasi masyarakat dalam pemilihan, dan sudah jelas adanya Power Play (kekuasaan) yang dimiliki oleh Partai Politik yang terpilih.
Masyarakat lebih setuju bahwa Pemilihan Umum tahun 2024 menggunakan Sistem Proporsional Terbuka, karena masyarakat menganggap bahwa sistem ini sebagai cara yang lebih baik untuk memastikan transparansi, partisipasi, persaingan sehat, representasi yang lebih baik dalam proses demokrasi, serta mencegah kekacauan dan penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, masyarakat dan pemangku kepentingan mungkin lebih mendukung penerapan sistem pemilu menggunakan Sistem Proporsional Terbuka.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.